Minggu, 15 Juli 2012


Pelayaran dan Perdagangan Sebelum Tahun 1500
 
1.      Sistem Lalu Lintas

Sejak zaman kuno, lokasi kepulauan Nusantara merupakan tempat persilangan jaringan lalu lintas yang menghubungkan benua Timur dengan Benua Barat. Navigasi dengan teknologi layar mula-mula terutama menempuh jalur menyusur pantai. Dengan dikenalnya astrobolium dan ilmu bintang serta system angin yang berlaku di Lautan Indonesia dan Lautan Cina pada umumnya, dan dilautan Nusantara khususnya, pelayaran samudra dapat diselenggarakan. Meskipun demikian, tempat berlabuh dengan jarak tertentu satu dari yang lain, masih di butuhkan, oleh karenasenantiasa diperlukan perbekalan baru.
Sistem angin di kepulauan Nusantara yang dikenal sebagai musim-musim memberikan kemungkinan pengemvbangan berpola tetap. Musim Barat dan musim Timur sangat menentukan jalur pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Faktor itu juga turut menentukan munculnya kota-kota pelabuhan serta pusat-pusat kerajaan sejak zaman sriwijaya sampai akhir zaman majapahit. Hasil-hasil bumi atau barang-barang yang terutama merupakan monopoli alamiah di Nusantara, menimbulkan perdagangan ramai ked an dari Indonesia. Daerah Maluku sebagai penghasil rempah-rempah menjadi terminal jalur perdagangan yang berpangkal di Teluk Parsi atau Jazirah Arab dan secara bersambun g-sambung melewati Gujarat, Malabar, Koromandel, Benggala, sampai Ke Indonesia.

2.      Sriwijaya dan Desintegrasinya

Selama beberapa Abad Sriwijaya sebagai pelabuhan, pusat perdagangan dan pusat kekuasaan, menguasai pelayaran dan perdagangan di bagian Barat Indonesia. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatra Utara, Selat Sunda kese muanya masuk lingkungan  kekuasaan Sriwijaya. Yang diperdagangkan disana ialah tekstil, kapur barus, mutiara, kayu berharga, rempah-rempah, gading, kain katun dan sebagainya. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dikunjungi oleh pedagang dari Parsi, Arab, dan Cina yang memperdagangkan barang-barang dari negrinya atau negeri yang dilaluinya, sedang pedagang Jawa membelinya dan menjual rempah-rempah. Sejak serangan dari Cola dalam abad XI dan kemudian terdesak oleh kekuasaan di Jawa Timur pada akhir abad XIII, Sriwijaya merosot sebagai pusat perdagangan dan akhirnya dikuasai oleh bajak laut. Lokasinya kemudian pindah ke daerah Jambi. Pada masa Kerajaan Singasari di bawah pemerintahan Kartanegara, kekuasaan kerajaan itu memasukkan kedalam lingkungan kekuasaan ujung selatang Semenanjung Malya, San-fo-tsi seperti disebut oleh Chau-ju-kua atau Sriwijaya dan Sunda. Dengan Pamalayu, supremasi Kerajaan Singasari dapat diletakkan di bekas daerah pengaruh Sriwijaya di Sumatra. Tumasik, tempat pemukiman orang Melayu dan sisa-sisa dari tentara Kartanegara, juga dikatakan masuk dalam daerah di bawah supremasi Jawa. Dasar-dasarbagi lingkungan hegemoni Majapahit telah diletakkan. Dalam struktur kekuasaan dengan hirarki piramidalnya desintegrasi pusat kekuasaan yang memegang supremasi dapat mengalihkan Supremasi atau suzerenitas kepada kekuasaan lain, seperti disini dari Sriwijaya ke Singasari terus kemudian ke Majapahit. Ada kemungkinan lain ialah bahwa desintegrasi kekuasaan pusat menimbulkan profilerasi sehingga timbul kekuasaan-kekuasaan baru, satu diantaranya dapat memegang suzerenitas
Dalam komplek historis yang tercakup dalam lingkungan pengaruh Sriwijaya, meskipun masuk wilayah supremasi Majapahit, perkembangan seperti tersebut diatas terjadi. Dalam pemberitaan mengenai perjalanan, Marco Polo juga menyebut Tumasik dan Samudra Pasai sebagai kerajaan yang mengakui suzeritas Majapahit. Juga Ibn Batuta telah menyebut kerajaan  Samudra Pasai itu. Diberitakan  pula bahwa sultan kerajaan itu telah berlayar ke negeri Cina; suatu petunjuk bahwa Samudra Pasai mengakui suzerenitas Cina dan berkewajiban member persembahan kepada raja Cina./ Muncullah di samping Samudra Pasai, Pidea sebagai pelabuhan yang mengekspor lada dan karena itu mulai berperan dalam abad XIII. Mengenai kedudukan politiknya, kedua kerajaan kemudian dapat mempertahankan diri terhadap Malaka. Sebagai pusat perdagangan, Samudra Pasai mempunyai hubungan dengan Gujarat dan Benggala dan beberapa pelabuhan di pantai utara Jawa dalam abad XIV perdagangan di kota itu memencak. Kedudukan ekonomis Samudra Pasai cukup kuat sehingga dapat mempertahankan kedaulatan terhadap Malaka. Sebaliknya, suzerenitas Majapahit lebih mudah diterima oleh karena tidak membahayakan kedudukan ekonomis itu. Hegemoni Majapahit masih memberikan kebebasan untuk mengatur masyarakatsendiri, yang penting ialah pemberian persembahan sebagai bukti mengakui suzereinitas Majapahit.
Yang diutamakan oleh Majapahit ialah menjamin keamanan perdagangan ke Maluku dan Banda, sesuatu yang sangat mempengaruhi kedudukan kota-kota pelabuhan di Jawa yang sebagai emporium sangat tergantung pada perdagangan transito, lagi pula ekspor beras dan bahan makanan lain tergantung pada kelancaran pedagang tersebut. Kedudukan kota pelabuhan seperti Tuban dan Gresik sangat stategis oleh karena terletak di tengah jalur pelayaran dari selat Malaka ke Maluku dan Banda. Lagi pula yang memperkuat kedudukannya ialah bahwa ada daerah pedalaman yang mempunyai produksi beras dan bahan makanan lain, sehingga member daya tarik kepada kapal-kapal untuk singgah disana. Ketergantungan daerah-daerah, seperti Maluku dan emporium di Pantai Selat Malaka pada Jawa, terutama makanan, sangat memperkuat kedudukan Majapahit.

3.      Pusat Perdagangan Abad XV

Sejak zaman kuno pelayaran dan perdagangan dari Barat dan dari negeri Cina memerlukan pelabuhan tempat singgah, mengambil bekal dan menumpuk barang. Selama beberapa abad fungsi emporium telah dijalankan oleh Sriwijaya. Dengan kemerosotan pada akhir abad XIII fungsi itu sementara terpencar, antara lain ada yang berpusat di Pidie dan Samudra Pasdai. Selama abad berikutnya muncullah pusat-pusat kekuasaan baru sepanjang pantai Timur Sumatra dan di seberang selat Malaka, kesemuanya bertahan dan masih berdiri pada awal abad XVI, seperti kerajaan Aceh, Lamuri, Arkat dan Perak di pantai Barat Semenanjung Malaya. Dalam kompetisi di antara kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan itu akhirnya factor ekonomi dan politik sangat menentukan mana yang muncul sebagai yang paling berpengaruh. Pada akhir abad XIV Malaka telah berkembang menjadi pusat perdagangan yang paling ramai tidak hanya di wilayah itu saja, tetapi menurut sumber Portugis salah satu pusat perdagangan yang terbesar di Asia. Di situ bertemu pedagang dari tanah Arab, Parsi, Gujarat, Benggala, Pegu, Siam, negeriI Cina pada satu pihak dan pedagang dari Sumatra, Jawa, Maluku dan kepulauan kecil lainnya pada pihak lain.


           
4.      Sistem Pelayaran
Perdagangan ked an dari Malaka sebagai emporium besar di Indonesia sejak awal abad XII sangat tergantung pada system angin yang berlaku di Asia Selatan, Tenggara, dan Timur, Arah angin yang sangat menentukan jalur navigasi yang ditempuh tergantung pada siklus musim panas dan dingin di daratan Asia, khususnya bagi Indonesia pada siklus di Australia. Siklus yang pertama menimbulkan musim barat daya yang menjadi musim pelayaran baik dari Asia selatan ke Malaka. Yaitu dari Januari sampai dengan Maret. Dalam musim panas di daratan Asia angin membalik arah menjadi angin barat daya sehingga sulit berlayar dari Malaka ke pantai Malabar dan Gujarat. Menjelang musim panas kapal=kapal sudah kembali dari Malaka, maka perdagangan dilakukan dalam waktu yang pendek, ialah dari Maret sampai akhir Mei. Pelayaran yang menggunakan angin timur laut pada musim dingin di dartan Asia, yaitu bulan-bulan terakhir tahun lama dan bulan-bulan terakhir tahun lama dan bulan-bulan pertama tahun baru berikutnya dilakukan oleh bangsa Cina untuk mengunjungi Malaka. Waktu cukup leluasa, yaitu kurang dari setengah tahun.

Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam Abad XVI

1.      Kerajaan-kerajaan Islam
Struktur kekuasaan feudal menunjukkan hirarki pyramidal dengan kekuasaan puncak dipegang oleh suzurein, seorang raja yang mempunyai hegemoni di wilayah di mana raja-raja kecil sebagai vasalnya mengakui suzerenitasnya. Selanjutnya vassal itu sendiri masing-masing mempunyai bawahannya atau semacam subvasal, dan seterusnya. Tribut atau upeti mengalir ke atas sedangkan suzeritas member perliondungan terhadap bawahan. Apabila kekuasaan pemegang suzerenitas menjadi lemah atau runtuh kerajaannya, seperti yang terjadi dengan sriwijaya dan maja pahit, maka bekas vaalnya berdiri sendiri dan yang kuat diantara berusanha mendesakkan kekuasaannya kepada bekas vassal lain yang lemah. Desintegrasi kerajaan suzerain mengakibatkan suatu poliferi kekuasaan untuk kemudian mengalami proses integrasi di bawah kekuasaan baru.setelah sriwijaya runtuh timbullah kerajaan-kerajaan kecil, mulai dari pedir, pasai, Tamiang, Siak, Rokan, Indragiri, Jambi, Dan Malaka. Dijawa setelah Majapahit runtuh, berdirilah Tuban, Gresik, Panarukan, Demak, pati, Yunawa, Jepara, Kudus. Pada kelompok pertama tampillah Malaka sebagai yang termuka akan tetapi kemudian jatuh ketangan Portugis. Dalam kelompok kerajaan-kerajaan di Jawa, Demak, Cirebon dan Banten tampak dapat mengkonsolidasikan kekuasaan. Dengan kemunduran perdagangannya, kota-kota perdagangan dan kerajaan-kerajaan tersebut di atas tidak kuat menghadapi kekuasaan yang berpusat di pedalaman dan mempunyai basis pada pertanian

2.      Kerajaan Demak (1518-1550)
Menurut tradisi seperti tercantum dalam historiografi tradisional jawa, pendiri Kerajaan Demak ialah Raden Patah, seorang putra raja Majapahit dan istri dari cina yang dihadiahkan kepada raja Palembang. Sesuai dengan polo umum historiografi babad disini ditunjukkan adanya suatu kontinuanitas dalam genealogi sehingga peralihan kekuasaan dengan demikian dapat disahkan. Dalam tradisi lain, seperti Sejarah Banten dan Hikayat Hasanudin, geneologi juga dikembalikan kepada nenek moyang cina dan penguasa Palembang. Sedangkan Tom Pires menyebutkan seseorang yang berasal dari Gresik. Kalau nama-nama berbeda sekali, sebaliknya tempat asal tidak perlu saling bertentangan. Kemungkinan ada daerah Cina dalam Demak tidak tertutup, lebih-lebih kalau diingat bahwa pada abad XVI ada penghuni di kota-kota pelabuhan yang berasal dari Cina. Berita-berita dari abad XVII dan dari tradisi Jawa Barat memperkuat soal keturunan Cina yang memeluk agama Islam serta berasal dari Gresik. Sebelum mendirikan kerajaan sudah manjabat patih Majapahit.
Mengenai raja kedua, sementara ini sumber-sumber tradisional menyebut nama Cina, cucu atau Sumangsang, sedang pires menyebut Pate Rodin, maka sukar diindetifikasikan. Yang dapat disimpulkan ialah bahwa pada masa penguasa kedua itu Demak sudah dapat berdiri sendiri, bebas dari hegemoni Majapahit.
Sebagai raja Demak ketiga beberapa nama disebut, Pate Rodin oleh Pires, Pangeran Sabrang Lor oleh Serat Kandha, dan Sumangsang oleh tradisi Jawa Barat. Menurut teori Rouffaer, Pate Rodin Sr. adalah Pate Unus seperti yang disebut dalam sumber beberapa Portugis. Menurut Pires, Pate Unus berasal dari Kalimantan Barat Daya dan tergolong orang kebanyakan. Sekitar tahun 1470 dia pindah ke Jepara serta berkedudukan sebagai pedagang. Keterangan ini tidak bertentangan dengan cerita dari Barros yang menyebut Pate Unus sebagai perompak yang telah berhasil dalam perdagangan dan menjadi kaya. Rupanya lewat perkawinan dan pengumpulan pengikut dapatlah dia memperluas pengaruhnya. Pires menyebutkan bahwa dia menggantikan ayahnya, waktu berusia 17 tahun, yaitu pada tahun 1507. Politik ekspansi membuat dia berhadapan dengan bangsa Portugis, dengan perlawanannya berupa serangan besar-besaran terhadap Malaka pada pergantian tahun 1512 ke 1513

3.      Ekspansi Demak

Ekspansi Demak ke Jawa Barat dimulai dengan ekspedisi Syeh Nurullah atau kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, yang berhasil berturut-turut mendirikan kerajaan Cirebon dan Banten. Bersamaan dengan ekspansi itu terjadilah proses Islamisasi daerah-daerah tersebut serta pengmbangan kebudayaan Jawa.
Menurut Babad Pasir daerah Banyumas dan Bagelen masuk lingkungan pengaruh Demak setelah Senapati Mangkubumi masuk Islam, dan beberapa penguasa setempat, antara lain Carang Andul dan Binatang Karya, dapat ditundukkan oleh tentara Demak.
Serangan terhadap Majapahit seperti yang  diceritakan dalam historiografi tradisional belum dapat dipastikan historisitasnya tradisonal belum dapat dipastikan historitasnya, namun secara simbolis sangat penting artinya ialah bahwa keruntuhan Majapahit dipandang sebagai akhirnya periode penting dalam sejarah, tidak hanya dari sudut penglihatan studi sejarah sekarang tetapi juga oleh para historiograf tradisional. Menurut tradisi, tahun kejadian itu ialah menurut candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (1400 A,J atau 1478 A.D.). Kejadian ini diselubungi oleh mitos dan legenda sehingga memerlukan interpretasi tersendiri. Yang penting bagi pengetahuan sejarah ialah bahwa peristiwa itu menurut tradisi telah dipergunakan sebagai caesuur ( garis pemisah) antara Jaman Kuno dan Jaman Baru dalam sejarah Indonesia.
Berturut-turut ditundukkan Wirasari (1528), Gegelang (Madiun) pada tahun 1529. Mendangkung (Medang kamulan atau Blora) pada tahun 1530, Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, Wirasaba, ketiganya pada tahun 1541 dan tahun 1542. Gunung Penanggungan sebagai benteng para elite religious Hindu-Jawa (1543), Mamenag atau Kediri(1549), sengguruh (Malang) pada tahun 1545 dan sebagai sarana terakhir adalah Panarukan dan Blambangan. Menurut satu tradisi disebut bahwa pada tahun 1546 Blambangan ditaklukan, sedang tradisi lain mengatakan bahwa pada tahun itu Sultan Trenggana gugur dalam menyerbu Panarukan.

4.      Kerajaan Cirebon.
Menurut tradisi seperti tertera dalam historiografi tradisional pendiri Kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati. Dalam sumber sejarah Banten namanya ialah Faletehan atau Tagaril. Menurut Pires, ayahnya dari Pate Rodin Sr lah yang mendirikan pemukiman di Cirebon dan Demak ada pelabuhan Losari, Tegal, dan Semarang, ketiganya mengekspor beras. Adalah wajar apabila pada awal abad XVI ada hubungan ramai antara Demak dengan kota-kota itu dan seterusnya pelabuhan-pelabuhan di Jawa Barat sudah mempunyai hubungan dengan Jawa Timur. Waktu itu di Priangan ada Kerajaan Pajajaran dengan pelabuhan Sunda Kelapa di sebelah barat dan Kerajaan Galuh di sebelah timur.
Sumber-sumber tradisional, setengahnya menunjukkan hubungan pendiri Cirebon dengan tokoh-tokoh agama di Jawqa Timur seperti Raden Rahmat, setengahnya hubungan dengan dinasti raja legendaries dari Pajajaran dan Galuh, Aria Bangah, adalah saudaranya.
Dalam mengikuti tradisi Jawa Barat, Nurullah melakukan ibadah haji dan sekembalinya (1524) dari Mekah tinggal di Demak. Di sana ia kawin dengan seorang saudara permpuan Sultan Trenggana.
Tidak lama kemudian Nurullah bertolak ke Banten di mana didirikan pemukiman bagi pengikutnya kaum Muslimin. Sepeninggalan putranya, pangeran Pasareyan, Nurullah yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon, sedang pemerintahan di Banten diserahkan kepada seorang putra lain, Hasanudin.
Sunan gunung jati diganti oleh Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu pada tahun 1570. Selama pemerintahannya dipeliharanya hubungan damai dengan Mataram. Dapat ditafsirkan bahwa mereka itu termasukpotentat local dari golongan gentry. Mereka adalah elite yang berkuasa dan lazimnya mempunyai daerah pengaruh yang melampaui desanya. Dalam jaman Mataram kuno mereka bergelar Rakaia tau Rakyan, dan pada jaman Mataram baru memakai gelar Kyai Ageng tau panembahan : contohnya Kyai Ageng Sela, Kyai Ageng Pamanahan. Rupanya para penguasa itu kemudian mengakui suzereinitas baik Cirebon maupun Mataram, tanpa mengadakan banyak perlawanan; kekecualian dalam hal ini ialah perlayanan Kyai Bocor dan Kyai Ageng Mangir terhadap hegemoni Mataram.

5.      Kerajaan Banten

Pada awal abad XVI di Jawa Barat terdapat pusat kekuasaan yang berkedudukan di Pakuan atau seperti diberitakan oleh Portugis, Dayo, sebagai ibu kota Kerajaan Pajajaran. Hal ini disebut dalam prasasti Sunda kuno dengan tahun 1355 Saka atau 1433 A.D Sumber Portugis menyebut Sunda Kelapa sebagai pelabuhan yang penting, antara lain karena ekspor lada.
Usaha Demak dalam ekspansi ke arah barat berupa pemukiman perintis yang dipimpin oleh Nurullah tersebut di atas. Peristiwa ini terjadi kira-kira pada tahun 1525 dan dapat dianggap sebagai pendirian kerajaan Banten. Dari sini dilakukan ekspedisi ke pedalaman dank e pelabuhan-pelabuhan lain, terutama Sunda Kelapa. Kota ini berhasil ditaklukkan pada tahun 1527. Peristiwa ini menggagalkan usaha bangsa Portugis dibawah pimpinan Henri Leme, untuk perjanjian dengan raja Sunda. Hal ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari kontak yang diadakan pada tahun 1522. Kemenangan Hasanudin di tandai oleh penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Dengan ditaklukkan Jayakarta, Banten memegang peranan lebih penting serta dapat menarik perdagangan lada ke pelabuhan
Menurut historiografi Banten, Hasanudin dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banten. Dia kawin dengan seorang putrid Demak, Ialah putrid Sultan Trenggana, menurut dugaan perkawinan itu terjadi pada tahun 1552. Dari perkawinan itu lahirlah dua orang putra, yang tertua Maulana Yusufdan yang kedua Pangeran Jepara. Yang terakhir disebut demikian karena sebagai menantu Ratu Kali Nyamat kemudian menggantikan sebagai penguasa Jepara.


6.      Peranan Para Sufi dalam Islamisasi

Suatu factor yang turut mendukung proses Islamisasi di Indonesia ialah aliran sufisme atau mistik yang melembaga dalam tarekat-tarekat serta kesastraan suluk di Jawa. Beberapa wali, antara lain Sunan Bonang, Sunan Panggung, dan syeh Siti Jenar, mencampur ajaran Islam dengan mistik, sehingga timbul suatu sinkretisme.
Mereka bersedia memakai unsure-unsur kultur pra-Islam dalam menyebarkan agama Islam. Ajaran Jawa dipertahankan sedang tokoh-tokoh diberi nama Islam, seperti halnya dengan cerita Bimasuci yang disadur menjadi Hikayat Syeh Magribi. Lewat kesastraan suluk dengan mudah diadakan penyesuaaian tentang konsep dan gambaran mengenai hidup yang telah berakar dalam kebudayaan pra Islam. Kalau pada tahap awal proses Islamisasi agama Islam adalah fenomenon Kota, kemudian lewat sufisme dan tarekatnya penyebaran meliputi daerah pedesaan juga. Tarekat-tarekat Kadiriah, Naksibandiah, Syatariyah tersebar luas di Sumatra dan Jawa.
Dalam banyak silsilah tarekat Syatariah terdapat nama Abdurrauf dari Singkel, sebagai salah seorang pemukanya, kemudian termaktublah Abdulmuhlyi dari Sukapura sebagai mata-rantai pertama di Jawa. Dengan mudah dapat dibayangkan bahwa jalan pemencaran tarekat juga mengikuti jalan perdagangannya dan sejak pendudukan Malaka(1511) oleh portugis, sebagian perdagangan itu berpusat di Aceh. Hal ini diperkuat oleh produksi lada dan ekspansi perdagangan yang meliputi kota-kota pelabuhan pantai barat Sumatra. Lewat rute ini pelayaran dilakukan untuk menghindari Malaka.
Penyebaran agama Islam ke Indonesia Timur juga melalui hubungan perdagangan, untuk daerah Maluku khususnya ialah melalui hubungannya dengan Jawa. Gresik dengan Sunan Girinya rupanya merupakan pusat penyebaran itu. Sejak abad XV Sulawesi Selatan di Islamkan konon oleh Dato’n’ Bandang dari Minangkabau. Pengaruh Lingga-Riau sangat besar di Kalimantan Barat dan daerah Lampung, dari Makassar tersebarlah Islam ke kepulauan Nusa Tenggara.

7.      Kedatangan Bangsa Portugis dan Perlawanan Terhadapnya

Kedatangan bangsa portugis sebagai orang Pranggi tidak dapat dipandang terlepas dari konteks perkembangan system dunia yang semakin meluas sebagai akibat ekspansi Barat sejak akhir abad XV. Lagi pula hubungan ekonomis dan politik bangsa barat,  khususnya bangsa Portugis, dengan bangsa-bangsa timur, khususnya bangsa-bangsa Timur Tengah tidak terlepas p[ula dari dampak Perang Salib.
Dipandang dari sudut penglihatan itu bangsa barat dengan sikap religious dalam Abad Pertengahan melihat orang Moor sebagai musuhnya maka harus diperangi (Moor adalah sebutan bagi kaum muslimin, terutama dari timur-tengah dan afrika utara). Lagi pula persaingan perdagangan akan mempertajam konflik. Konfrontasi itu diperhebat pula oleh usaha Kristioanisasi yang dilakukan oleh misionaris yang mengikuti jejak ekspedisi Portugis.
Setelah Malaka jatuh ketangan Portugis pada bulan Agustus 1511, Sultan Mahmud tidak henti-hentinya melakukan serangan terhadap Malaka. Untuk menghadapi Sultan Mahmud it, Albuquerque berusaha membuat persahabatan dengan raja Kampar dan Pasai. Di dalam kota Malaka sendiri terdapat unsure-unsur penduduk, antara lain koloni Jawa yang besar, yang bersikap bermusuhan terhadap Portugis. Pada akhir 1512 seorang pemukanya Pate Kadir, bersengkongkol dengan laksamana Sultan Mahmud, Hang Nadin, untuk menyerang Malaka./ Usaha itu dapat ditahan, akan tetapi serangan yang lebih hebat dating dari Pate Unus, penguasa Jepara yang dating dengan bala tentara sebesar sepuluh sampai dua belas ribu orang. Tepat pada malam tahun baru 1512/1513 dilakukan serangan terhadap Malak. Oleh karena itu bantuan dari bangsa Melayu tidak dating, Pate Unus terpukul mundur. Pada pertengahan 1514 Kampar diserang oleh Lingga yang rupanya dapat mengepungnya. Albuquerque hendak membantu Kampar, akhirnya dapat dibebaskan. Sementara itu dikirimkan utusan raja Siak dan Minangkabau untuk membuka hubungan perdagangan dengan Portugis

8.      Perlawanan terhadap Bangsa Portugis di Maluku

Pada akhir 1512 Albuquerque mengirim ekspedisi ke daerah Maluku dan seanteronya, antara lain ke kepulauan Aru, Ambon dan Banda. Ekspedisi kedua menuju ke Ternate dan Tidore, dimana oarng-orang Portugis diterima oleh para sultan dengan ramah. Ekspedisi ketiga baru dilakukan pada tahun 1518.
Diantara kerajaan-kerajaan di Maluku yang menonjol ialah Ternate, Tidore, Jilolo, dan Bacan. Mengenai hubungan antara kerajaan-kerajaan itu sejak kuno ada polarisasi yaitu kelompok Ulilima dan Ulisiwa. Yang pertama ada dibawah Ternate, sedangkan yang kedua di bawah Tidore. Kecuali factor itu ada factor agama yang turut menentukan corak hubungan dengan Portugis, ialah bahwa sejak abad XV ternate sudah menjadi kerajaan Islam. Sementara Tidore dengan Ulisiwanya tidak masuk Islam, suatu keadaan yang sering mempertajam konflik. Karena rivalitas itu maka sejak semula terdapat ketegangan. Bangsa Spanyol diterima dengan baik oleh sultan Almansur, terutama karena merasa dikemudian kan oleh Portugis yang terlebih dahulu singgah di Ternate.
Campur tangan Portugis dalam soal-soal intern kerajaan membawa mereka terlibat dalam pertikaian politik antar kerajaan, pada umumnya lebih merugikan dari pada menguntungkan. Lagi pula kecurigaan dan kebencian rakyat terhadap bangsa Portugis menjadi-jadi
Pada tahun 1530 terungkapkan komplotan untuk membinasakan bangsa Portugis. Janda Sultan Bajangullah dan Taruweh, keduanya wali dari Pangeran Ayalo, bekerja sama untuk menumpas bangsa Portugis. Setelah Taruwes tertangkap, permaisuri sultan tersebut melarikan diri ke Tidore. Ayola dipenjara dan seorang bernama Kaisyal Hatu diangkat sebagai raja. Ini menyebabkan rakyat ternate merasa tidak puas. Pada tanggal 27 mei 1531 para pemberontal melancarkan serangan dan membunuh panglima Portugis. Kemudian Ayola dibebaskan, tetapi rakyat menghendaki saudara lelakinya, Taburaja.
Bahwasanya Ayola mempunyai dukungan penuh dari rakyat terbukti dari pemberontakan pada tahun 1534 yang dilakukan oleh rakyat Ternate dibawah pimpinannya. Pemberontakan itu dimulai oleh para raja Maluku, di antaranya raja Bacan yang menjadi salah seorang pelopornya. Dimana-mana bangsa Portugis diserang, baru pada akhir tahun 1536 datanglah Galvao yang berhasil memadamkan pemberontakan dan memulihkan ketertiban.

9.      Struktur Kekuasaan
Abad XVI menyaksikan munculnya kerajaan-kerajaan baru di medan sejarah terutama di Jawa, sedang di Sumatra ada beberapa diantaranya yang telah mengalami perkembangan dalam abad XV ataupun XIV. Sebagian besar kerajaan-kerajaan itu lazim disebut sebagai kerajaan Islam, sedang beberapa di daerah pedalaman masih bersifat Hindu. Perkembangan kerajaan Islam di daerah Maluku, Sulawesi Selatan, dan lain-lain daerah mulai tampak dalam abad XVI juga. Sementara itu masih terdapat kerajaan-kerajaan yang bereksistensi terus dengan memeakai system tradisonal pra Islam
Pada periode tersebut diatas, waktu proses proliferasi telah berjalan selama satu abad lebih disekitar Malaka dan kira-kira setengah abad di Jawa, wilayah kerajaan umumnya terbatas, seperti Pasai, Siak, Malaka, Gresik, Tuban, Demak. Di samping itu banyak terdapat kerajaan tribal yang lebih terbatas lagi. Justru dalam abad XVI berlangsunglah proses konsentrasi kekuasaan dengan perjuangan kekuasaan. Seperti dilihat di atas perebutan hegemoni menjadi konpleks sifatnya dengan terlibatnya factor Portugis.
Konsep kekuasaan raja seperti tercantum dalam beberapa Serat dilingkungan kebudayaan Jawa, menunjukkan bahwa pribadiraja adalah sacral dan penuh charisma. Menurut Niti Sastra raja adalah unsure mutlak untuk menjamin ketertiban dalam suatu masyarakat. Lagi pula kedudukan raja ada diatas hokum. Di dalam Niti Praja raja diumpamakan dalang sedangkan rakyat adalah wayangnya. Ada wewenang penuh dari raja terhadap rakyat meskipun perlu mendapat pengarahan dari hokum. Hal ini cocok dengan ajaran dalam Wulang Reh dimana raka berkuasa atas hidup mati dan sandang pangan rakyat. Kedudukan raja itu telah dikehendaki Tuhan, yaitu uberkuasa diseluruh negaranya. Tidakmengindahkan perintahnya berarti mengabaikan Tuhan.
Prinsip ini sesuai dengan ajaran dalam Serat Sewaka yang mengatakan bahwa sesuatu perlu diterima dari raja sebagai restu. Selanjutnya  Serat Surya Ngalam menentukan bahwa tampil dihadapan raja tanpa menerima panggilan dapat dikenakan hukuman mati. Lebih lanjut Surya Ngalam mencantumkan kewajiban raja untuk menegakkan keadilan, memperhatikan kepentingan rakyat, lagi pula kepentingan raja tidak terpisag dari kepentingan mereka.
Dalam konsepsi Jawa tentang raja seperti termuat dalam Surat Manu, raja adalah mahkluk yang lebih tinggi dari pada rakyat, bahkan dianggap dewa berwujud manusia; kehendaknya menciptakan adat atau hokum, namun apabila raja melalaikan kewajibannya namanya akan jatuh dimata rakyat, bahkan juga diturunkan dari tahta.
Suatu unsur dari prinsip kerajaan yang berakal pada tradisi kuno ialah wahyu atau palung, yang lazim digambarkan sebagai segumpal sinar yang turun pada orang yang sebagai segumpal sinar yang turun pada orang yang  menerimanya. Di dalam kepercayaan rakyat yang hidup sejak zaman Ken Arok dan Panembahan Senopati, penerima pulung mendapatkan legitimasi untuk menjalankan kekuasaan serta kepimpinannya. Otoritasnya bersifat kharismatis seperti apa yang tercantum dalam konsep kekuasaan pada Max Weber. Selama pulung ada di keratin, para raja berhak menjalankan pemerintahannya dan menduduki tahta kerajaan.
Kekuasaan raja sering bersumber pada soal keturunan, maka silsilah raja berfungsi sebagai dasar legitimasi otoritasnya. Raja-raja Mataram mengembalikan silsilahnya kepada Majapahit terus jatuh ke masa mitis bersambungan dengan dunia mistis “ zaman purwa” dari epos Mahabarata dan Baratayuda dan berakhir pada para nabi. Hubungan dengan Majapahit juga dijumpai dalam Kronik Banjarmasin dan Kronik Kutai. Sejarah Melayu melacak kembali ke zaman Iskandar  Zulkarnain. Ada pula genealogi yang kembali ke sumber mitologis, sepert9i yang terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai, Kronik Banjar masin, Kronik Wojo, dan Lain-lain. Beberapa kerajaan baru di Jawa seperti Demak, Cirebon dan Banten melacak Genealogi rajanya kembali ke wali sebagai sumber charisma baru dan khususnya sesuai dengan politik baru.

1 Kekuasaan Duniawi dan Kekuasaan Rohani

Didalam system politik kebudayaan Melayu-Polinesia atau dari masa pra-Hindu-Jawa kekuasaan tertinggi sering bersifat dualistis, atau unsure rohani. Di Timur pada suku Atoni dikenal perwujudan dualism itu dengan adanya dua raja; yang seorang mempunyai kekuasaan duniawi dan yang lain kekuasaan rohani, Dimataram setiap Raja dianggap berpermasurikan Nyai Lara Kidul, dewi dari lautan Selatan-suatu mitos yang berfungsi untuk melegitimasikan otoritas raja Mataram
Pada zaman Hindu-Jawa, dengan kultus dewaraja, raja menjadi salah satu unsure dalam tritunggal dewa-puruhito-raja; disini dewa diwujudkan oleh lingga.
Sejak Islamisasi paraq raja tidak hanya memakai gelar sultan(1613), tetapi juga mengangkat dirinya sebagai Khalifah atau kalipah, jadi sebagai penguasa kaum muslimin dan muslimat. Untuk Surakarta dan Yogyakarta masih ada tambahan gelar Panatagama atau pengatur agama. Raja-raja Melayu sering memakai gelar Syah, seperti gelar-gelar Raja Parsi. Dari gelar-gelar tersebut di atas dijelaskan bahwa baik kekuasaan duniawi maupun rohani dicakup dalam tangan raja. Gelar Sunan sebagai singkatan dari Susuhunan dari para wali kemudian juga disandang raja-raja Mataram, Surakarta, Palembang, dan Kutai. Pada umumnya di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Ternate, Sumba, dan Banten, gelar-gelar Sultan-lah yang dipakai para raja. Beberapa di antaranya juga memakai gelar Khalifatullah seperti sultan Tidore, Kutai, Pasir. Disamping itu timbullah pula tradisi memakai gelar dan nama Arab, kesemuanya dimaksud untuk menambah kewibawaan sultan di mata rakyat.
11.  Lambang-lambang Kekuasaan

Setiap raja memiliki sejumlah benda-benda yang dianggap sacral atau keramat yang melambangkan kebesaran dan kekuasaan raja. Dikerajaan Melayu disebut Alat Kerajaan atau Kebesaran. Di jawa Upacara; di Makassar Kalompuang atau Anjang. Sebagai pusaka itu turun dari surge. Pusaka dianggap penuh kekuatan magis yang dapat mempengaruhi keadaan kosmos, dapat mengembalikan kleseimbangannya dengan menology berbagai bahaya, seperti wabah, bencana alam atau gejolak mayarakat. Pusaka diwarisklan turun temurun. Di Sulawesi Selatan ada kepercayaan, bahwa pusaka itu, ialah Gaukang, adalah pencipta kerajaan. Raja adalah penjaganya dan harus seorang keturunan dari pemiliknya yang semula. Pada hakekatnya pemilikan pusaka member kekuasaan kepada raja, seperti halnya di Jambi
Di kerajaan Jambi pusakanya berupa keris dan pucuk tombak, di Indragiri paying, tempat sirih, macam-macam benda perak, alat cermin dan sebagainya.Upacara atau Ampilan di kerajaan Surakarta atau Yogyakarta berjumlah 26 macam benda, diantaranya sawung-galing (ayam jantan), kipas, tembakau, tongkat jalan dan sebagainya.

12.  Hirarki dalam Kerajaan
Raja yang berkedudukan sebagai penguasa tertinggi (wisesa) di bantu oleh seorang (maha) mantra atau patih. Bersama dengan panglima, bendahara, dan muhibir mereka berempat merupakan tempat tiang yang mendukung raja. Di kejawen patih di bantu   oleh Bupati-bupati  Nayaka. Mereka lazimnya juga merupakan suatu dewan penasehat raja, di kerajaan Melayu dewan itu disebut Rapat atau Kerapatan yang terdiri atas Mantri raja, orang besar dalam, ialah pembesar kerajaan dan orang-orang kaya.
Dengan perkembangan system politik yang berjalan bersama-sama dengan perluasan wilayah, maka struktur pemerintahan serta hirerarkinya menjadi lebih konpleks seperti halnya dengan struktur kerajaan Aceh yang tercantum dalam Adat Mangkota Alam. Tertera di dalam nya jabatan panglima sebagai kepala segi.

Perluasan kekuasaan Aceh – Mataram – Makassar (1600 – 1700)

1. Perkembangan pedagangan sekitar tahun 1600
Dengan bangsa portugis bercokol kokoh dimalaka dan berhasil menggagalkan semua serangan dari johor, aceh, dan jawa. Peranan ,malaka selakupusat perdagangan pulih kembali akan tetapi hanya sebagian, oleh karena pedagang muslimin berusaha menghindarinya. Oleh karena itu, aceh disatu pihak dan banten di lain pihak muncul untuk menggantikan peranan sebagai pusat perdagangan. Kecenderungan ini diperkuat oleh pasaran produk baru yang semakin banyak permintaannya yaitu lada. Dalam abad ke XVII perdagangan lada akan memegang peranan utama serta menjadi faktor penentu penggeseran pusat perdagangan serta perubahan perbandingan kekuasaan di Indonesia bagian barat.
Sejak jatuhnya malaka pada tahun 1511 ke tangan portugis, aceh berusaha menarik perdagangan internasional dan antar kepulauan nusantara. Salah satu jalan menghancurkan malaka dan johor adalah mencoba menguasai pelabuhan-pelabuhan pengekspor lada dan pelabuhan transito. Jambi adalah pelabuhan pengekspor lada yang banyak dihasilkan di daerah pedalaman seperti di minangkabau dll, salah satu ketergantungan jambi ialah raja pagarruyung yang berkuasa di minangkabau sebagai penghasil lada.

2. Kedatangan belanda dan kegiatan VOC
Pada bulan maret 1602 disahkan oleh staten-generaal republik kesatuan Tujuh Provinsi berdasarkan suatu piagam yang member hak eksklusif kepada perseroan untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan dikawasan antara tanjung harapan dan kepulauan salomon. Pimpinan perseroan Vereenidge Oost Indische Compaqnie terdiri atas tujuh belas anggota yang disebut heeren zeventien. Tujuan VOC untuk menguasai perdagangan di Indonesia dengan sendirinya membangkitkan perlawanan pedagang pribumi yang merasa langsung terancam kepentingannya. Meskipun banyak tantangan, belanda berhasil mendirikan faktorai di Aceh (1601), Patani (1601), Gresik (1602), johor (1603).
Sejak awal belanda melihat bahwa dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian barat, fungsi suatu tempat tersimpulnya jalur-jalur perdagangan sebagai pusat pemasaran strategis sangat penting, terbukti dari kedudukan di malaka, johor dan banten. Alasan utama dipilihnya Jakarta karena terletak di daerah paling lemah kedudukannya, sedang malaka belum terebut dari tangan portugis, begitu pula johor keadaan strategisnya sangat lemah.

3. Politik perdagangan VOC

Waktu VOC mulai kegiatannya di Indonesia dihadapinya suatu dunia perdagangan internasional dengan sistem terbuka. Dalam menghadapi sistem itu maka VOC dalam usahanya menguasai perdagangan rempah-rempah, menduduki kedua baris itu, Maluku dahulu malaka kemudian dan juga ditemukan alternatif pengganti malaka yaitu Batavia. Dari semula VOC kesusahan dalam usahanya menerobos sistem perdagangan yang berlaku, dengan kontrak-kontrak hendak diperoleh monopoli namun selama tidak ada dukungan kekuatan politik, tidak dapat berjalan pelaksanaannya. Dikalangan VOC sendiri banyak yang menentang penggunaan kekerasan.
Politik monopoli VOC ternyata tidak menjamin adanya keuntungan yang besar, sebaliknya kondisi perdagangan di eropa pada periode awal VOC beroperasi terbukti menunjukan pasaran rempah-rempah yang membanjir sehingga merosotkan harga penjualan disana. Kemudian kira-kira pada pertengahan abad XVII plotik VOC di banda mengakibatkan kemerosotan produksi rempah-rempah sehingga sangat menyusut volume perdagangannya.

4. Peranan pedagang cina

Dalam sistem perdagangan terbuka pada abad XVI peranan pedagang Indonesia dan pedagang asia bersifat komplementer yaitu dimana saling bertalian erat dengan saling ketergantungan antara perdagangan rempah-rempah, bahan makanan dan komoditi lainnya. Meskipun perdagangan cina sebagian besar menuju ke Manila tetapi peranannya di Indonesia pada masa itu cukup menonjol. Pengaruh cina di banten cukup besar oleh karena ada diantaranya yang menduduki jabatan resmi dalam kerajaan dalam administrasi, pemegang pembukuan perbendaharaan raja, tukang timbang, juru bahasa dan sebagainya. Selain itu perdagangan cina belum dapat diberantas sama sekali oleh VOC karena VOC masih membutuhkan komoditi yang didatangkan dengan kapal mereka. Dalam hal ini ternyata politik VOC terhadap perdagangan cina berubah-ubah dan disesuaikan dengan situasi tertentu.

5. Kerajaan aceh pada abad ke XVII

Iskandar muda (1607 – 1636) yang dalam tradisi aceh juga disebut marhum mahkota alam, melanjutkan politik ekspansi raja-raja sebelumnya. Kecuali untuk memegang hegemoni politik dan bersamaan dengan itu dominasi ekonomi dari Sumatra utara dan wilayah sekitar selat malaka, menurut bustanussalatin, dia yang mengembangkan kehidupan beragama islam di Aceh, antara lain dengan membangun banyak masjid serta melakukan perang jihad terhadap kaum kafir.

Pada taun 1612 ditaklukanlah deli, pada tahu berikutnya johor diserang, dan pada tahun 1614 bintan mendapat giliran. Selanjutnya secara berurutan dengan selang waktu tertentu ditaklukan pula Pahang (1618), kedah (1619), dan nias (1624/1625). Pada masa pemerintahan iskandar muda ada pengaruh kuat dari aliran sufi yang dipimpin oleh samsudin as-samatrani yang mendapat kesempatan leluasa memencarkan ajarannya. Politik ekspansi iskandar muda tidak menyimpang dari garis yang diikuti para raja aceh sebelumnya.

6. Hubungan diplomasi dan perdagangan

Dalam hikayat aceh telah disebutkan adanya perutusan dari dan ke negeri-negeri asia, seperti kamboja, campa, ciangmai, lamer, pashula dan cina. Karena ekspansi aceh ke semenanjung melayu maka pihak siam sudah barang tentu langsung berkepentingan, mengingat bahwa di masa sebelumnya telah ada pula gerakan ekspansi siam ke selatan. Disini kedua kekuasaan dapat saling berhadapan dalam perebutan suasana pengaruh.
Pada tahun 1582 telah dikirim perutusan dari aceh ke Istanbul (turki) oleh sultan Alauddin Rakyat Shah. Tujuannya ialah mengadakan pertukaran perwakilan dan kerjasama. Kecuali berkali-kali kontak dengan bangsa portugis, aceh dalam abad XVII juga memperoleh kontak dengan bangsa petinggi lainnya yaitu prancis, inggris dan belanda.
Iskandar thani naik tahta pada tahun 1636 dan bernama lengkap alaudin mugayat shah. Menurut bustanussalatin, iskandar thani sangat mendorong kehidupan beragama dan membangun tempat beribadah, antara lain mesjid baitulmasjid. Suatu usaha meracun dia gagal karena diketahuinya adanya rasa yang aneh. Dia terkenal sebagai orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, seperti mengampuni bangsa portugis yang menipunya dan mengampuni orang yang hendak melarikan kapalnya.
Dalam politik agamanya iskandar thani melarang dan memberantas semua penyimpangan agama islam, direstorasinya kedudukan nuruddin, maka golongan mistik penganut samsuddin dari passai dan abdurrauf dari singkel ditekan. Dengan demikian ditegakkanlah ajaran ortodoks.


7. Makassar : perkembangan perdagangan dan politik ekspansi

Kalau pada satu pihak lokasi Makassar dengan pelabuhannya yang baik sangat menarik sebagai stasiun dalam pelayaran antara Maluku dan malaka maka pada pihak lain kemunduran pelabuhan jawa mendorong perkembangannya yang pesat pada bagian kedua abad XVII. Pada dasawarsa kedua abad XVII pedagang prancis dan Denmark juga muncul di Makassar.

8. Ekspansi kerajaan goa sejak tahun 1600

Antara kedudukan kerajaan kembar goa dan tallo selaku pusat kekuasaan politik dan peranan Makassar sebagai pusat perdagangan ada saling ketergantungan, perdamaian dan keamanan yang ada di Sulawesi selatan dibawah hegemoni goa dan tallo memungkinkan perkembangan perdagangan di Makassar dan sebaliknya perdagangan internasional yang tertarik kesana membawa banyak kekayaan. Kedudukannya sebagai pelabuhan transito sangat tergantung pada aliran rempah-rempah dari Maluku, seram dan ambon dan pada produksi beras serta bahan makanan lain yang dibutuhkan untuk bekal pelayaran, maka dari itu politik ekspansi Goa-Tallo dan perkembangan sejarah kawasan Indonesia Timur sangat ditentukan oleh kedua faktor tersebut.

9. Pertentangan antara goa dan bone

Waktu pertentangan mengenai monopoli perdagangan antara Goa dan VOC meruncing maka sultan hasanudin mengambil dua langkah :

1) Membuat ketat pengawasan terhadap bone

2)Mengerahkan tenaga kerja untuk memperkuat pertahanan Makassar.
Rupanya persiapan perang dilakukan mengingat gelagatnya konfrontasi tidak akan dapat dihindari lagi. Sejak bone untuk kesekian kalinya ditaklukan oleh goa pada tahun 1644 tobala diangkat sebagai kepala sedang banyak bangsawan dipindahkan ke goa, antara lain la tenriaji, tosenrima, arung kung, daeng pabila, dan seorang pemuda, arung palaka
.
10. Akhir perang hegemoni dan awal konfrontasi lawan VOC

Setelah bone untuk kesekian kalinya dapat ditundukan lagi dan Sulawesi selatan dibawah hegemoni goa dapat dipasifkasikan, perhatian goa diarahkan kepada lawan utamanya ialah VOC. Ada beberapa faktor politik yang kurang menguntungkan goa, yaitu :
1) Faksionalisme di kalangan bangsawan Goa-Tallo

2) Persaingan ternate untuk menguasai Sulawesi utara, butung, dan beberapa kepulauan lain
3) Kontingen pengungsi bugis di Batavia
Dalam menghadapi tekanan-tekanan politik dari luar, didalam kalangan para bangsawan sendiri timbul kelompok-kelompok yang bertentangan. Karaeng sumanna didukung oleh empat anggota dari bate salapang ialah galarang mamangsa, tombong, gontamannang dan sanmata, sangat berpengaruh di istana. Dalam pertentangan yang timbul antara karaeng tallo dan karaeng karunrung, kelompok tsb diatas mendukung karaeng tallo. Salah satu sebabnya yaitu karaeng sumanna membenci karaeng karunrung. Meskipun sultan hasanudin lebih menyukai karaeng karunrung tetapi tetap saja memutuskan untuk membuangnya. Sementara faksionalisme reda. Tetapi kemudian akan berkobar lagi waktu karaeng karunrung kembali ke goa.

11. Perang Makassar (1660 – 1669)

Hubungan Makassar dengan VOC mau tak mau berkembang menjadi rivalitas, karena tujuan VOC untuk memegang monopoli perdagangan langsung bertentangan dengan prinsip sistem terbuka, suatu hal yang menjadi kepentingan Makassar selama berkedudukan sebagai pusat perdagangan dengan hegemoni politik sebagai dukungannya. Konflik semakin memuncak sejak tahun 1660 dengan adanya faktor-faktor lain :
1) Pendudukan benteng pa’nakkukang oleh VOC dirasakan sebagai ancaman terus-menerus terhadap Makassar.

2) Peristiwa de walvis pada tahun 1662, waktu meriam-meriam dan barang-barang muatannya disita oleh pasukan karaeng Tallo, sedang tuntutan VOC untuk mengembalikannya ditolak.

3) Peristiwa kapal leeuwin (1664) yang terkandas di pulau don duango dimana anak kapal dibunuh dan sejumlah uang disita.
Untuk menghadapi kemungkinan pecahnya perang dengan belanda, sultan hasanudin pada akhir oktober 1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya. Disamping itu para vassal, bima, Sumbawa dan butung diperintahkan mengirim tenaga untuk pasukannya. Meskipun sultan hasanudin dan kelompok besar bangsawan lebih suka berpolitik damai, ada partai perang dibawah pimpinan karaeng popo.

12. Jalannya perang (desember 1666 – juni 1669)

Angkatan perang VOC yang berangkat pada tanggal 24 november 1666 dari Batavia tiba dipelabuhan makassar pada 19 november. Berdasarkan instruksi dewan VOC di Batavia segera dikirim ole speelman utusan untuk menyampaikan surat kepada karaeng Goa berisi tuntutan agar diberikan penggantian dan dipenuhi tuntutan VOC secara memuaskan. Tuntutan itu disertai ancaman bahwa sikap dendam akan dihadapi dengan kekerasan. Tuntutan itu ditolak oleh sultan hasanudin, yang hanya bersedia memberi ganti rugi apa yang diderita oleh VOC. Karena kegagalan itu, speelman kemudian memerintahkan untuk melakukan pemboman terhadap Makassar, sekadar untuk melakukan intimidasi.
Jalannya perang dipengaruhi juga oleh faktor iklim, suatu faktor yang sejak awal diperhitungkan oleh pihak VOC. Sehubungan dengan itu serangan terhadap Makassar ditunda sampai musim hujan reda. Dikuatirkan bahwa dalam musim itu pelabuhan Makassar kurang aman bagi kapal-kapal. Antara tahun 1666-1669 selama tiga musim hujan, ternyata tidak banyak dilakukan operasi perang.
Konflik bersenjata yang berkobar antara munculnya angkatan perang VOC dipelabuhan Makassar dan jatuhnya somboapu ditangannya merupakan konflik besar kedua yang dialami VOC dalam menjalankan penetrasi di nusantara. Berbeda saat konfrontasi dengan mataram (1627-1629) kali ini peranannya lebih ofensif.
VOC tidak hanya berhasil merebut monopoli perdagangan tetapi juga menempatkan kekuasaan politiknya sebagai pemegang suzereinitas di kawasan nusantara. Struktur kelembagaan politik dipertahankan tetapi pengawasan dan pembatasan hubungan ada ditangan VOC. Tujuan pokok hegemoni tetap ekonomis, yaitu memegang monopoli perdagangan. Semua perjanjian yang dipaksakan kepada kerajaan-kerajaan mencerminkan tujuan tersebut.

13. Kesudahan konfrontasi : perjanjian dan pendudukan (1669)

Antara gencata senjata 6 November dan penandatanganan perjanjian diadakan pertemuan antara kedua pihak, antara speelman dan sultan hasanudin tercapailah persetujuan bahwa dari pihak Makassar karaeng karunrung bertindak sebagai wakilnya sedang dari pihak VOC, speelman sendiri. Perundingan dilakukan dalam bahasa portugis. Adapun tuntutan yang diajukan oleh speelman terdiri atas 26 butir. Ada sekitar 10 butir yang langsung menjadi kepentingan VOC, baik dibidang politik, militer maupun ekonomi. Butir-butir tersebut mencerminkan tujuan utama VOC untuk memegang monopoli di Makassar serta memperkuat kedudukan, politik, dan militernya baik di Makassar maupun di Indonesia timur.

14. Kerajaan jambi

Di wilayah Indonesia bagian barat proliferasi perdagangan selama abad XVI akhirnya menimbulkan kecenderungan ke arah konsentrasi dibeberapa pusat lagi, yaitu aceh, johor, jambi, Palembang dan banten. Disamping itu malaka dengan strategi portugis masih cukup menarik perdagangan dari wilayah Indonesia bagian timur, Kalimantan selatan dan jawa. Jambi muncul sebagai pengekspor lain yang penting karena daerah pedalamannya sampai minangkabau adalah penghasil lada besar. Secara politis pernah masuk suasana pengaruh demak dan kemudian mataram, suatu status politik yang dapat berfungsi sebagai perisai terhadap ekspansi banten yang telah sangat berpengaruh di Palembang. Disebelah utara, jambi menghadapi bahaya ekspansi dari aceh. Setelah kedah, perak, Pahang dan johor ditaklukannya, kemudian tiku dan priaman di pantai barat Sumatra sudah ditundukan pula, maka ada ancaman langsung terhadap jambi. Baik pihak portugis maupun VOC sama sekali tidak menghendaki jambi jatuh ke tangan aceh. Pada satu pihak jambi adalah pelabuhan ekspor lada pada pihak lain menjadi pengimpor beras dan garam, maka masih ada ketergantungan ekonomis kepada jawa (demak – mataram) masih kuat selama bagian pertama abad XVII.

15. Perang hegemoni antara jambi dan johor

Meskipun berkali-kali menghadapi serbuan aceh dan portugis, johor tetap berdiri tegak bahkan dalam abad XVII masih berusaha melakukan ekspansi. Dalam hal ini peranan orang kaya dan orang laut sangat besar, yang pertama karena kekayaannya dan pengaruhnya dalam dunia perdagangan sedangkan yang kedua karena memiliki seni perang dan navigasi. Dalam periode bagian pertama abad XVII kedudukan ekonomis jambi yang kuat menempatkannya sebagai saingan utama johor. Lagipula status jambi sebagai vassal mataram merupakan faktor penghalang ekspansi johor.
Johor mendekati VOC untuk memperoleh dukungannya apabila diserang. Selama perang terjadi serangan-serangan dan pertempuran antara lain pada tahun 1669 jambi mengalahkan johor, setahun kemudian jambi menyerang tungkal dan Indragiri, kesemuanya tidak menentukan. Kedua pihak cenderung sekali untuk mengadakan perdamaian dengan perantara belanda. Perundingan pada tahun 1673 gagal oleh karena sultan abdul jalil menuntut penyerahan jambi. Akhirnya pada bulan april 1673 angkatan perang jambi dibawah pimpinan pangeran dipati anom, menyerang johor, johor lama dihancurkannnya, dan sultan beserta keluarga istananya terpaksa melarikan diri ke Pahang.

16. Banten dalam abad XVII

Peranan banten sebagai pusat perdagangan yang menonjol dapat dilacak kembali ke jatuhnya malaka (1511) ketika dalam mencari pusat baru pedagang mengalihkan kegiatannya ke aceh dan banten. Kecuali itu ekspor ladanya cukup menjadi daya tarik kuat, sampai-sampai portugis sendiri juga mengadakan hubungan dagang dengan banten. Pada akhir abad XVI banten menjadi salah satu tempat pelarian pedagang dari pesisir jawa tengah dan jawa timur yang berusaha menghindari cengkeraman mataram. Banten akhirnya juga menghadapi ancaman ekspansi mataram dan dua kali diserang (1597-1599). Di front lain kedua kekuatan itu juga berkonfrontasi ialah di Palembang yang menurut tradisi adalah vassal dari mataram. Ekspansi banten lewat lampung akhirnya juga menyerang Palembang.
Letak banten didekat selat sunda sebagai pintu gerbang alternatif bagi pelayaran dari barat menguntungkan perdagangannya karena menarik banyak pedagang barat sejak awal abad XVII. Pengangkutan rempah-rempah dari Maluku ke banten terutama diselenggarakan oleh pedagang jawa yang telah mempunyai tradisi lama dalam pelayarannya ke daerah rempah-rempah itu.
Oleh karena banten menjadi pelabuhan terminal pelayaran dari jurusan utara, khususnya cina maka tidak sedikit pedagang cinanya dan mereka sangat besar pengaruhnya. Banten tidak luput dari ancaman agresi mataram, Palembang menjadi titik pusat pertemuan dimana kedua kekuasaan itu berbentrokan. Dalam bulan November 1633, pecahlah perang antara banten dan VOC. Orang-orang banten beroperasi dilaut sebagai perompak dan didaratan sebagai perampok sehingga memprovokasi VOC untuk melakukan ekspedisi ke tanam, anyer dan lampung.

17. Pantai barat Sumatra dan minangkabau

Selama bagian pertama abad XVII sepanjang pantai barat Sumatra sebagai penghasil lada ada dibawah hegemoni aceh. Meskipun ada tradisi lama di Sumatra barat bahwa para raja dan penguasa daerah mengakui suzereinitas kerajaan minangkabau. Selama masa kerajaannya aceh dapat mendesak pengaruh johor, jambi, Palembang, banten dan portugis. Jaatuhnya malaka ditangan belanda (1641) menghadapkan aceh langsung bertatap muka dengan johor dan belanda, keduanya beraliansi untuk menjatuhkan aceh. Tidak mengherankan kalau beberapa tahun kemudian belanda berhubungan dengan aceh yaitu, waktu sultan tadjul alam memerintah. Para orang kaya di aceh sangat berkuasa itu mempertahankan monopoli aceh dipantai barat maka menentang setiap tuntutan VOC.
Dasar hubungan-hubungan ekonomis dan politik antara kerajaan-kerajaan dengan VOC diletakkan dalam perundingan-perundingan yang dilakukan oleh VOC dalam ekspedisinya pada tahun 1664. Ekspedisi van gruys (1666) menghadapi perlawanan indrapura dari raja adil yang menentang raja mulafarsyah dan raja sulaiman. Ekspedisi verspreet bertujuan untuk mematahkan perlawanan barisan aceh dan pendukungnya. Khususnya yang bertahan di pauh dan ulakan.

18. Banjarmasin dalam abad XVII

Ekspansi jawa dalam abad XVI meliputi juga kelimantan selatan dan barat daya. Suzereinitasnya diakui di Banjarmasin beserta vasal-vasalnya, ialah kotawaringin, sukadana dan lawe. Pada tahun 1636 kerajaan Banjarmasin mempunyai suzereinitas atas landak, sambas, sukadana, kotawaringin, mendawai, pulau laut, dan seluruh pantai timur termasuk kutai pasir dan berau. Pada awal abad XVII Banjarmasin mengalami banyak perpecahan intern yang disebabkan oleh konflik dinasti. Golongan pro-inggris, yang terdiri atas pangeran adipati anom, raja itam dan raja mempawa, bertentangan dengan raja Banjarmasin yang bersikap pro-belanda. Karena kekuasaan pusat lemah maka gerakan memusuhi belanda tidak dapat dikendalikan, praktis timbul situasi perang melawan VOC.
Setelah utusan VOC terbunuh pada tahun 1606, empat tahun kemudian (1610) terjadi lagi pembunuhan di sambas. Sebagai tindakan balasan Banjarmasin dihancurkan oleh ekspedisi VOC, sehingga pusat kekuasaan pindah ke martapura.
Oleh Karena perdagangan lada menjadi lebih ramai. Lagi pula pedagang inggris memindahkan kegiatannya dari banten ke Banjarmasin antara lain dengan mendirikan factory disana pada tahun 1615, lagi pula kemunduran banten Karena berperang terus-menerus dengan Batavia, mendorong kemajuan perdagangan di Banjarmasin. Lebih-lebih setelah ada perdamaian dengan mataram pada tahun 1637.

19. Mataram dalam bagian pertama abad XVII

Politik ekspansi mataram menggunakan strategi menghancurkan kota-kota pesisir sebagai lawan utama, suatu strategi yang menjadi boomerang karena kelumpuhan perdagangan meniadakan sumber daya ekonomi yang menjadi dasar suatu struktur kekuasaan kerajaan sebelumnya dan yang sejaman seperti majapahit, sriwijaya, aceh, malaka, Makassar dan sebagainya. Akibat lain ialah bahwa banyak pedagang dari jawa mengungsi ke pusat-pusat perdagangan baru, seperti Makassar, Banjarmasin, banten sehingga timbul kompetisi dan oposisi politik terhadap mataram.

20. Perebutan hegemoni antara pajang dan mataram

Selama zaman demak dan pajang peranan pesisir dengan perdagangannya merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Terutama gresik dan Surabaya dengan perdagangannya yang ramai, mempunyai kewibawaan besar, baik dijawa maupun luar jawa. Lebih-lebih pengaruh religious sunan giri menambah pengaruh politik yang terasa dari Maluku sampai malaka. Meskipun pajang terletak dipedalaman, dijalankannya “ostpolitik” seperti politik demak. Dalam menghadapi mataram, pajang mempererat aliansinya dengan vasal-vasal dari pesisir antara lain tumenggung Demak dan Tuban.
Setelah senopati tiga tahun berturut-turut menolak untuk pergi kekeraton pajang akhirnya sultan pajang memutuskan untuk menundukan senopati. Pertempuran terjadi di prambanan, sultan pajang terpaksa melarikan diri ketembayat dan pasukannya cerai-berai dikejar oleh tentara mataram. kemudian meskipun mataram memperoleh kemenangan, pergolakan untuk merebut hegemoni berjalan terus. Muncullah lagi demak, tuban, kudus, jipang sebagai tandingan yang hendak menarik pusat kekuasaan dari pajang.
Senopati mulai bergelar panembahan senopati ingalaga karena telah memperoleh kemenangan tersebut. Program politiknya serta strateginya memang terarah kepada ekspansi ke jawa timur tidak hanya karena kekayaan pesisirnya, tetapi juga karena tradisi majapahit, juga dalam politik, masih kuat, bahkan boleh dikata keagungannya akan menambah kewibawaan kekuasannya.

21. Politik ekspansi mataram

Polarisasi antara kekuasaan di pesisir dan di pedalaman yang sejak desintegrasi majapahit berkembang, sangat mempengaruhi gerakan ekspansi mataram dengan ostpolitiknya. Pada akhir abad XVI gresik dan Surabaya mempunyai perdagangan yang maju, sehingga setiap pusat kekuasaan di jawa tengah, demak, pajang dan mataram hendak menaklukannya agar dapat dihilangkan setiap usaha perlawanan politik dan dikuasai segala kekayaan yang diperoleh dari perdagangannya.
Ofensif pertama senopati ditujukan kepada Surabaya pada tahun 1589. Waktu itu dimajakerta kedua pasukan yang bermusuhan berhadapan, suatu utusan dari giri berhasil menengahi kedua pihak sehingga pertempuran dapat dielakkan dan meraka damai.

22. Puncak konfrontasi mataram – Surabaya (1620 – 1625)

Kekuatan posisi Surabaya berdasarkan atas beberapa faktor. Faktor utama ialah kedudukannya sebagai pusat perdagangan serta segala kekayaan dan hubungan yang dihasilkannya, faktor kedua adalah kepentingan ekonomis bersama di antara kota-kota pelabuhann jawa timur membentuk solidaritas yang terwujud sebagai aliansi pesisir. Faktor kedua itu diperkuat oleh ideologi religious yang mempertajam pebedaan dengan mataram. Faktor ketiga ialah daerah pedalaman yang subur dan maju pertaniannya sehingga hasil berasnya dapat menopang fungsi Surabaya sebagai entrepot. Untuk mematahkan kekuatan Surabaya maka strategi mataram tampak jelas bahwa faktor-faktor di atas diperhitungkan dan satu per satu ditanganinya. Ekspedisi-ekspedisi sebelum tahun 1620 kesemuannya bertujuan menguasai daerah pedalaman Surabaya dan menghancurkan sekutu-sekutunya. Invasi mataram di Madura tertuju lebih ke bagian barat dan petempuran terjadi dalam bulan juli 1624.

23. Konfrontasi mataram lawan VOC

Sistem perdagangan serta jaringan-jaringannya dalam kaitannya dengan proses politik dan pengaruh timbal-baliknya merupakan kompleks historis tersendiri yang terdiri atas unsur-unsur mataram, Surabaya, dan pesisir, Banten dan VOC. Antara mataram dan VOC timbul pendekatan antara lain terbukti dari utusan-utusan VOC yang sejak tahun 1610 hampir setiap tahun pergi menghadap raja mataram. Seperti dimana-mana, VOC hendak mendirikan factorij sebagai basis untuk beroperasi, khususnya di jepara. Satu faktor yang pada suatu waktu pasti menimbulkan bentrokan yaitu tujuan VOC memegang monopoli pada satu pihak dan politik ekspansi mataram pada pihak lain.
Tahun 1628 merupakan tahun ofensif mataram terhadap Batavia. Sebelum meningkat ke tindakan itu mataram bersikap menunda, antara lain karena masih menghadapi operasi besar terhadap Surabaya. Gerakan banten untuk membantu Surabaya cukup menggelisahkan mataram sehingga pada tahun 1622 mengirim utusan ke VOC dengan ajakan bersekutu menyerang banten.
Pada tahun 1628 sudah dapat disiapkan suatu angkatan laut ke Batavia. Dalam serangan pertama pasukan berhasil masuk pasar dan benteng tetapi sebelum mencapai karsteel terpukul mundur.
Utusan mataram, warga menawarkan perdamaian dengan VOC, tetapi setelah diketahui maksud mataram yang sebenarnya, dia dihukum mati. Angkatan perang mataram berangkat dalam dua gelombang, yang pertama terdiri atas artileri dan amunisi pada pertengahan mei 1629, gelombang kedua ialah pasukan infanteri, pada tanggal 20 juni 1629. Pasukan itu dipimpin oleh kyai adipati juminah, K.A Purbaya dan K.A Puger.

24. Politik dalam dan luar kerajaan mataram

Perang ekspansi yang terus menerus berkobar tidak hanya menguras sumber daya alamiah dan manusiawi akan tetapi juga menimbulkan ketegangan politik dalam kerajaan, disertai kekuatan-kekuatan desintegratif. Lapisan masyarakat, golongan atau unsur etnis serta kontra-elite yang tertekan dan menderita dibawah dominasi dinasti mataram menggunakan kesempatan yang terluang untuk melancarkan gerakan memprotes, menentang, ataupun memberontak terhadap mataram. Pemberontakan pati pada tahun 1627 perlu dilacak pada golongan pesisir dan pedalaman (mataram) dan antara wangsa demak dan wangsa mataram.
Sebagai akibat perang ekspansi, daerah pedesaan mengalami depopulasi dan penduduk pedalaman mengalami suatu dislokasi, sehingga dengan timbulnya kemiskinan, kelaparan, dan kematian, ada semacam kegelisahan sosial. Kecuali meningkatnya kriminalitas dan perbanditan, juga sangat mencolok adanya banyak pengemis dan gelandangan, pendeknya orang-orang kehilangan akar, dilenyahkan dari kampung halamannya atau melarikan diri untuk menghindari cengkeraman alat-alat kerajaan yang memaksa penduduk untuk masuk pasukan atau dipekerjakan sebagai setengah budak.
Pada tahun 1636 pasukan mataram menyerbu gresik di bawah pimpinan P.pekik dan ratu pandan sari. Pertahanan yang gigih memukul mundur pasukan mataram itu tetapi akhirnya gresik menyerah.

25. Pemberontakan di sumedang dan ukur (1628 – 1635)

Kalau selama bagian pertama dari periode pemerintahannya sultan agung mengarahkan ekspansi mataram ke timur, maka dalam bagian kedua lebih mengarah ke barat. Banten dan VOC merupakan dua kekuatan yang melawan ekspansi tersebut. Kekuatan angkatan laut mataram tidak lagi memadai untuk menyerang kedua lawan itu, maka angkatan daratlah yang dipergunakan untuk mengadakan ofensif ke Batavia. Dalam operasi itu juga dikerahkan pasuka priangan, namun waktu penyerbuan gagal, pasukan itu mundur dan tercerai-berai, banyak diantara anggotanya melarikan diri ke banten. Kegagalan mataram itu mempunyai akibat buruk bagi kedudukan hegemoni mataram. Kewibawaannya di mata rakyat daerah-daerah yang didudukinya sangat merosot.
Pada akhir tahun 1628 di sumedang dan ukur, rakyat mulai bergerak menjauhkan diri dari mataram, antara lain dengan langkah-langkah mendekati VOC untuk minta semacam proteksi. Baru dua tahun kemudian sultan agung mengirim ekspedisi untuk memadamkan pemberontakan itu. Untuk menghadapi ekspedisi itu banyak penduduk meninggalkan kampung halaman untuk mengungsi ke pegunungan. Rupanya rencana membuat pemukiman dibawah naungan VOC tidak menarik bagi kedua pihak maka tidak terlaksana.
Ekspedisi mulai bergerak pada tanggal 27 agustus 1631, yaitu suatu pasukan berjumlah 40 ribu orang dibawah pimpinan raja Cirebon terhadap Sumedang dilakukan pengepungan: pasukan pesisir menyerang dari utara, pasukan banyumas dari barat kemudian pasukan bagelen dan bumija dari selatan. T. Singaranu diserahi pucuk pimpinan dan dibantu oleh raja Cirebon. Adipati sumedang beserta seribu pengikutnya tertawan dan dihukum mati. Kira-kira pertengahan 1632 operasi selesai, penduduk terpaksa mengungsi dan banyak pemimpin gugur. Perlawanan dibawah pimpinan kyai demang dari ukur berjalan terus sampai tokoh itu ditawan dan dihukum mati pada tahun 1635. Banyak pejuang kemudian menyelamatkan diri dari pengejaran pasukan mataram mengungsi ke banten. Akhirnya mereka diserahkan kepada mataram atas tuntutan raja Cirebon.

26. Konsolidasi dalam kerajaan mataram

Sebagai hasil ekspansi sejak panembahan senopati sampai jatuhnya Surabaya, wilayah mataram sudah berlipat ganda luasnya maka kebesaran kedudukan raja mataram sudah tidak lagi dicerminkan oleh gelar panembahan. Suatu gelar yang pantas bagi seorang penguasa lokal diatas seorang kyai ageng. Gelar yang melambangkan kebesaran tersebut ialah susuhunan atau sunan, suatu gelar yang pada waktu itu lazim disandang oleh para wali. Pada tahun 1624 dapat ditafsirkan disini bahwa tindakan penyamaan gelar raja mataram dengan gelar wali mempunyai tujuan member charisma (kewibawaan kesaktian) sejajar dengan para wali, yang dimata rakyat kedudukannya lebih tinggi daripada raja mataram sebagai homo novus (orang baru). Kebesaran kerajaan dan kewibawaan raja lazim dicerminkan juga oleh keratin sebagai kompleks bangunan kediaman raja.
Dengan perluasan daerah pemerintahan dan hubungan-hubungan politik keluar, sistem pratrimonialistis seperti yang terdapat pada zaman kyai ageng mataram tidak dapat berfungsi lagi apabila tidak disertai perkembangan alat-alat pemerintahannya, ialah birokrasi, militer dan diplomasi. Orang pertama yang dalam kedudukan hirarkis langsung ada dibawah raja ialah tumenggung mataram, suatu kedudukan yang kemudian lebih dikenal sebagai patih. Pelaksanaan pemerintah raja dan pimpinan pemerintahan kerajaan ditugaskan kepadanya.

27. Priangan sebelum dan selama dominasi mataram

Pakuawan sebagai tempat kedudukan raja pajajaran didirikan pada tahun 1433. Kemudian ditaklukan oleh sultan hasanudin dari banten sebelum tahun 1570.
Pengaruh mataram masuk priangan melalui sungai-sungai besar cimanuk dan citandui, kemudian penetrasi efektif politik terjadi dalam pemerintahan sultan agung, pada bagian kedua tahun 1620an dan berakhirlah hegemoni mataram pada tahun 1677 waktu daerah priangan sampai sungai pamanukan diserahkan kepada VOC (19-20 oktober 1677). Kemudian pada tahun 1705 oleh pakubuwana I diserahkan tambahan sebelah timur sampai cilosari.
Salah satu tindakan utama yang dilakukan mataram adalah mendirikan koloni-koloni atau pemukiman baru. Diadakan pula organisasi pemerintahan serta mendistribusi penduduk di antara daerah tersebut. Empat kabupaten didirikan ialah sumedang, bandung, parakanmuncang dan sukapura.





DAFTAR PUSTAKA
Karodirdjo,Sartono.1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1.Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama

1 komentar:

Kalau udah dibaca mohon sisipkan komentar ea :D
untuk kemajuan blog saya
terimakasih :D