Peradaban zaman pertengahan menduduki tempat tersendiri dalam sejarah. Dengan berakar pada peradaban-peradaban Yunani-Romawi,Byzantium, dan Arab, dasar-dasar atau fondasi Peradaban Zaman Pertengahan memang benar-benar diletakan oleh kreator-kreator peradaban. Anasir spiritual berasal dari kebenaran-kebenaran agama Kristen.
Negara
masyarakat di Eropa Barat lama mengalami banyak berbagai bencana akibat runtuhnya Kekaisaran Romawi. Aktivitas
ekonomi merosot, negara-negara kota lama terus-menerus lenyap satu demi satu.
Kehidupan semakin terkonsentrasikan di pedesaan, dan bertumpu pada sector
pertanian. Ekonomi uang semakin
tergeser oleh ekonomi domestic atau ekonomi pertanian. Karena aktivitas jual
beli rendah, bahan-bahan makanan dan barang-barang manufaktur rendah pula
nilainya. Masing-masing wilayah mengembangkan semua atau hampir semua yang
dibutuhkan penduduknya. Begitulah gambaran selintas masyarakat di Spanyol,
Gaul, Italia, dan kawasan Rhein.
Jamaah Gereja, dalam kehidupan pedesaan Zaman Pertengahan jemaah
gereja muncul dan berkembang dengan mudah. Menjelang abad X hal ini diakui
sebagai bagian tak terpisahkan dari tata sosial feodalisme. Para tuan tanah menyediakan
sebagian tanahnya untuk gereja serta untuk kebutuhan hidup sehari-hari para
pendeta setempat. Dimana-mana gereja dan pelataran gereja menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari bangunan-bangunan milik para tuan tanah. Kekuasaan dan
pengaruh para tuan tanah yang begitu
besar itu selanjutnya membawa implikasi tersendiri dalam mekanisme birokrasi
gereja. Karena begitu berpengaruhnya llalu seakan-akan memiliki hak untuk
mengajukan seseorang kepada uskup agar diangkat sebagai pendeta yang
ditempatkan di daerah mereka. Dengan demikian pendeta gerja local itu boleh
dikatakan adalah “orang”-nya tuan tanah.
Organisasi keuskupan, lingkup kerja seorang uskup meliputi banyak
kesatuan wilayah jemaah gereja, dan ini disebut diocese atau keuskupan. Suatu jajaran pembantu uskup dibentuk untuk
mengawasi masing-masing unit jemaah. Hal ini memang membutuhkan biaya yang
mahal, tetapi tidak menjadi masalah karena gereja menerima sumbangan atau
tenaga pengolah tanah di masing-masing wilayah. Pemasukan dari tanah itulah yang
kemudian untuk merawat gereja, serta membiayai organisasi yang dibentuk untuk
mengawasi kehidupan keagamaan di wilayah keuskupannya. Ini berarti manajemen
keuskupan sangat tergantung pada ekonomi domestic atau ekonomi agrarian.
Sisa-sisa kekafiran dan ketakhayulan, sebagaimana diketahui, gereja
Kristen lahir di dalam masyrakat yang telah memiliki tradisi keagamaannya
sendiri selama berabad-abad. Itu berarti ajaran-ajaran meresap ke dalam
kesadaran mereka, dan termanifestasikan dalam perilaku sehari-hari mereka. Itulah sebabnya semenjak semula agama Kristen
berjuang keras menyebarkan ajaran-ajaran etika praktis serta sikap hidup
tertentu terhadap dunia. Sebelum Maklumat
Milan (the Edict of Milan) diumumkan (313), umat Kristen merupakan
kelompok minoritas yang senantiasa hidup di bawah kecemasan dan ketakutan.
Namun sesudah maklumat itu diumumkan , Kristen menjadi agama istimewa, dan
berbondong-bondonglah orang untuk memeluknya, karena itulah jalan terbaik untuk
menyelamatkan atau malah meningkatkan status mereka di dalam masyarakat. Pada
awal Zaman Pertengahan , setiap orang yang hidup di Kekaisaran Romawi adalah
pemeluk agama Kristen, karena wajib mengikuti pembaptisan. Gereja menjadi
bersifat Katholik, artinya universal atau ada di mana-mana. Pada Zaman
Pertengahan , praktek-praktek ilmu sihir itu antara lain tampak pada cara-cara
orang Jerman membuktikan kesalahan seseorang yang dituduh telah melakukan
kejahatan. Tertuduh membuktikan diri tidak bersalah setelah mengalami
serangkaian penyiksaan. Ada banyak orang-orang Kudus, yang sebagian besar
memang tokoh historis. Namun, dalam banyak hal cerita-cerita itu bercampur
dengan ketakhayulan. Salah satu contohnya adalah dipakainya sepatu bekas milik
St.Cuthbert, yang semasa hidup menjadi uskup Lindisfarne, untuk melakukan
penyembuhan penyakit secara gaib.
Konversi orang-orang Barbar Jerman, sepanjang Zaman Pertengahan
terjadi banyak konversi orang-orang
barbar. Suku-suku Jerman yang terkenal penganut kuat kepercayaan lama mereka
satu demi satu pindah ke agama Kristen. Banyak suku-suku jerman yang sudah
menyatakan diri masuk Kristen abad IV seperti Visigoth, Ostrogoth, Vandal,
Burgundia, dan Lombardia.
Konversi orang-orang Frank, sering berpindahnya seluruh warga warga suatu suku ke agama Kristen adalah karena mengikuti raja atau kepala suku tersebut. Satu contoh yang menarik adalah yang terjadi pada Clovis, Raja orang-orang Frank. Karena mengalami tekanan berat selama peperangan dengan Alamanni pada 496, ia takut akan mengalami kekalahan total. Isterinya, St. Clotilda, telah sering membujuknya untuk menjadi seorang Kristen. Ia piker ia akan meraih kemenangan jika menjadi seorang Kristen. Alemanni pun kalah dan Clotilda memohon St. Remi, Uskup di Reims, untuk membaptis Clovis.
Konversi orang-orang Anglo, Saxon, dan Jute, suku-suku Jerman yang berdiam di Britania selama abad V masih tetap kafir. Agama Katholik baru masuk ketika datang missi St. Augustinus dari Centerbury pada 597.
Konversi orang-orang Northumbria, kaum barbar sangat terkesan akan kepastian ajaran Kristen. Mereka dibikin resah tentang tujuan akhir manusia, dan doktrin tentang kebangkitan kembali. Hal ini dilukiskan dalam sebuah cerita dalam catata Bede tentang konversi Raja Edwin dari Northumbria pada 627. Coifi, kepala urusan agama sangat berhasrat akan adanya perubahan karena, menurutnya, ia tak merasakan suatu kekayaan rohaniah dengan menyembah dewa-dewi lama.
Konversi orang-orang Kelt, dibandingkan dengan orang-orang Northumbria, orang-orang Kelt yang berada di Britania, Skotlandia, Irlandia lebih dahulu masuk Kristen. Upaya pengkonversian pertama terhadap mereka di lakukan oleh St. Patrick (†461). Ia lahir di Britania. Ketika berusia enam belas tahun, ia ditangkap dan dijual sebagai budak di Irlandia. Ia mampu meloloskan diri dari tuan-tuannya dan kemudian selama bertahun-tahun tinggal di biara di Gaul Selatan. Pada 431 ia kembali ke Irlandia dan mulai melakukan tugas-tugas missionarisnya. Selama tiga puluh tahun ia melakukan perjalanan mengelilingi Irlandia mewartakan Injil. Atas segala keberhasilan misinya itulah kemudian ia dianggap sebagai santo Irlandia.
Konversi orang-orang Slav, kristenisasi orang-orang Slav baru terjadi pada abad pertengahan abad IX. Missionaries-missionaris awal antara lain adalah St. Cyril (†869) St. Methodius (†885), dua bersaudara dari Thessalonika, Yunani. Kedua missionaries itu memang sengaja diundang oleh penguasa Moravia untuk menyebarkan ajaran Kristen di kalangan orang-orang Slav. Dengan fasih mereka mewartakan Injil dalam bahasa Slav, yang adalah bahasa Yunani yang telah diadaptasikan ke dalam bahasa Slav asli.
Eropa
telah menjadi wilayah Kristen, kecuali bebeaoa daerah suku terbelakang di
sekitar Laut Baltik. Suku-suku seperti Finn dan Lithuania selama beberapa abad
kemudian tetap bertahan dengan paganisme mereka. Proses konversi semua suku
bangsa yang terbentang dari pulau-pulau di lepas pantai Skotlandia hingga
daratan luas di Rusia adalah merupakan suatu bab tersendiri dalam sejarah.
Gereja yang praktis telah merambah semua suku bangsa di Eropa menjadi lembaga
yang sangat berperan dalam pembentukan corak kehidupan manusia. Melalui
doktrin-doktrinnya tentang kehidupan dan segala permasalahannya, Gereja
benar-benar menjadi lembaga sentral yang menentukan bentuk peradaban Eropa.
Karya para missionaries, biarawan, dan pejabat gereja mendapat tempat yang
penting dalam sejarah peradaban.
St. Benedictus dan Peraturannya, perbiaraan Benedictus memainkan peran penting dalam proses transformasi kaum barbar menjadi umat Kristen yang lebih beradab. St. Bene-dictus (480-557), lahir dekat Spoleto, Italia tengah, dalam usia tujuh belas tahun pergi meninggalkan orangtuanya. Ia memilih hidup seperti seorang pertapa, yang ia jalani di tengah rimba Subiacco. Petuah-petuah sucinya tersiar luas. Akhirnya, pada tahun 528, ia menarik diri dari pertapaannya di Subiacco untuk mendirikan biara di Monte Cassino, yang terletak di tengah-tengah antara Roma dan Napoli.
St. Benedictus menerapkan aturan tersendiri. Maksud diterapkannya aturan yang khusus ini hanyalah untuk mengorganisasikan suatu biara tempat para biarawan hidup dengan tata cara yang umum berlaku, melakukan pekerjaan dan kebaktian bersama. Telah banyak pujian terhadap kontibusi Ordo St. Benedictus dalam bidang sosial, ekonomi, dan intelektual. Namun, kontibusinya dalam aspek-aspek keagamaan boleh dikatakan kurang mendapat perhatian. Memang benar bahwa para biarawan telah membabat hutan, mengeringkan rawa-rawa, menanam pohon-pohon dan mengembakan peternakan, serta meningkatkan kesuburan tanah dengan metode-metode pertanian yang cermat.
Kesusastraan pada Zaman Pertengahan, pada dasarnya umat Kristen tak memiliki pertautan apa pun dengan karya-karya klasik Yunani dan Romawi yang politieistik dan mengandung gambaran yang tak senonoh tentang kehidupan para dewa. St. Augustinus mengkhawatirkan kemungkinan timbulnya pengaruh buruk dari karya-karya para penulis kafir itu. Kekhawatiran ini juga di rasakan oleh umat Kristen pada umumnya. Umat Kristen barangkali boleh menolak sastra kafir. Namun hal itu tak mungkin mereka lakukan tanpa juga menolak retorika, filsafat dan ilmu pengetahuan yang pernah dihasilkan bahasa Yunani dan Romawi. Para pemimpin gereja akhirnya juga mengambil alih retorika lama, dan pengetahuan klasik menjadi bagian penting dari fondasi peradaban Zaman Pertengahan.
Zaman Kegelapan kata lain untuk menyebut Zaman Pertengahan. Ini periode zaman para santo, dengan segala kepercayaan naïf tentang keajaiban mereka. Bentuk khas kesusasteraan yang lazim pada periode ini adalah hagiograf , atau kisah-kisah para santo. Banyak dari kisah-kisah semacam ini sebagian baik sebagian fiksi belaka, sebagian panjang sebagian pendek yang telah disusun menjadi semcam antologi yang dikenal sebagai Acta Sanctorum, atau Kisah Para Santo.
Gregorius Agung, Paus dari 590 hingga 604, adalah pemimpin gereja yang paling bersemangat mendorong penulisan tentang kehidupan apra santo. Karyanya sendiri yang berjudul Dialogoues, yang ditulis untuk menyenangkan umat Kristen, penuh dengan berbagai ceritaq keajaiban untuk membenarkan ajaran Kristen. Gregorius memang seorang pengkhotbah dan sekaligus penulis besar. Empat puluh dari kumpulan khotbah-khobahnyaq, yakni Homillies, masih bertahan. Karya lain Gregorius, yakni Magna Moralia, merupakan komentar atau catatan terhadap Kitab Job. Karya ini menjadi fondasi teologi selama Zaman Pertengahan.
Tokoh Zaman Pertengahan yang lain yang tidak boleh diabaikan adalah Boethius. Ia lahir di Roma, dan berasal dari golongan aristocrat. Ia hidup di bawah Raja Theodorik(†526), yang mendirikan kerajaan Ostrogoth di Italia. Boethius menaruh minat besar terhadap pengetahuan klasik, baik Yunani maupun Romawi. Meskipun Boethius banyak menulis nbuku-buku tentang aritmatika dan music, ia sebenarnya lebih berminat pada karya-karya Plato dan Aristoteles, yang kemudian banyak ia terjemahkan. Terjemahannya atas karya-karya Aristoteles seperti Categories dan De Interpretations berperan penting dalam pengembangan kehidupan intelektual di Barat.
Selain Boethius, tokoh lainnya lagi yang perlu diperhatikan adalah Cassiodorus (†583). Ia asli orang Italia selatan. Seperti Boethius, ia sangat berpengaruh dalam penyelenggaraan pendidikan pada zaman pertengahan. Ia mencoba mendirikan sebuah sekolah teologi di Roma. Namun gagasan ini praktis sulit direalisasikan karena peperangan yang destruktif dan berkepanjangan antara Justinianus dan orang-orang Ostrogoth. Hal ini mendorongnya untuk untuk meninggalkan tanah leluhurnya, dan kemudian mendirikan biara di Vivarium. Motivasi utamanya adalah agar para biarawan benar-benar menjadi ahli kitab yang mampu menjelaskan teks-teks suci dalam Injil.
Ilmu Pengetahuan, selama Zaman kegelapan pengetahuan ilmiah relative tidak mendapat tempat. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari merosotnya penyelidikan ilmiah Yunani dan pupusnya institusi-institusi ilmiah Romawi. Orang tak lagi berminat melakukan observasi secara ilmiah saeperti yang dilaukan Aristoteles.
Ilmu Kedokteran, karena tidak tumbuhnya sikap kritis, ilmu kedokteran pada Zaman kegelapan praktis tidak mengalami kemajuan. Ketika Kekaisaran Romawi mengalami disintegrasi, pengetahuan kedokteran yang telah dikembangkan Hippocrates dan Galen terabaikan. Hanya kadang-kadang saja cara yang lebih masuk akal digunakan. Di Barat, pengetahuan kedokteran sangat tak berarti jika dibandingkan dengan pengetahuan orang-orang Persia dan Yahudi pada masa kekhalifahan Ummayah dan Abbasiyah, yang mengembangkan pengetahuan mereka langsung dari karya-karya Galen. Sampai dengan abad XII, Eropa Kristen tak menjamah harta pengetahuan klasik ini. Jelas kebudayaan Eroba barat pada periode ini teramat kecil dibandingkan dengan kebudayaan Byzantium dan khususnya dunia Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalau udah dibaca mohon sisipkan komentar ea :D
untuk kemajuan blog saya
terimakasih :D