TANAH DAN TENAGA KERJA PERKEBUNAN
READ MORE
Perkembangan budidaya perkebunan di Indonesia memang tidak dapat dilepaskan dari peran kaum penjajah, terutama Belanda. Dengan masuknya Belanda ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia yang semula hanya mengenal system kebun dan tegal dalam mengusahakan tanahnya, mulai diperkenalkan dengan system perkebunan.
Dalam masa-masa selanjutnya, perkembangan perkebunan di Indonesia sangan ditentukan oleh factor politik yang dijalankan oleh para pemimpin yang saat itu berkuasa di Indonesia. Pada masa berkuasanya VOC yang menerapkan system monopoli untuk menguasai perdagangan terutama rempah-rempah, terjadi perluasan kebun dan ledakan produksi rempah-rempah, disamping munculnya perkebunan-perkebunan baru, yaitu kopi dan tebu di Jawa. Perkebunan di Jawa ini semakin berkembang dengan berkuasanya Gubernur Jenderal Van den Bosch yang menerapkan system tanam paksa, menggantikan system sewa tanah dalam masa pemerintahan Raffles, yang dianggap gagal dalam meningkatkan produksi ekspor untuk kepentingan penjajah. Dengan system Tanam Paksa ini, Van den Bosch telah berhasil menjadikan Jawa khususnya, menjadi daerah perkebunan yang subur, mekipun harus dibayar dengan penderitaan rakyat banyak. Namun secara tidak langsung pelaksanaan tanam paksa juga telah mengenalkan kepada rakyat Indonesia suatu teknologi baru dalam bidang pertanian, serta pengenalan terhadap biji-biji tanaman perdagangan seperti tebu, indigo, tembakau dan sebagainya.
Perkembangan perkebunan diluar Jawa terutama didukung oleh pemberian kesempatan kepada pemodal swasta mengusahakan perkebunan ditanah jajahan. Dengan demikian hak erfpacht dan hak konsensi, para pengusaha asing mulai menanamkan modalnya, membangun perusahaan-perusahaan perkebunan diluar Jawa, sehingga jenis-jenis tanaman keras seperti karet, kopu, the, kelapa sawit dan sebagainya mulai bermunculan. Yang lebih menarik lagi, saat itu juga mulai bermunculan perkebunan rakyat (pribumi) yang semakin nyata kedudukan dan peranannya.
Di dalam buku ini juga dijelaskan peraturan-peraturan atau hokum pertanahan di Indonesia sejak jaman penjajahan hingga tercapainya kemerdekaan memang selalu berubah-ubah. Kita kenal adanya system monopoli dan pungutan paksa di jaman VOC, yang mewajibkan rakyat agar menjual segala hasil bumi yang laku di pasaran Eropa, kepada pemerintahan Belanda. Di jaman pemerintahan Raffles, ditetapkan peraturan Landrente (pajak tanah) yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai atau berupa hasil bumi. Kemudian di jaman Van den Bosch muncul peraturan baru yang menggantikan system pajak tanah menjadi system tanam paksa.
Sistem peraturan tanah yang diadakan oleh kaum penjajah telah dibuat sedemikian rupa sehingga mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi Negara penjajah, sebaliknya rakyat Indonesia sangat dirugikan dan menderita. Munculnya Agrarsche wet pada tahun 1870 yang berusaha menyeimbangkan antara kepentingan fihak penjajah dan kepentingan rakyat Indonesia, pada kenyataannya juga tidak menjamin peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia, sebaliknya justru memberikan keuntungan berlimpah pagi penjajah itu sendiri.
Akibat dari politik pertanahan yang dijalankan oleh pemerintah jajahan terhadap rakyat adalah timbulnya kemiskinan, kesengsaraan dan kelaparan. Karena penanam modal selalu mencari sasaran tanah dan memerlukan tenaga manusia yang cukup banyak dan murah, maka tanah rakyat menjadi semakin sempit, bahkan tidak cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Hal ini masih diperberat dengan bermacam-macam pungutan pajak.
Munculnya UUPA yang menjadi titik tolak perombakan hokum agrarian colonial telah memunculkan harapan baru untuk memperbaiki taraf jidup rakyat yang selama ini menderita akubat politik pertanahan yang dijalankan oleh pemerintah jajahan. Prinsip hukum agrarua yang baru ini menghendaki agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi jelas berbeda dengan politik pertanahan yang selama ini dijalankan oleh pihak penjajah.
UPPA dalam pelaksanaanya memang telah dapat memperbaiki taraf hidup rakyat. Dengan perencanaan tata huna tanah yang baik telah dapat mengangkat beribu-ribu petani tuna kisma menuju kehidupan yang lebuh baik, juga tercapai pemerataan pembanguan diseluruh wilayah tanah air. Namun di sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan UUPA juga muncul, seperti dalam proses pembebasan tanah untuk proyek perkebunan, adanya kewajiban bagi petani untuk menanam tanaman-tanaman tertentu yang dirasakan oleh petani sebagai “paksaan.
Dalam buku ini dijelaskan juga tentang tenaga kerja perkebunan. Upaya yang ditempuh oleh para pengusaha untuk memperoleh keuntungan ekspor dan komoditi perkebunan adalah menekan serendah mungkin biaya produksi. Faktor priduksi yang dapat ditekan sangat rendah adalah tanah dan tenaga kerja. Kesempatan itu diperoleh melalui penguasa pribumi yang mengadakan transaksi sewa tanah serta menjamin penyediaan tenaga kerja. Kerja sama yang terjalin dengan baik dengan kepala-kepala pribumi ini ternyata merupakan perintisan sejak bangsa Belanda mengadakan penetrasi ditanah jajahan.
Ketika dimulainya system Tanam Paksa, ternyata yang menjadi pokok persoalan bukan pada tanah yang dibutuhkan dalam usaha perkebuan tetapi justru pada tuntutan tersedianya tenaga kerja. Keputusan untuk membebankan pajak tanah kepada desa dianggap sebagai cara terbaik untuk memperoleh tenaga kerja. Pada kesempatan itu, kerja bakti menjadi alat penukar pajak tanah dengan pembebanan utama pada desa. Menurut ketentuan terdahulu, hanya mereka yang memiliki tanah yang wajib membayar pajak. Kenyataan ini member inspirasi pada Pemerintah hindia Belanda untuk memberikan pernyataan bahwa tanah adalah milik desa atau dengan kata lain diadakan penghampusan hak milik secara pribadi. Pada hakekatnya cara ini identik dengan pernyataan bahwa semua tanah adalah milik Negara. Perubahan inilah yang merintis terbentuknya wilayah pedesaan sebagaimana yang terdapat saat ini
Keadaan tenaga kerja Indonesia sat ini tidak lepas dari sejarah tenaga kerja masa lampau yang diwarnai dengan pengalaman pahit pada masa penjajahan. Nampak sangatmemprihatinkan bila perkebunan dimasa lalu diidentikkan dengan perbudakan. Namun demikian pengalaman pahit tersebut telah membawa Indonesia di mata dunia Internasional sebagai begara pengekspor berbagai komoditi perkebunan.
Wajah perkebunan masa sekarang dapat dikatakan masih dibayangi situasi perkebunan zaman penjajahan, walaupun tidak lagi separah masa lampau. Kondisi ekonomi tenaga kerja yang disebabkan upah rendah ternyata masih mendominasi perkebunan-perkebunan di Indonesia. Walaupun sebenarnya kenaikan upah secara nominal, namun tidak terdapat perubahan berarti dalam tingkat kesejahteraan mereka.
Tidak sedikit upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menaikkan taraf giduprakyat, baik melalui penyerapan tenaga kerja di perkebunan-perkebunan milik Negara, swasta maupun dengan diterapkan pola PIR. Sehubungan dengan ini, tugas pemerintah yang terpenting adalah sepenuhnya berperan sebagai pengontrol pelaksanaan perkebunan dalam melaksanakan TRI DARMA perkebunan. Pertama menciptakan lapangan kerja, kedua meningkatkan pendapatan devisa Negara dan ketiga pemeliharaan kelestaruan sumber daya alam dan lingkungan.
Wayang Wong Sriwedari
READ MORE
Sebagai sebuah genre yang digolongkan ke dalam drama tari, sesungguhnya wayang wong merupakan personifikasi dari wayang kulit purwa yang ceritanya mengambil epos Ramayana dan Mahabarata. Kehadirannya di Istana Mangkunegaraan dan di Kasultanan Yogyakarta pada pertengahan abad ke-18 menurut para ahli merupakan renaissance wayang wwang yang telah berkembang pada masa kerajaan Majapahit, bahkan diduga sudah berkembang pada masa sebelumnnya seperti diketemukan pada prasasti Wimalasrama pada tahun 930 tentang penggunaan istilah wayang wwang. Kata wayang berasal dari bahasa Jawa Kuna yang berarti “bayangan, sedang kata wwang berarti “ orang atau manusia”. Jadi wayang wwang dapat diartikan sebuah pertunjukan wayang yang pelaku-pelakunya dimainkan oleh manusia.
Wayang wong secara khusus digunakan untuk menyebut drama tari yang bertopeng dan membawakan cerita Ramayana, sedang parwa untuk menyebut dramatari yang tidak bertopeng dan ceritanya mengambil dari Mahabarata. Wayang wong adalah suatu drama tari berdialog prosa yang ceritanya mengambil dari epos Ramayana dan Mahabarata. Konsepsi dasar wayang wong men gacu pada wayang kulit purwa, oleh karena itu wayang wong merupakan personifikasi wayang kulit purwa. Tranformasi wayang kulit kedalam wayang wong sebagai ekspresi artistic sebagai langkah kreatif dan inovatif dalam kesenian tentu melahirkan tata nilai baru perkembangan seni tari Jawa, yang dalam perkembangannya menjadi pedoman dasar tari klasik.
Dalam perkembangan seni tari Jawa, keberadaan wayang wong menunjukkan tingkat perkembangan yang paling lengkap dan rumit. Masing-masing peran dalam wayang wong memiliki criteria estetis yang melahirkan penggolongan perwatakan tari,rias dan busana, serta gending iringan. Kriteria ini didasarkan pada nilai symbol dan makna yang diyakini pada pembedaan karakter wayang. Keseluruhan tokoh dalam wayang wong dipilihkan dalam beberapa bagian pokok sesuai dengan karakterisasinya.
Menurut sukidi selaku penikmat kesenian wayang wong, penonton wayang wong pada kalangan para anak muda sangat memprihatinkan, artinya para generasi muda lebih suka pada hiburan-hiburan yang bersifat band-band yang berkembang sekarang ini. Beberapa catatan yang turut menyertai proses pemudaran pamor seni panggung wayang wong ini yang pertama adalah mulai berkembangnya budaya rekam.Budaya rekap tersebut membuat hampir tumbangnya hamper seluruh jenis seni panggung . Hal ini terjadi dikarenakan seni rekam lebih mudah diakses dan lebih mursh dari sisi pembuatannya, yang lebih mudah diproduksi dan disebarluaskan.
Sebuah pertunjukan wayang wong tidak semata-mata sebagai pertunjukan estetis yang memiliki nilai arstistik yang tinggi dan adi luhung, tetapi peristiwa itu merupakan sebuah pertunjukan kemegahan dan kebesaran raja dalam formalitas budaya kraton sebagai pusat kebudayaan. Pertunjukan itu memperkokoh hidup, member patokan dan sikap hidup yang benar yang dapat memberi jalan kepada keselamatan hidup dan mengantar ke dalam rahasia-rahasia hidup. Wayang yang mengambil wiracarita Ramayana dan Mahabarata merupakan cerita yang berbicara kepada semua orang, tinggi rendah, tua muda, laki-perempuan. Dunia pemikiran wayang ini mempersatukan seluruh rakyat yaitu menghubungkan lingkungan feudal dengan lingkungan desa. Oleh karena itu wayang merupakan symbol mitos dalam kerangka pemikiran dunia mikro kosmos dan makro kosmos, keratin sebagai pusatnya.
Ditinjau dari segi bentuk dan gaya, Wayang Wong Sriwedari merupakan perkembangan wayang wong gaya Surakarta (gaya Istana Mangkunegaran) yang sudah mengalami perubahan gaya penampilan disesuaikan dengan bentuk panggung proscenium. Penyesuaian dari struktur panggung proscenium menunjuk pada aspek penyajian tata teknik pentas, garapan tari dan iringan. Namun konsep-honsep dasar estetis wayang wong Istana tetap dipertahankan, misalnya konsep wayang wong keluar masuk penari dari sisi kanan atau kiri sesuai dengan konsep tata busana dan rias yang disesuaikan dengan konsep perwatakan tarinya, dan konsep struktur pathet yang senantiasa diacu untuk menyusun pola atau komposisi gending iringan.
Dalam tradisi wayang wong terdapat juga perwatakan tari yang digolongkan madyatama, yang biasanya digunakan untuk tokoh bengawan, Prabu Salya, Prabu Anom Duryudana.
Adanya pemindahan lokasi kebun binatang dari Taman Sriwedari ke taman hiburan Jurug pada tahun 1982 karena akan digunakan sebagai tempat parker stadion Sriwedari, sebenarnya sangat berpengaruh terhadap jumlah pengunjung pertunjukan Wayang Wong Sriwedari. Jumlah pengunjung kebun binatang Jurug yang setiap tahunnya meningkat sebenarnya merupakan pengunjung yang potensial untuk pertunjukan Wayang wong Sriwedari. Mereka umumnya dari luar daerah Kotamadya Surakarta yaitu dari daerah pedesaan disekitar Karesidenan Surakarta yang merupakan masyarakat penggemar wayang wong. Menurut pendapat Sutarto, seorang bekas penari wayang wong Sriwedari dan cipta Kawedar, serta bekas penari dan sutradara wayang wong RRI stasiun Surakarta, bahwa wayang wong masih banyak dinikmati masyarakat desa kabupaten Kebumen.
Memang pertunjukan wayang wong di daerah bukan merupakan ukuran jaminan keberhasilan seni pertunjukan kota yang bersifat komersial dan rutin. Dalam mengantisipasi permasalahan kemunduran wayang wong sriwedari, kiranya bantuan pemerintah yang berupa pengangkatan sebagai pegawai negeri dan pegawai hinorer, serta bantuan rutin dari presiden harus dibarengi usaha mencari seorang produsen dan sutradara kreatif dan inovatif
Dalam mengantisipasi permasalahan kemunduran Wayang wong Sriwedari, kiranya bantuan pemerintah yang berupa pengangkatan sebagai pegawai negri dan pegawai honorer, serta bantuan rutin dari presiden harus dibarengi usaha mencari seorang produsen dan sutradara yang kreatif dan inovatif yang sanggup membuat pembaharuan dan penerobosan yang segar dan radikal. Prodisen dan sutradara kreatif dan inovatif tentu harus didampingi koregraf, juru teknik, dekor, kostum, dan penari serta pangrawit yang mampu menerjemahkan ide cemerlang dengan teknik dan trick baru yang inovatif. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian bagaimana dan sejauh mana selera public wayang wong dewasa ini. Oleh karena itu dibutuhkan system pemasaran yang benar-benar professional, mulai dari perencanaan biaya dan bentuk produk yang akan dipasarkan dengan mempertimbangkan tingkat kepuasan konsumen, besarnya harga tiket dan promosi agar dapat mengkondisikan minat wayang wong. Sisi lain kemajuan kebudayaan material yang ditandai fenomena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diimbangi upaya penyesuaian diri agar tidak terjadi ketertinggalan kebudayaan, baik pembangunan struktur fisik sarana dan prasarana gedung pertunjukan beserta fasilitasnya maupun peningkatan kualitas sumber daya manusia secara professional dengan cita rasa zamannya.
Menurut KRT.Diwasa, Wayang Orang Sriwedari saat ini masih memiliki kendala internal mauun eksternal yang harus diselesaikan. Antar alain, manajemen yang belum tertata, kurangnya sumberdaya manusia dan konsep pertunjukan masih mengacu pola lama, meski tidak dipungkiri sudah mengalami banyak perubahan. "Sementara kendala keluarnya, kurang sosialisasi dan promosi,".
Kemunduran system publikasi tampaknya ada kesan masa bodoh dan ketidakpedulian terhadap peran peblikasi untuk membentuk basis social wayang wong sriwedari. Oleh karena itu untuk mengembalikan citra keberadaan wayang wong sriwedari diperlukan suatu tata cara publikasi dengan bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Dinas Tata Kota, Dinas Pendapatan Daerah, Radip Pemerintah atau Swasta dan surat kabar. Melalui tatacara publikasi yang baik dan aspek penyajian seni yang baik serta inovatif, maka kemungkinan besar kekecewaan ketidakhadiran penonton dapat terobati.
Dinamika perkembangan Wayang Wong Sriwedari tampaknya sangat dipengaruhi oleh kesetiaan masyarakat pendukungnya. Fenomena ini sangat wajar mengingat public suatu tontonan komersial merupakan unsure vital yang harus senantiasa mendapat perhatian. Kekuatan besar dari jumlah penonton memiliki arti strategis baik secara ekonomis maupun sosio-budaya. Artinya, bahwa jumlah penonton yang besar berdampak pada nilai pendapatan lembaga kesenian itu yang nantinya intuk dikontribusikan bagi peningkatan kualitas estetis dan kualitas kesejahteraan hidup para pelaku seni.
Hal ini berakibat pula pada kehidupan sosilal-budaya yang memiliki keterkaitan dengan status ekonomi, gaya hidup dan sekaligus tingkat kreatifitas para seniman. Tetapi ketika kesenian itu tidak memiliki public yang besar, akhirnya berdampak pada kualitas estetis dan kehidupan seniman dengan aspek social-budaya. Upaya untuk menarik minat penonton melalui peningkatan sarana dan prasarana gedung pertunjukan seperti perbaikan panggung pertunjukan yang dilengkapi denmgan perlengkapan tata suara dan tata cahaya yang modern diharapkan mampu menarik minat penonton.
Wayang wong Sriwedari sebagai salah satu bentuk wayang wong panggung yang bersifat komersial, sebenarnya sifat komersialnya tidak secara murni sebab kelembagaan kesenian itu tergantung dukungan dana dari pemerintah kraton atau pemerintah daerah Kota Madya Surakarta sesudah pemerintah swapraja itu beritegrasi dengan Jawa Tengah. Bertahannya wayang wong Sriwedari dari kepunahan kemungkinan besar karena adanya dukungan dana dan perhatian dari pemerintah, meskipun masa kejayaannya sekitar tahun 1955-1965 pernah merupakan sumber pendapatan daerah yang potensial atau kesenian tradisonal itu mampu member subsidi kepada pemerintah daerah.
Adanya kemunduran wayang wong Sriwedari kiranya bukan tanpa sebab, baik oleh factor internal maupun sebab-sebab eksternal : Sebab internal antara lain bentuk pertunjukan yang bersifat statis dan konvensional, meskipun ada perubahan, namun perubahan itu belum mampu menarik penonton, Adanya keterlambatan alih generasi yaitu masih bertahannya para seniman senior dan bintang panggung yang sebenarnya sudah tidak menarik lagi untuk tampil sebagai daya tarik seni panggung yang harus tampil secara segar, menarik dan gemerlap. Sementara seniman yunior belum mampu tampil secara maksimal dan menjadi bintang panggung yang mampu menarik minat public. Dan yang selanjutnya sarana dan prasarana gedung beserta fasilitas pendukung lainnya masih relative sederhana yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Adapun sebab-sebab eksternal antara lain: Banyak alternative pasar dan penawaran berbagai bentuk hiburan yang lebih variatif dan sesuai dengan perkembangan zaman seperti televise, film, music dan jenis permainan baru yang menggunakan teknologi canggih dan Sistem pendidikan nasional cenderung memperkecil ruang gerak mata pelajaran muatan local, sehingga dalam system budaya akan mempengaruhi subsistem pengetahuan dan subsistem nilai dan subsistem symbol.
Permasalhan Wayang WongSriwedari sebenarnya menyangkut masalah nilai dan sikap masyarakat pendukungnya. Adanya jarak budaya ini tentu saja sangat ditentukan oleh tingkat kemajuan pembangunan dan perubahan social. Semuanya itu sangat tergantung adanya intensitas kimunikasi inter dan antarbudaya yang dewasa ini hamper tidak ada batas wilayah dan waktu. Pengaruh media dramatic televise benar-benar mampu mempengaruhi perubahan sikap dan nilai yang diyakini masyarakat. Sifat praktis dan efektif media televise menjadikan manusia semakin manja untukda dalam suatu ruangan. Akibatnya orang enggan keluar rumah untuk menikmati atraksi seni yang dulu menjadi bahian dari gaya hidup mereka.
Kelemahan yang cukup menonjol ialah sikap mental senimannya, terutama etos kerja mereka yang selama ini berjalan rutin dan monoton. Antara pemain senior dengan pemain yunior membuat lembaga ini mengalami keterlambatan alih generasi, Karena sikap seniotnya yang terkadang masih berambisi untuk tampil tampa member kesempatan kepada yuniornya, atau terkadang para pemain yunior diplonco diatas panging sementara pengalaman pentas masih sedikit. Hal yang paling cukup menonjol ialah terjadinya kemandekan kreatifitas para senimannya. Semua gambaran ini sebenarnya karena lemahnya system manajemen produksi dan belum adanya orang yang mampu mengelola secara professional.
Sejak tahun 1883-1898 telah dibuat bangunan-bangunan produktif sepertijalan kereta api sebesar f. 231juta, pelabuhan f. 61 juta danpengairan f. 49 juta. Sebagian besar dari pembiayaan dapat ditutup dengan pajak-pajak terutama dari perusahaan dan perkebunan dandengan pinjaman-pinjaman baru. Sejak tahun 1912 Hindia Belanda sebagai badan hukum dapat menggandakan pinjamannya sendiri.
Sangat vital bagi pertanian ialah pengairan. Dan daripihak pemerintahtelah dibangun secara besar-besaran sejak tahun 1885 bangunan-bangunan irigasi di Brantas dan Demak seluas 96.000, pada tahun 1902 menjadi 173.000 bau. Menurut rencana tahun 1890 akan dbangun irigasi seluas 427.000 bau selama 10 tahun, akan tetapi pada tahun 1914 hanya terlaksana 93.000 bau. Untuk membebaskan rakyat dari cengkraman lintah darat atau riba, maka didirikanlah bank-bank perkreditan yang diketuai ole pembesar pemerintah setempat, keanggotaan pengurus dipegang oleh pegawai-pegawai negeri. Modal hendak diusahakan darideposito dan simpanan-simpanan.
Dari sisa-sisa tanam paksa, tanaman kopilah yang masih dipertahankan dibeberapa tempat. Dalam penanaman tebu banyak terjadi tekanan-tekanan dari kepala daerah untukpenyewaan tanah, pengerahan tenaga kerja sedangkan dalam pembagian air kebun-kebun tebu didahulukan.
Pembangunan irigasi, baik sarana dan prasarananya sebagai instrumen kebijakan publik diperkenalkan pertama kali oleh pemerintah Hindia Belanda pada akhir abad 19. Terdapat beberapa alasan pemerintah Hindia Belanda menjadikan Irigasi sebagai instrumen dasar kebijakan. Pertama, irigasi dianggap efektif dalam memecahkan persoalan kelaparan yang terjadi hampir sepanjang tahun akibat gagal panen di beberapa wilayah, terutama di Jawa Tengah. Kedua, irigasi sebagai instrumen kebijakan publik berkaitan dengan kebijakan politik etis yang “semangatnya” adalah mensejahterakan kehidupan penduduk pribumi melalui 3 programnya.
Pembanguna irigasi dan masalah kelaparan
Untuk mengatasi masalah kelaparan di Jawa, pemerintah Hindia Belanda mengambil inisiatif membangun jaringan irigasi di Sidoarjo dengan memanfaatkan sungai Brantas tahun 1848. Model jaringan irigasi di Sidoarjo ini kemudian diterapkan di Demak dan Grobogan pada tahun 1870.
Bangunan irigasi Demak, karena dilengkapi dengan saluran irigasi dan saluran drainase dapat melayani daerah seluas 33.800 ha, sehingga kelaparan akibat kegagalan panen tidak lagi mengganggu penduduk di daerah yang bersangkutan. Sebenarnya, sistem irigasi Eropa yang telah dibangun di Buitenzork(bogor) pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van Imhoff. Bangunan irigasi ini masih menerapkan teknik-teknik tradisonal yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh penduduk pribumi. Namun usaha ini masih bersifat sangat terbatas dan pada umumnya petani masih mengutamakan air hujan sebagai pengairannya. Dalam perkembangannya pembangunan bendungan di Lengkong dan Sungai Brantas dengan cakupan 40.000 ha, misalnya selain didorong untuk mengatasi masalah pangan juga didorong oleh perluasan areal tanamn tebu. Demikian pula pembangunan irigasi di Banyumas, Pemali Camal di Pekalongan serta di Brebes tahun 1908. Pembangunan irigasi modern pertama kali di Hindia Belanda adalah pembangunan bendungan di Kali Tuntang pada tahun 1852.
Distribusi Air
Pola penanaman tebu yang mirip dengan tanaman pertanian menyebabkan seringnya terjadi benturan kepentingan antara sektor pertanian dan perkebunan, kususnya masalah penggunaan penggunaan air irigasi. Untuk mengatasi ini diperlukan suatu peraturan pembagian air, terutama pada saat musim kemarau. Saluran irigasi terbagi menjadi beberapa kategori, antara saluran primer, sekunder, tersier dan kwarter. Secara umum pembangunan saluran primer dan sekunder, sebagai saluran besar dibangun melalui kerja wajib dengan biaya ditanggung dengan pemerintah. Untuk saluran tersier oleh desa atau beberapa desa yang berkepentingan, sedangkan saluran kwater dibuat oleh masing-masing pemilik sawah yang akan menggunakan saluran tersebut. Saluran primer adalah saluran pertama yang menghubungkan langsung dengan sungai atau sumber lain yang diambil airnya untuk pengairan. Dari pengairan primer air dialirkan ke dalam saluran-saluran sekunder melalui pintu-pintu pengatur yang menghubungkan kedua saluran tersebut. Areal sawah yang mendapatkan pengairan melewati saluran ini dinamakan daerah sekunder (daerah cabang). Setelah air mengalir melalui saluran sekunder, selanjutnya air disalurkan ke beberapa saluran tertier. Dari saluran tertier air dialirkan menuju area persawahan yang akan diairi yang dinamakan daerah tertier (daerah ranting). Pengambilan air untuk petak-petak sawah melewati anak saluran tertier dinamakan sebagai saluran kwarter. Tidak ada batas-batas khusus yang memisahkan antara daerah irigasi primer, sekunder dan tertier. Batas-batas sekunder biasanya berupa anak sungai, saluran pembuangan air, jalan kereta api atau jalan-jalan desa. Luas setiap daerah perairan tidak selalu sama. Ini ditentukan oleh keadaan dan bentuk dari daerah masing-masing.
Untuk melaksanakan pembagian air diangkat petugas-petugas pengairan yang tergabung dalam jawatan pengairan. Mereka bertugas mengatur pembagian air irigasi sesuai denganhak-hak dari berbagai kelompok yang berkepentingan. Termasuk dalam kewenangan mereka adalah memberikan pengairan kepada perkebunan-perkebunan tebu, sedangkan kepada masyarakat terbatas pada pemberian air dalam daerah tertier. Supaya pembagian air dapat dilakukan dengan tepat sesuai waktu dan kebutuhan tanaman, diperlukan kerja sama dan Kamituwa untuk menentukan masa penanaman benih. Urusan pengairan sesudah memasuki daerah tertier dikerjakan dan dibebankan oleh kepala desa yang berkepentingan. Daerah rating inibiasanya terdiri daribeberapa desa. Sebelum lahirnya peraturan pembagian air, pembagian di daerah ranting dilakukan oleh semacam panitia yang terdiri dari wakil-wakil desa yang berada di daerah perairan tersebut di bawah pengawasan jawatan irigasi. Karena para wakil desa hanya mementingkan desa masing-masing sering menimbulkan persengketaan.
Pada permulaan abad XX diberlakukan aturan “siang malam” untuk menyelesaikan masalah pembagian air. Aturan ini berlaku di Jawa. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa air pada siang hari digunakan untuk mengairi tanaman tebu, dan hanya pada malam hari digunakan untukkepentingan tanaman palawija dan padi yang diusahakan oleh penduduk pribumi. Tanaman tebu mendapatkan air selama 10 jam mulai dari pukul 6 pagi hingga pukul 4 sore. Setelah itu air baru diberikan kepada petani. Peraturan demikian jelas merugikan petani, karena mereka yang terpakasa mencari air dalam jarak yang jauh harus mengalami kesulitan-kesulitan yang lain, misalnya mereka harus keluar tiap malam untuk mencari air.kadang-kadang air belum sampai ke sawah pemiliknya telah dicuriorang lain. Selain itu sawah yang diairipada malam hari, pagi harinya kembali kering karena airnya menguap, sehingga penanaman sering tertunda.
Untuk mengatasi masalah tersebut, tanggal 17 dan 18 November 1903 para bupati mengadakan rapat dan meminta pada pemerintah agar diadakan pembagian air secara adil. Untuk itu dianggap perlu mengganti peraturan siang malam dengan sistem waduk. Pemberian air untuk tanaman tebu dan pertanian dapat dilaksanakan secara bersamaan pada waktu siang hari, tetapi untuk mencapai keseimbangan sesuai dengan kebutuhan air baik terhadap tanaman tebu maupun tanaman penduduk masih menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Oleh karena itu, diterapkan cara pengaturan air yang dinilai lebih adil. Di beberapa daerah dilaksanakan sistem giliran harian (24 jam). Menurut aturan ini pembagian air dilakukan bergilir selama sehari semalam berturut-turut yang dimulai pada sore hari. Aturan ini ternyata dapat diterima oleh penduduk.
Politik Etis yang diprakarsai van de Venter, awalnya disambut baik oleh seluruh masyarakat karena kebijakan-kebijakannya dianggap mulai menunjukan sisi kemanusiawian. Namun pada pelaksanaannya, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Misalnya pada kebijakan irigasi, hanya sawah-sawah milik pemerintah Belanda yang dialiri air irigasi. Sawah-sawah penduduk pribumi, kian lama kian terbengkalai karena tidak mendapat pasokan air.
Renaisans
Renaisans adalah sebuah gerakan budaya dan ilmiah yang menekankan penemuan kembali dan penerapan teks dan pemikiran dari zaman klasik, terjadi di Eropa c. 1400 - c. 1600. The Renaissance, sebuah gerakan yang menekankan ide-ide dari dunia klasik, telah digambarkan sebagai mengakhiri era abad pertengahan dan awal zaman modern.Penyebabnya banyak, semua sangat saling berhubungan dan sekarang perdebatan sejarawan kepentingan relatif dari masing-masing, serta ketika Renaissance benar-benar dimulai. Abad keempat belas pertengahan merupakan tanggal yang umum untuk memulai, meskipun beberapa komentator kembali lebih jauh. Selain Florence pernah diidentifikasi sebagai rumah awal Renaissance, tetapi beberapa sejarah memperluas ini ke Italia secara keseluruhan.
Masih ada perdebatan tentang apa sebenarnya merupakan Renaissance. Pada dasarnya, itu adalah sebuah gerakan budaya dan intelektual, erat dengan masyarakat dan politik, dari keempat belas terlambat untuk awal abad ketujuh belas, meskipun biasanya terbatas hanya abad kelima belas dan keenam belas. Hal ini dianggap berasal di Italia.Secara tradisional orang telah mengklaim itu dirangsang, sebagian, oleh Petrarch, yang memiliki gairah untuk menemukan kembali naskah yang hilang dan keyakinan sengit di kekuatan peradaban pemikiran kuno, dan sebagian oleh kondisi di Florence.
Pada intinya, Renaisans adalah sebuah gerakan yang didedikasikan untuk penemuan kembali dan penggunaan pembelajaran klasik, artinya pengetahuan dan sikap dari era Yunani dan Romawi Kuno. Renaissance harfiah berarti 'kelahiran kembali', dan pemikir Renaissance percaya periode antara mereka dan jatuhnya Roma, yang mereka berlabel Abad Pertengahan, telah melihat penurunan prestasi budaya dibandingkan dengan era sebelumnya. Peserta yang dimaksudkan, melalui studi teks-teks klasik, kritik tekstual dan teknik klasik, untuk kedua memperkenalkan kembali ketinggian hari-hari kuno dan memperbaiki situasi sezaman mereka.Beberapa teks-teks klasik bertahan hanya di kalangan ulama Islam dan dibawa kembali ke Eropa saat ini.
"Renaissance" juga dapat merujuk kepada periode, c. 1400 - c. 1600. "High Renaissance" umumnya mengacu c. 1.480 - c. 1520. Era itu dinamis, dengan penjelajah Eropa "menemukan" benua baru, transformasi metode perdagangan dan pola, penurunan feodalisme, perkembangan ilmiah seperti sistem Copernican dari kosmos dan munculnya mesiu. Banyak dari perubahan ini dipicu, sebagian, oleh Renaissance, seperti matematika klasik merangsang mekanisme perdagangan keuangan yang baru, atau teknik baru dari laut navigasi timur meningkatkan. Mesin cetak juga dikembangkan, memungkinkan Renaissance teks yang akan disebarkan secara luas.
Di seberang abad keempat belas, dan mungkin sebelumnya, struktur sosial dan politik lama dari periode abad pertengahan rusak, sehingga konsep-konsep baru untuk bangkit. Sebuah elit baru muncul, dengan model-model baru pemikiran dan ide-ide untuk membenarkan diri mereka sendiri, apa yang mereka temukan di zaman klasik adalah sesuatu yang bisa digunakan baik sebagai penyangga dan alat untuk membesarkan mereka. Keluar elit cocok mereka untuk mengikuti, seperti yang dilakukan Gereja Katolik. Italia, dari mana berevolusi Renaissance, adalah serangkaian kota negara, masing-masing bersaing dengan yang lain untuk kebanggaan warga, perdagangan dan kekayaan. Mereka sebagian besar otonom, dengan proporsi tinggi pedagang dan terima kasih kepada pengrajin rute perdagangan Mediterania.
Di bagian paling atas dari masyarakat Italia, para penguasa pengadilan utama di Italia adalah semua "orang baru", baru-baru ini dikonfirmasi dalam posisi kekuasaan mereka dan dengan kekayaan yang baru diperoleh, dan mereka sangat antusias untuk menunjukkan keduanya.Ada juga kekayaan dan keinginan untuk menunjukkannya di bawah mereka. The Black Death telah membunuh jutaan orang di Eropa dan meninggalkan korban dengan kekayaan proporsional lebih besar, baik melalui sedikit orang mewarisi lebih atau hanya dari kenaikan upah yang mereka bisa menuntut. Masyarakat Italia, dan hasil dari Black Death , diperbolehkan untuk mobilitas sosial yang jauh lebih besar, aliran konstan orang-orang tertarik untuk menunjukkan kekayaan mereka. Menampilkan kekayaan dan menggunakan budaya untuk memperkuat sosial dan politik merupakan aspek penting dari kehidupan di masa itu, dan ketika gerakan artistik dan ilmiah berbalik kembali ke dunia klasik pada awal abad kelima belas ada banyak pelanggan siap untuk mendukung mereka dalam ini berusaha untuk membuat poin politik.
Penyebaran Renaisans
Dari asal-usulnya di Italia, Renaissance tersebar di seluruh Eropa, ide-ide berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi setempat, kadang-kadang menghubungkan ke booming budaya yang ada, meskipun masih menjaga inti yang sama. Perdagangan, perkawinan, diplomat, akademisi, penggunaan memberikan seniman untuk menjalin hubungan, bahkan invasi militer, semua dibantu sirkulasi. Sejarawan sekarang cenderung untuk memecah Renaissance turun menjadi lebih kecil,, kelompok geografis seperti Renaissance Italia, The Renaissance English, Renaissance Utara (gabungan dari beberapa negara) dll Ada juga karya-karya yang berbicara tentang Renaissance sebagai fenomena global yang dengan mencapai, mempengaruhi - dan dipengaruhi oleh - timur, Amerika dan Afrika.
Akhir dari Renaissance
Beberapa sejarawan berpendapat bahwa Renaissance berakhir pada 1520-an, beberapa tahun 1620-an. Renaissance tidak hanya berhenti, namun ide intinya secara bertahap diubah menjadi bentuk lain, dan paradigma baru muncul, terutama selama revolusi ilmiah dari abad ketujuh belas.
Istilah 'kebangkitan' sebenarnya berasal dari abad kesembilan belas, dan telah sangat diperdebatkan sejak itu, dengan beberapa sejarawan mempertanyakan apakah itu bahkan kata berguna lagi. Awal sejarawan menggambarkan istirahat intelektual jelas dengan era abad pertengahan, tetapi dalam beberapa dekade terakhir telah berubah beasiswa untuk mengenali kelangsungan tumbuh dari abad sebelumnya, menunjukkan bahwa perubahan Eropa mengalami lebih merupakan evolusi dari revolusi. Era ini juga jauh dari zaman keemasan bagi semua orang, di awal itu sangat banyak gerakan minoritas humanis, elit dan seniman, meskipun disebarkan lebih luas dengan pencetakan. Wanita, khususnya, melihat pengurangan ditandai kesempatan pendidikan mereka selama Renaissance.
Aspek Renaissance: Seni
Ada Renaissance gerakan dalam arsitektur, sastra, puisi, drama, musik, logam, tekstil dan mebel, tapi Renaissance adalah mungkin paling dikenal karena seni. Kreatif usaha menjadi dipandang sebagai bentuk pengetahuan dan prestasi, bukan hanya cara dekorasi. Seni sekarang harus didasarkan pada pengamatan dari dunia nyata, menerapkan matematika dan optik untuk mencapai efek yang lebih maju seperti perspektif. Lukisan, patung dan lainnya bentuk seni berkembang sebagai bakat baru mengambil penciptaan karya, dan menikmati seni menjadi dilihat sebagai tanda individu berbudaya.
Aspek Renaissance: Renaissance Humanisme
Mungkin ungkapan paling awal dari Renaissance berada di Humanisme, pendekatan intelektual yang dikembangkan di antara mereka yang diajarkan bentuk baru dari kurikulum: humanitatis studia, yang menantang pemikiran Scholastic sebelumnya dominan. Humanis khawatir dengan fitur sifat manusia dan upaya oleh manusia untuk menguasai alam daripada mengembangkan kesalehan religius.
Pemikir humanis implisit dan eksplisit menantang pola pikir Kristen tua, yang memungkinkan dan memajukan model intelektual baru di belakang Renaissance. Namun, ketegangan antara humanisme dan Gereja Katolik yang dikembangkan selama periode, dan pembelajaran humanis sebagian disebabkan Reformasi. Humanisme juga sangat pragmatis, memberikan mereka yang terlibat dasar pendidikan untuk bekerja di birokrasi Eropa yang sedang berkembang. Penting untuk dicatat bahwa istilah 'humanis' adalah label kemudian, seperti "renaissance".
Aspek Renaissance: Politik dan Kebebasan
Renaissance digunakan untuk dianggap sebagai mendorong maju keinginan baru untuk kebebasan dan republikanisme - ditemukan kembali pada karya tentang republik Romawi - meskipun banyak negara kota Italia diambil alih oleh penguasa individu. Pandangan ini telah datang di bawah pengawasan dekat oleh para sejarawan dan sebagian ditolak, tapi itu menyebabkan beberapa pemikir Renaissance menghasut untuk kebebasan agama dan politik yang lebih besar selama bertahun-tahun kemudian. Lebih luas diterima adalah kembali ke berpikir tentang negara sebagai badan dengan kebutuhan dan persyaratan, mengambil politik jauh dari penerapan moral Kristen dan ke dunia, beberapa mungkin mengatakan licik, lebih pragmatis, seperti yang ditandai oleh karya Machiavelli.
Aspek Renaissance: Buku dan Belajar
Bagian dari perubahan yang dibawa oleh Renaissance, atau mungkin salah satu penyebab, adalah perubahan sikap untuk pra-Kristen buku. Petrarch, yang memiliki memproklamirkan diri "nafsu" untuk mencari buku lupa antara biara-biara dan perpustakaan Eropa, memberikan kontribusi terhadap pandangan baru: satu (sekuler) gairah dan rasa lapar akan pengetahuan. Ini menyebar sikap, meningkatkan pencarian karya yang hilang dan meningkatkan jumlah volume yang beredar, pada gilirannya mempengaruhi lebih banyak orang dengan ide-ide klasik. Salah satu hasil utama lainnya adalah perdagangan baru dalam naskah dan dasar perpustakaan umum untuk lebih memungkinkan studi luas. Mencetak kemudian diaktifkan ledakan dalam membaca dan penyebaran teks.
Historiografi pada masa Renaissance
Niccolo Machiavelli, termasyhur karena nasihatnya yang blak-blakan bahwa seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan. Machiavelli lahir tahun 1469 di Florence, Italia. Ayahnya, seorang ahli hukum, tergolong anggota famili terkemuka, tetapi tidak begitu berada.
Selama masa hidup Machiavelli --pada saat puncak-puncaknya Renaissance Italia-- Italia terbagi-bagi dalam negara-negara kecil, berbeda dengan negeri yang bersatu seperti Perancis, Spanyol atau Inggris. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa dalam masanya Italia lemah secara militer padahal brilian di segi kultur.
karya pokoknya yang terkenal adalah The Prince (Sang Pangeran), The Prince dapat dianggap nasihat praktek terpenting buat seorang kepada negara. Pikiran dasar buku ini adalah, untuk suatu keberhasilan, seorang Pangeran harus mengabaikan pertimbangan moral sepenuhnya dan mengandalkan segala, sesuatunya atas kekuatan dan kelicikan. Machiavelli menekankan di atas segala-galanya yang terpenting adalah suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Dia berpendapat, hanya dengan tentara yang diwajibkan dari warga negara itu sendiri yang bisa dipercaya; negara yang bergantung pada tentara bayaran atau tentara dari negeri lain adalah lemah dan berbahaya.
Machiavelli menasihatkan sang Pangeran agar dapat dukungan penduduk, karena kalau tidak, dia tidak punya sumber menghadapi kesulitan. Tentu, Machiavelli maklum bahwa kadangkala seorang penguasa baru, untuk memperkokoh kekuasaannya, harus berbuat sesuatu untuk mengamankan kekuasaannya, terpaksa berbuat yang tidak menyenangkan warganya. Dia usul, meski begitu untuk merebut sesuatu negara, si penakluk mesti mengatur langkah kekejaman sekaligus sehingga tidak perlu mereka alami tiap hari kelonggaran harus diberikan sedikit demi sedikit sehingga mereka bisa merasa senang."
Apa yang ditulis Machiavelli dalam The Prince adalah rangkaian preskripsi untuk penataan sebuah Negara dengan sukses melalui upaya untuk mendapatkan kekuasaan. Karena terpengaruh sepenuhnya oleh nilai dan sikap masanya, ia dengan tidak kenal malu meyakini bahwa kekuasaan itu baik dan bahwa kekuasaan harus dicari dan dinikmati, bersama dengan kemansyuran, reputasi dan kehormatan. Seperti dalam judulnya The Prince, secara tidak langsung, ia lebih mendukung monarki daripada republic
Raja, Priyayi, dan Kawula;
Ada dualisme dalam birokrasi di Kasunanan Surakarta. Sebenarnya Belanda membawahi Kasunanan, namun Kasunanan tetap berkuasa atas perkara sipil dan sampai batas tertentu juga hokum. Karena Sunan memanggil Residen Surakarta dengan Bapa (Vader) dan Gubernut Jenderal Eyang (Groot Vader). Sebaliknya, sunan dianggkat oleh Pemerintah Hindia-Belanda sebagau perwira pribumi dengan pangkat jendral.
Adapun riwayat hidup PB X demikian. PB X dilahirkan pada hari Kamis Legi, 21 Rejeb Tahun Alip 1795, atau 29 november 1866. Menjadi putra mahkota pada umur tiga tahun, pada 4 oktober 1869, bergelar KGPA A nom, Amengkunegara Sudbya Rajaputra Narendra Mataram. Ia menjadi raja Surakarta Adiningrat pada hari kamis Wage, 12 Ramadhan tahun Je 1822 atau 30 Maret 1893. Mengangkat diri dari Sunan menjadi Susuhunan pada hari Kamis, 3 Janiari 1901. Ia meninggal pada 20 Fecruari 1939.
Sekalipun ia menjadi raja, berkuasa di Keraton dan di wilayahnya, tetapi ia bukan orang yang merdeka sepenuhnya. Surat-surat dari dan keluar harus lewat residen, meskipun itu hanya urusan keluarga. Van kol mengutip seorang pelancong Jerman pada 1902 yang mengatakan bahwa raja dipandang begitu tinggi oleh rakyatnya, namun ia tidak pernah menjadi orang bebas. Ia terikat semacam bentuk aturan sehingga untuk keluar dari kratonnya saja perlu ijin dari residen. Ia adalah tawanan di keratonnya sendiri. Tidak aneh, kalau kemudian ia mengembangkan lebih banmyak politik simbolis daripada politik substantive. Dengan kata lain, karena tidak bebas mengurus kerajaan, dia kemudian mengurus dirinya sendiri. Mengenai urusan kerajaan, ia hanya punya pikiran sederhana. Koran Darmo Konda melaporkan pertanyaan raja sangat sederhana pada patih. Ia bertanya pada Patih Sasradiningrat: sekarang musim apa? Bagaimana air sungai?
PB X waktu masih muda mempunyai “kumis yang bagus, mulut yang kecil, dan bibir yang berbentuk bagus. Pantas kalu serat Wedhamadya pada ulang tahunnya yang ke 33 mengumpamakan sebagai Kresna, titisan Dewa Wisnu, dewa ngejawantah. Namun, para pejabat Belanda di Surakarta mempunyai kesan negative tentang karakter pribadinya. Resident van Wijk mengatakan bahwa karakternya lemah. PB X mengesankan sebagai anak manja, karena ada kesalahan besar dalam pertumbuhannya, dia diangkat jadi putra mahkota dalam umur tiga tahun. Suka kepada pakaian kebesaran yang bagus, bintang penghargaan, perempuan dan makanan enak sampai badannya gemuk. Gemar minum alcohol dan merokok.
Raja mempunyai wewenang poada rakyat berdasa hubungan kawula-gusti. Raja adalah wewakiling Pangeran Kang Ageng (Wakil Tuhan Yang Maha Besar), tanda supranatural yang jumlahnya tiga, yaitu wahyu nurbuwah atau wahyu untuk menjadei raja yang meliputi seluruh jagat raya, yang kedua yaitu wahyu khukumah, raja semesta dan yang ketiga wahyu wilayah, menjadi wakil tuhan, menjadi teladan bagi semua para kawula. Wahyu tudak lagi utuh pada masa PB C. Raja tidak lagi berkuasa penuh, dia hanya administrator belanda untuk Surakarta. Hak untuk mengadili sudah dikurangi oleh reformasi pengadilan. Tidak lagi patut menjadi teladan, karena kelakuaannya tidak terpuji.
Ada dua hal menurut Residen Schneider yang membuat polisi residen di depan elite pribumi dan rakyat itu sulit, yaitu tradisi dan ideology panata gama. Ideologi panatagama kedua dapat menjelma menjadi nasionalisme dan Pan-Islamisme. Dengan kata lain mythico mythico-religious. Selain itu, PB X juga ahli dalam mengolah symbol-simbol intercultural, timur dan barat.
PB X adalah symbol tradisi Islam dan Jawa. Tradisi islam dipelihara. Setiap bulan Maulud, sunan akan memberikan hadiah pada orang Arab, Benggal, Koja, Banjar dam para haji berdzkir di masjid, tiap-tiap orang mendapat dua gulden. Bulan maulud juga ada sekaten dan tiap-tiap sekaten ada pasar malam di alun-alun, yang diikuti oleh segala bangsa. Tradisi Jawa dihidupkan. Mitos dipelihara, misalnya dengan upacara mengambil air untuk menanak nasi untuk grebeg mulud dari mata air Pengging, oleh para abdi dalem dengan berjalan kaki membawa 12 genthong sejauh 20 km.
Dalam psikonalisis ada dua cara melihat kepribadian seseorang, yaitu dengan melihat masa kecilnya dengan melihat pertumbuhannya. Freudianisme menekankan yang pertama, sedangkan Neo-Freudianisme menekankan yang kedua. Demikianlah, PB X sepatutnya dianalisis berdasarkan pertumbuhan psikosialnya. Dengan melihat masa kecilnya sebagai anak manja seperti dilaporkan oleh van Wijk kita tidak akan menemukan apa-apa, karena pasti saudara-saudaranya juga anak manja semacam itu. Jadi ridak ada yang patut dicurigai dengan masa kanak-kanaknya, meskipun dia sudah menjadi putera mahkita pada umur tiga tahun, juga pasti tidak ada persoalan dengan perkembangan seksualnya, karena bagi seorang raja Jawa seks itu tidak masalah, misalnya seks yang terpaksa ditekan, desembunyikan dan tidak kesampaian.
Priyayi: Abdi Dalem Raja dan Abdi Dalem Kerajaan
Pada tahun 1900-1915 di bawah pemerintahan PB X ada tiga jenis priyayi, yang pertama yaitu priyayi yang bekerja pada raja, priyayi yang bekerja untuk kerajaan (parentah ageng) dan priyayi terpelajar (bangsawan pikiran). Kedua maxam priyayi itulah yang disebut abdi dalem, karenanya pembicaraan mengenai priyayi dibawah ini selalu berarti kedua macam priyayi , kecuali kalau teksnya berkata lain.
Sebuah perkumpulan priyayi kerajaan, Abipraya, yang didirikan di Surakarta menjelang pergantian abad ini memberikan sebuah contoh mengenai bagaimana kehidupan priyayi dijalani awal abad kedua puluh. Para priyayilah yang pada waktu-waktu awal menyadari peran mereka sebagai pembawa kemajuan di dalam masyarakat Jawa. Siapa saja priyayi di Surakarta? Kita tidak memiliki informasi lengkap mengenai priyayi Surakarta, karena dokumen-dikumen yang pernah menerbitkan daftar priyayi setiap tahun yang mungkin memberikan informasi, yaitu Solosche Javaansche Akmanak yang mulai terbit pada tahun 1890-an, tetapi sampai kini belum detemukan diperpustakaan. Kita hanya bisa mengambil sumber-simber kedua, melalui pernyataan dan tulisan-tulisan. Mengutip sumber-sumber waktu itu, priyayi adalah pegawai pemerintah colonial dan abdi dalem Susuhunan. Apapun pekerjaannya, mereka yang mengabdi raja sudah barang adalah priyayi. Pada waktu itu priyayi merupakan kedudukan yang dicita-citakan.Sebelum mendapatkan status priyayinya, para putra abdi dalem yang akan meneruskan pekerjaan orang tuanya harus melewati beberapa tahapan. Tahapan itu dimulai dengan suwita (belajar) pada priyayi tinggi. Lalumagang (masa percobaan) dengan mengerjakan tugas-tugas sesuai profesi yang ingin ditekuni. Setelah itulah baru ia di-wisuda (pengukuhan) sebagai priyayi. Jenjang-jenjang ini menunjukkan kepada kita bahwa hubungan antara priyayi dan raja adalah hubungan patron-client.
Lebih jauh jenjang-jenjang ini juga menunjukkan bahwa dalam dunia kepriyayian pun ada stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial ini dijaga dan dilestarikan juga dalam simbol-simbol budaya. Simbol-simbol itu di antaranya adalah jumlah kewajiban sembah, pakaian, bahasa, dan tempat duduk kala beraudiensi dengan raja. Selain itu juga berkembang di kalangan priyayi tentang world view mereka yang secara ilmiah disebut political mysticism. Pandangan mistisme para priyayi ini berkaitan dengan panggilan jiwa mereka saat menjalankan amanah dari raja. Bagi para priyayi ini, kemuliaan karena berhasil menjalankan amanat raja adalah tujuan utama.
Kehidupan para kawula, terutama dari aspek budaya tandingan yang berkembang dalam komunitasnya. Mengapa budaya tandingan? Dalam pembahasan-pembahasannya perihal raja dan priyayi, terang sekali ditemukan banyak sekali korelasi di antara keduanya. Melalui hubungan patron-client yang terbangun antara keduanya, adalah hal mudah bagi kita membuat kesimpulan bahwa raja dan priyayi adalah kaum superior. Sementara dalam anggapan mereka, rakyat atau kawula adalah para penonton saja. Kehidupan rakyat adalah kehidupan tersendiri yang terpisah dari jangkauan korelasi raja-priyayi.
Kawula memiliki jarak sosial-budaya yang jauh dengan raja dan priyayi. Jika dikatakan politik simbol amat memengaruhi hubungan raja dan priyayi, maka hal itu tidak lagi berlaku pada kawula. Menurut Kuntowijoyo, simbol-simbol kekuasaan telah melemah setelah melewati jarak sosial yang jauh. Kawula memiliki dan mengembangkan budayanya sendiri yang oleh Kuntowijoyo disebut sebagai budaya tandingan itu. Kawula punya simbol-simbolnya sendiri. Di sini Kuntowijoyo mengetengahkan fenomena sumur ajaib dan beberapa fenomena supranatural yang hidup dikalangan rakyat kebanyakan.
Dengan jeli Kuntowijoyo menghimpun pemberitaan-pemberitaan perihal fenomena gaib dari media massa sezaman. Yang menarik adalah komentar beliau terhadap pemberitaan ini. Menurut Kuntowijoyo, apa yang diberitakan dalam media massa sezaman itu memang bukanlah fakta empiris yang punya kebenaran. Tetapi sejarawan mempunyai hak untuk mempercayainya bahwa para narasumber berita sungguh-sungguh menyatakan sesuatu yang mereka lihat. Jadi yang mereka nyatakan adalah sebuah peristiwa psikologis, bukan empiris, sehingga peristiwa itu tetap bisa dipandang memiliki makna historis. Peristiwa itu adalah alternatif dari simbol-simbol kekuasaan yang dominan kala itu.
Selain dalam aspek sosial-budaya, “perlawanan” kawula terhadap dominasi raja dan priyayi tampak pula dalam bidang pergerakan, bahkan selanjutnya memegang peranan penting. Jika para priyayi punya wadah Abipraya, maka para kawula punya Boedi Oetomo dan Sarekat Islam. Meski kemudian BO berubah menjadi organisasi yang elitis, tapi BO awalnya tetaplah dipandang sebagi wujud resistensi kawula. Pada gilirannya, kawula-kawula yang punya pemikiran maju muncul kepermukaan sebagi seorang “bangsawan pikiran”. Organisasi-organisasi inilah alat mobilisasi mereka.
Andaikata PB X mengedepankan politik substantive dengan menekankan ekonomi dan kesejagteraan dan tidak mengedepankan politik simbolis yang hanya memperkuat kekuasaan nasib hubungan dengan penguasa colonial, priyayi, dan kawula akan lain. Tidak aka nada ramalan bahwa kerajaan suatu kali akan musnah. Seperti diketahui, kerajaan Surakarta benar-benar runtuh bersama Revolusi Indonesia
Resensi : Kuntowijoyo, 2004. Raja, Priyayi, dan Kawula; Surakarta, 1900-1915. Yogyakarta; Ombak. Dengan Brata, Suparto, 2004. Gadis Tangsi, Jakarta; Penerbit Buku Kompas.
Priyayi dan kawula memandang raja sebagai pemilik sah kerajaan melalui kepercayaan adanya wahyu sehingga raja mempunyai otoritas kuat dan dipercaya penuh oleh rakyat. Raja mempunyai wewenang pada rakyat berdasar hubungan kawula-Gusti Oleh karena itu, penjajah memerlukan otoritas kraton untuk berhubungan dengan rakyat. Kraton menjadi mediator hubungan antara pemerintah kolonial dengan rakyat. Pada hal-hal tertentu Pemerintah Kolonial sama sekali tidak mampu menghalangi hubungan emosional antara kawula dengan raja.
Ada dua hal menurut Residen Schneider yang membuat posisi residen di depan elite pribumi dan rakyat itu sulit, yaitu: tradisi dan ideologi panatagama Hubungan emosional ini menyebabkan pemerintah kolonial merasa perlu menguasai kraton. Buku Kuntowijoyo (2004) memuat data tentang bagaimana pemerintah kolonial menguasai dan mengkonstruksi kraton (Kasunanan Surakarta pada masa Pakubuwana X). Belanda membawahi Kasunanan, meskipun Kasunanan tetap berkuasa atas perkara sipil dan sampai batas tertentu juga hukum . Selain itu, pemerintah kolonial juga turut mencampuri urusan rumah tangga kraton. Lemahnya kekuasaan Sunan juga terlihat pada sikap Sunan yang tak pernah (tak mampu?) menerapkan etiket Jawa yang kaku untuk orang Eropa meski di dalam lingkungan keraton . Sementara simbol-simbol menegaskan kedudukan Sunan sebagai raja, yaitu sebagai pusat dunia di mana makrokosmos dan mikrokosmos bertemu, tetapi secara faktual dan kontekstual dia berada di bawah Pemerintah Hindia-Belanda .
Kekuasaan Pemerintah kolonial tidak hanya sebatas pada masalah administrasi, tetapi juga menyangkut sikap dan tingkah laku raja dan priyayi. Pada abad kedua puluh terdapat kamus Subasita karya Padmasusastra yang berisi mengenai perilaku-perilaku santun yang pantas dilakukan seorang priyayi Jawa. Dalam pengantar buku itu, penulisnya mengatakan bahwa etiket Jawa yang berlaku waktu itu harus disesuaikan dengan budaya dominan panguasa, Belanda! . Simbol orang yang berbudaya adalah orang yang mampu menyesuaikan diri dengan etiket Barat antara lain ditunjukkan oleh Padmasusastra yang progresif. Pada waktu itu orang Jawa (serta Cina) mulai memotong rambut panjang mereka seperti orang Belanda .
Data tersebut di atas menegaskan bahwa kekuasaan raja berikut tingkah laku, etiket dan kepribadian priyayi dan bangsawan kraton adalah semu. Mereka sebenarnya tidak mempunyai jati diri. Kekuasaan, gaya, dan sikap serta tingkah laku bangsawan kraton adalah kekuasaan, gaya, dan sikap serta tingkah laku Belanda. Apa yang dititahkan raja adalah apa yang dikatakan Belanda. Dengan demikian apa yang dipuja-puja kawula, apa yang diimpikan kawula adalah kekuasaan dan etiket hidup Belanda. Kawula yang merasa bodoh, rendah, dan kasar adalah hasil konstruksi dan wacana Belanda melalui kraton.
Panjabaran mengenai hubungan kawula ~ kraton dan kraton ~ Pemerintah Kolonial tersebut digunakan untuk melihat mentalitas kawula dalam novel Gadis Tangsi karya Suparto Brata. Bagaimana ia melihat dirinya sendiri dalam hubungannya dengan para priyayi pribumi dan dengan Pemerintah Kolonial Belanda. Pengarang seolah-olah menegaskan pandangan raja dan priyayi bahwa kawula adalah rendah, kasar, dan tidak terpelajar. Sebagai kawula, Teyi identik dengan umpatan kata-kata kasar, baik tatkala marah, kaget, maupun heran, misalnya: Trukbyangan (sebutan kasar alat kelamin wanita); Trukbyangane silit (sebutan kasar alat kelamin wanita dan dubur disebut sekaligus); Bajingan; Entutmu berut (kentut yang sangat bau); Ediiiaan, Trondolo kecut (nama hewan).
Dalam pengertian luas, umpatan dan makian Teyi tersebut menunjukkan bagaimana kehidupan di masyarakat bawah (kawula). Baik teman-teman sebaya maupun orang-orang tua sering mengucapkan kata-kata itu termasuk ibunya. Demikian halnya dengan teman-teman seusia Teyi. Meski demikian, sebenarnya Ibu Teyi, Raminem, melarang Teyi mengumpat. Cerita dalam novel ini terjadi pada ruang tempat tertentu. Ruang tempat terjadinya cerita ini adalah Surakarta dan Medan. Dalam lingkup yang lebih sempit, ruang tempat kejadiannya antara lain adalah tangsi militer Lorong Belawan, Kampung Landa, rumah loji, Kota Medan, toko, dan jalan-jalan.
Jarak antara Surakarta dan Medan secara geografis jauh bahkan berbeda pulau, yaitu Jawa dan Sumatera. Secara sosiologis kedua tempat itu mempunyai jarak budaya yang jauh pula yaitu Jawa dan Melayu. Namun, novel ini bercerita tentang penerapan kebudayaan Jawa (baca: kraton) di Medan meski hanya berlaku bagi orang Jawa yang berada di Medan. Hal itu menunjukkan bahwa kekuasaan kraton bagi orang Jawa tidak memandang tempat. Budaya kraton berlaku bagi semua orang Jawa di manapun mereka berada. Ninek Jidan, pembantu Putri Parasi yang ikut ke Medan, merasa bahagia ketika bertemu dengan Teyi. Bahasa Jawa yang dipergunakan Teyi membuat Ninek Jidan merasa bertemu dengan ‘orang’. Nenek itu tidak jadi marah.
Pendekatan dalam buku karangan Kuntowijoyo, 2004. Yang berjudul Raja, Priyayi, dan Kawula; Surakarta, 1900-1915 yaitu menggunakan pendekatan psikologis , pendekatan antropologi, pendekatan sosiologi dan pendekatan sejarah mentalitas. Sejarah mentalitas adalah hasil penggabungan sosiologi,psikologi, dan sejarah. Atau, psikologi social dan sejarah. Sejarah mentalitas adalah sejarah kejiwaan suatu kelompok social. Menurut Michel Vovelle sejarah mentalitas menulis tentang keadaan, perilaku dan bawah sadar kolektif. Buktinya yaitu Dari pengamatan-pengamatan yang dilakukan Kuntowijoyo dengan pendekatan psikologisnya, diperoleh pula kesimpulan bahwa PB X memiliki Emotional Intelligent (EI) yang tinggi. PB X tahu benar akan potensi yang dimilikinya. Dengan diperkuat tradisi kraton yang ketat, PB X lihai memainkan perannya sebagai seorang raja dan beliau sukses. Dalam folklore Jawa dikatakan bahwa Susuhunan PB X adalah raja Jawa terbesar yang telah menghabiskan kemuliaan, kemuktian, dan kewibawaan untuk dirinya sendiri, sehingga bahkan tak tersisa sedikitpun untuk raja-raja sesudahnya. Secara umum PB X dengan sukses telah memainkan simbol personal (kewenangan, titel, pakaian, penghormatan, anugerah, dan hedonisme) dan simbol publik (tradisi, nasionalitas, religiusitas, dan interkultural), serta kepribadiannya yang menonjol untuk mempertahankan eksistensinya sebagai raja
Maksud penggunaan pendekatan mentalitas ini supaya bisa memberikan gambaran umum kepada generasi sejarawan sesudahnya tentang relevansi sejarah mentalitas sebagai suatu genre penulisan sejarah. Terutama dalam kemampuannya untuk memahami keadaan psiko-sosial masyarakat dan budaya. Hal inilah yang membuat tulisan sejarah menjadi tulisan yang hidup, tidak kering dan kaku.
PENEMUAN-PENEMUAN DAN TEKNOLOGI ABAD PERTENGAHAN
READ MORE
Abad pertengahan teryata menghasilkan banyak kontribusi yang berarti bagi sejarah teknologi. Bangsa Eropa Abad Pertengahan tidak hanya mewarisi metode-metode pembuatan alat-alat dan perlengkapan mekanis dari zaman klasik, tetapi juga mampu mengembangkanya. Pada abad pertengahan ini menunjukan bahwa pengembangan teknologi pada abad-abad tersebut ternyata merupakan basis bagi perkembangan teknologi modern.
Teknologi Awal Abad Pertengahan
Sebagian besar alat-alat yang dipergunakan selama abad pertengahan memang merupakan warisan dari bangsa Yunani dan Romawi. Karena langsung mewarisi sistem pertanian Romawi, teknologi pertanian awal abad pertengahan masih menerapkan alat-alat kuno, seperti cangkul, sabit pemangkas, ember, gunting bulu domba, bajak, sekop, kereta, grobak, arit, sabit besar, pengerik biji-bijian, gandar, alat pemangkas anggur, alat pemeras sari buah apel dan batu gerinda. Namun pada periode ini juga terjadi sejumlah penemuan yang berarti, yakni sanggurdi dan leher kuda. Garu atau penyisir tanah juga merupakan penamuan awal abad pertengahan, satu penemuan yang cukup monumental dalam sejarah teknologi pertanian.
Dalam teknologi pertukanagan, boleh dikatakan tidak terjadi penemuan baru. Alat-alat tukang kayu, misalnya seperti palu, gergaji, kapak, beliung, gurdi atau bor, penarah dan pahat, semuanya telah ada sejak zaman Yunani-Romawi. Demikian pula dengan perkakas tukang batu, misalnya seperti tang, dan puputan telah dikenal sejak sebelum masehi. Demikian pula dengan perlengkapan para ahli bedah, misalnya seperti gunting tang, pisau bedah dan sebagainya.
Alat Giling Model Awal
Salah satu dari semua penemuan terpenting adalah alat giling. Penemuan ini merupakan penerapan prinsip gerak roda penggilingan biji padi-padian, penggilingan kuno belum menggunakan roda. Alat semacam ini ternyata dikenal dalam setiap masyarakat selama Zaman Batu Baru dan Perunggu.
Alat giling temuan akhir abad klasik digerakan dengan kincir air. Alat ini berupa kinciran dengan tangkai kayu ek pada satu sisi dan batu gerinda pada sisi lainya. Alat giling temuan bangsa Yunani-Romawi ini belum lazim digunakan di Eropa Utara pada abad-abad awal Masehi. Dalam model baru gerak batu gerindanya tergantung pada gerigi roda. Tangkai tempat pemukul diikatkan menggerakan kinciran bergerigi yang diikatkan pada tangkai, yang pada giliranya menggerakan batu gerinda.
Tumbuhnya perdagangan, kota-kota, dan penduduk perkotaan yang luar biasa selama abad X dan XI mendorong timbulnya berbagai perubahan teknologis. Dalam teknik penggilingan biji-bijian setidak-tidaknya telah terjadi dua modifikasi. Yang pertama adalah alat giling yang digerakan dengan angin, satu teknik dikembangkan di Persia. Yang kedua adalah penggilingan yang digerakan dengan kuda. Namun, seperti apa alat-alat giling yang telah di modifikasikan itu, sulit dipastikan.
Penenunan
Penenunan sudah dikenal sejak Zaman Batu Baru. Dalam penenunan kain dipergunakan dua set serat atau akar yang seperti benang. Kedua serat yang membentang sepanjang panjangnya kain itu disebut warp (pelengkung). Sedangkan alat yang mengulurkan pelengkung secara bolak-balik itu disebut woof (pakan). Pada mulanya perkakas tenun ini amatlah sederhana. Namun, selama zaman Yunani-Romawi terjadi usaha modifikasi, yang kemudian diwarisi bangsa Eropa abad pertengahan. Perkakas tenun yang sudah dimodifikasi ini berupa silinder kayu tempat ujung-ujung pelengkung diikatan, batang pelepas yang merentangkan pelengkung, tali-taliyang dirancang untuk mengendalikan benang-benang pelengkung, tali-tali yang dirancang untuk mengendalikan benang-benang pelengkung kumparan yang membolak-balik pakan, dan buluh atau sejenis bambu untuk mengangkat pelengkung. Perkakas tenun semacam ini lazim dikenal selama zaman Romawi.
Pemintalan
Proses pemintalan sama tuanya dengan penenmuan proses penenunan. Tongkat (pendek) tempat wol atau rami digulungkan ditahan dengan tangan kiri. Benang yang dipilin diikatkan pada gelondong tongkat kayu yang panjangnya sekitar satu kaki dan kedua ujungnya dibuat runcing dan salah satunya untuk pengait.
Cara merajut seperti ini lazim dilakukan pada abad pertengahan dan kini boleh jadi masih dipraktekan di negara-negara Balkan. Perlengkapan semacam ini lazim dikenal menjelang tahun 1300. Dan dalam perkembangan selanjutnya mengalami berbagai modifikasi.
Kompas dan Cross-staff
Navigasi mengalami perkembangan yang cukup berarti pada Abad Pertengahan. Sejak zaman kuno, para pelaut telah terbiasa mengatur peleyaran mereka dengan mendasarkan diri pada letak bintang-bintang. Setelah tahun 1300 para pelaut mulai lebih menyandarkan diri pada kompas, daripada mengamati letak bintang-bintang. Penemuan Kompas ini kemungkinan ditemukan oleh orang Cina.
Pengembangan kompas ditentukan sekali oleh penemuan daya magnetisitu, yakni jika salah satu ujung sebuah jarum, yang diikatkan pada gabus yang mengapung di air, di gosokan pada besi magnetis ujungnya yang bermagnet menunjukan utara, ujung lainnya selatan.
Walaupun penemuan kompas ini menandai suatu langkah maju dalam perkembangan navigasi ilmiah, para pelaut ternyata tidak meninggalkan sama sekali kebiasaan melihat bintang kutub untuk memastikan posisi mereka. Cross-staff, yakni alat lazim dipergunakan pada masa-masa akhir Abad Pertengahan, lebih memungkinkan para pelaut untuk mengetahui ketepatan posisi mereka jika telah jauh dari daratan.
Astrolabe dan Armillary Sphere
Astrolable telah digunakan sejak zaman Yunani kuno. Seperti cross-staff , alat ini digunakan untuk mengetahui ketinggian bintang-bintang. Astrolabe berbentuk lempengan tembaga yang bulat yang dibagi ke dalam 360 derajat. Sebuah penunjuk, yang dilengkapi dengan sasarannya serta diikatkan di tengah.
Perkapalan
Perkapalan terus mengalami perkembangan selama Abad Pertengahan. Sampan dan kapal-kapal besar telah ada di kawasan Laut Tengah jauh sebelum zaman Homerus. Selama zaman Yunan-Romawi, kapal dibuat lebih besar, cepat, dan mewah, kapal juga dilengkapi dengan menara tempur kecil baik di bagian depan maupun butirannya. Hal ini dimaksudkan untuk menangkal bahaya serangan para bajak laut.
Para pembuat kapal pada akhir abad pertengahan mengembangkan terus, mampu menghasilkan kapal yang lebih besar lagi, dan yang kemudian digunakan oleh orang-orang seperti Vasco de Gama, Magellan, Columbus untuk mengarungi dunia.
Busur
Salah satu senjata para prajurit abad pertengahan adalah busur. Senjata ini sebenarnya juga sudah digunakan para prajurit Romawi. Pada abbad pertengahan telah mengalami berbagai modifikasi. Slah satu modifikasi yang penting adalah dotemukannya alat penembak busur sebelum abad XI. Dengan crossbow ini, busur atau anak panah secara horizontal dipasang pada sebilah kayu yang panjangnya beberapa kaki.
Busur panjang Inggris merupakan suatu penemuan luar biasa, busur panjang ini memiliki keunggulan dibandingkan crossbow yakni dapat dipasang sewaktu-waktu, dua keunggulan lainnya adalah bahwa busur panjang mempunyai daya lesat atau kecepatan yang lebih tinggi, sehingga bisa menimbulkan efek yang lebih parah pada pihak yang terkena.
Artileri
Para komandan militer abad pertengahan memiliki berbagai jenis persenjataan warisan artileri Yunani-Romawi. Yang paling sederhana adalah ketapel, semacam alat pelembar batu. Senjata lainnya adalah ballista, yang bentuknya agak mirip crossbow yang besar. Senjata lainnya adalah trebuchet, yang ukurannya yang bentuknya seperti ketapel, tetapi mampu melempar batu dengan ukuran besar.
Baju Baja (Zirah)
Para perajin abad pertengahan memiliki kejelian yang lumayan dalam menyempurnakan zirah atau baju baja. Para prajurit abad pertengahan tubuh mereka dilindungi dengan zirah, yang memanjang dari leher hingga atas lutut, menutupi lengan dan siku, dan terbelah di bagian depan dan belakang sehingga pemakainya masih memungkinkan untuk naik kuda.
Senjata Api
Penemuan dan penyempurnaan senjata api menjadi faktor yang sangat berarti dalam kehidupan bangsa Eropa selama Abad Pertengahan. Pada mulanya peluru meriam dibuat dari batu, dan pembuatnya adalah tukang batu. Ukurannya tidak mungkin dibuat sama. Demikian pula dengan senjata api laras besar yang terbuat dari lempengan-lempengan baja. Tetapi secara bertahap pembuat senjata api ini semakin mampu membikin merian yang lebih sempurna. Meriam hasil pembuatan akhir Abad Pertengahan mampu meruntuhkan tembok kastil yang paling kuat sekalipun.
Senjata lars tangan pada mulanya juga sangat tidak akurat. Menjelang tahun 1500 senjata laras tangan ini diperlengkapi dengan kokang yang menarik deretan yang ditembakan dengan pelatuknya. Senjata semacam ini disebut matchlock. Para bangsawan, yang dulu dapat mengamankan dirinya dengan berlindung dibalik tembok tebal kasti-kastil mereka, ini tak dapat lagi menikmati suatu perlindungan yang memadai. Kemiliteran mereka mulai merosot, prajurit yang berbaju besi sekalipun dapat tewas oleh prajurit api laras tangan yang ditembakkan oleh pasukan infantri.
Khronometer (Pengukuran Waktu)
Sebelum zaman Romawi-Yunani manusia sudah mengenal semacam alat penunjuk waktu dengan bantuan bayangan sinar matahari serta apa yang disebut jam pasir, yang lazim digunakan bahkan hingga tahun 1800. bangsa Yunani kuno telah mengembangkkan apa yang disebut clepsydra atau jam air.
Perkembangan jam mekanis merupakan hal yang penting dalam sejarah peradaban. Jam adalah alat yang terdiri dari serangkaian roda-roda kecil yang digerakkan oleh pegas atau batu, yang dilengkapi dengan alat pengukur dan penunjuk waktu. Inovasi besar dalam pembuatan jam terjadi sekitar tahun 1500 yakni ketika Peter Henlein dari Nuremberg membuat jam ini atau yang disebut arloji.
Percetakan dan Kertas
Percatakan termasuk penemuan besar pada akhir Abad Pertengahan. Di Athena, Alexandria dan Roma orang-orang yang pandai menulis rapi melakukan penyalinan karya-karya besar. Dengan penyalinan yang sedemikian ini harga buku menjadi mahal, sehingga hanya beberapa segelintir orang yang bisa mendapatkan buku.
Hampir sepanjang Abad Pertengahan orang mengunakan kertas yang berbahan dari kulit binatang, untuk membuat naskah-naskah. Menjelang akhir Abad Pertengahan, kertas digeser menjadi menggunakan perkamen. Puncak keberhasilan inovasi atau bahkan penemuan adalah nerhasil dicetaknya injil 36 baris pada tahun 1455. dengan demikian penemuan mesin cetak ini berjasa besar dalam penyebaran ide-ide. Penemuain mesin cetak ini menandai akhir Abad Pertengahan dan awal Zaman Baru dalam sejarah intelektual.
BUDDHA (563 SM - 483 SM)
Gautama Buddha nama aslinya pangeran Siddhartha pendiri Agama Buddha, salah satu dari agama terbesar di dunia. Putra raja Kapilavastu, timur laut India. berbatasan dengan Nepal. Siddhartha sendiri (marga Gautama dari suku Sakya) konon lahir di Lumbini yang kini termasuk wilayah negara Nepal. Kawin pada umur enam belas tahun dengan sepupunya yang sebaya. Dibesarkan di dalam istana mewah, pangeran Siddhartha tak betah dengan hidup enak berleha-leha, dan dirundung rasa tidak puas yang amat. Dari jendela istana yang gemerlapan dia menjenguk ke luar dan tampak olehnya orang-orang miskin terkapar di jalan-jalan, makan pagi sore tidak, atau tidak mampu makan sama sekali. Hari demi hari mengejar kebutuhan hidup yang tak kunjung terjangkau bagai seikat gandum di gantung di moncong keledai. Tarolah itu yang gembel. Sedangkan yang berpunya pun sering kehinggapan rasa tak puas, waswas gelisah, kecewa dan murung karena dihantui serba penyakit yang setiap waktu menyeretnya ke liang lahat. Siddhartha berpikir, keadaan ini mesti dirobah. Mesti terwujud makna hidup dalam arti kata yang sesungguhnya, dan bukan sekedar kesenangan yang bersifat sementara yang senantiasa dibayangi dengan penderitaan dan kematian.
Tatkala berumur dua puluh sembilan tahun, tak lama sesudah putra pertamanya lahir, Gautama mengambil keputusan dia mesti meninggalkan kehidupan istananya dan mengharnbakan diri kepada upaya mencari kebenaran sejati yang bukan sepuhan. Berpikir bukan sekedar berpikir, melainkan bertindak. Dengan lenggang kangkung dia tinggalkan istana, tanpa membawa serta anak-bini, tanpa membawa barang dan harta apa pun, dan menjadi gelandangan dengan tidak sepeser pun di kantong. Langkah pertama, untuk sementara waktu, dia menuntut ilmu dari orang-orang bijak yang ada saat itu dan sesudah merasa cukup mengantongi ilmu pengetahuan, dia sampai pada tingkat kesimpulan pemecahan masalah ketidakpuasan manusia.
Umum beranggapan, bertapa itu jalan menuju kearifan sejati. Atas dasar anggapan itu Gautama mencoba menjadi seorang pertapa, bertahun-tahun puasa serta menahan nafsu sehebat-hebatnya. Akhirnya dia sadar laku menyiksa diri ujung-ujungnya cuma mengaburkan pikiran, dan bukannya malah menuntun lebih dekat kepada kebenaran sejati. Pikir punya pikir, dia putuskan mendingan makan saja seperti layaknya manusia normal dan stop bertapa segala macam karena perbuatan itu bukan saja tidak ada gunanya melainkan bisa bikin badan kerempeng, loyo, mata kunang-kunang, ngantuk, linu, bahkan juga mendekati bego.
Dalam kesendirian yang tenang tenteram dia bergumul dengan perikehidupan problem manusiawi. Akhirnya pada suatu malam, ketika dia sedang duduk di bawah sebuah pohon berdaun lebar dan berbuahkan semacarn bentuk buah pir yang sarat biji segala macam, maka berdatanganlah teka-teki masalah hidup seakan berjatuhan menimpanya. Semalam suntuk Siddhartha merenung dalam-dalam dan ketika mentari merekah di ufuk timur dia tersentak dan berbarengan yakin bahwa terpecahkan sudah persoalan yang rumit dan dia pun mulai saat itu menyebut dirinya Buddha "orang yang diberi penerangan."
Pada saat itu umurnya menginjak tiga puluh lima tahun. Sisa umurnya yang empat puluh lima tahun dipergunakannya berkelana sepanjang India bagian utara, menyebarkan filosofi barunya di depan khalayak siapa saja yang sudi mendengarkan. Saat dia wafat, tahun 483 sebelum Masehi, sudah ratusan ribu pemeluk ajarannya. Meskipun ucapan-ucapannya masih belum ditulis orang tapi petuah-petuahnya dihafal oleh banyak pengikutnya di luar kepala, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat mulut semata.
Pokok ajaran Buddha dapat diringkas di dalam apa yang menurut istilah penganutnya "Empat kebajikan kebenaran:" pertama, kehidupan manusia itu pada dasarnya tidak bahagia; kedua, sebab-musabab ketidakbahagiaan ini adalah memikirkan kepentingan diri sendiri serta terbelenggu oleh nafsu; ketiga, pemikiran kepentingan diri sendiri dan nafsu dapat ditekan habis bilamana segala nafsu dan hasrat dapat ditiadakan, dalam ajaran Buddha disebut nirvana; keempat, menimbang benar, berpikir benar, berbicara benar, berbuat benar, cari nafkah benar, berusaha benar, mengingat benar, meditasi benar. Dapat ditarnbahkan Agama Buddha itu terbuka buat siapa saja, tak peduli dari ras apa pun dia, (ini yang membedakannya dengan Agama Hindu).
Beberapa saat sesudah Gautama wafat agama baru ini merambat pelan. Pada abad ke-3 sebelum Masehi, seorang kaisar India yang besar kuasa bernama Asoka menjadi pemeluk Agama Buddha. Berkat dukungannya, penyebaran Agama Buddha melesat deras, bukan saja di India tapi juga di Birma. Dari sini agarna itu menjalar ke seluruh Asia Tenggara, ke Malaysia dan Indonesia.
Angin penyebaran pengaruh itu bukan cuma bertiup ke selatan melainkan juga ke utara, menerobos masuk Tibet, ke Afghanistan dan Asia Tengah. Tidak sampai situ. Dia mengambah Cina dan merenggut pengaruh yang bukan buatan besarnya dan dari sana menyeberang ke Jepang dan Korea.
Sedangkan di India sendiri agama baru itu mulai menurun pengaruhnya sesudah sekitar tahun 500 Masehi malahan nyaris punah di tahun 1200. Sebaliknya di Cina dan di Jepang, Agama Buddha tetap bertahan sebagai agama pokok. Begitu pula di Tibet dan Asia Tenggara agama itu mengalami masa jayanya berabad-abad.
Ajaran-ajaran Buddha tidak tertulis hingga berabad-abad sesudah wafatnya Gautama. Karena itu mudahlah dimaklumi mengapa Agama itu terpecah-pecah ke dalam pelbagai sekte. Dua cabang besar Agama Buddha adalah cabang Theravada-pengaruhnya terutama di Asia Tenggara dan menurut anggapan sebagian besar sarjana-sarjana Barat cabang inilah yang paling mendekati ajaran-ajaran Buddha yang asli-. Cabang lainnya adalah Mahayana, bobot pengaruhnya terletak di Tibet, Cina dan juga di Asia Tenggara secara umum.
Buddha, selaku pendiri salah satu agama terbesar di dunia, jelas layak menduduki urutan tingkat hampir teratas dalam daftar buku ini. Karena jumlah pemeluk Agama Buddha tinggal 200 juta dibanding dengan pemeluk Agama Islam yang 500 juta banyaknya dan satu milyar pemeluk Agama Nasrani, dengan sendirinya pengaruh Buddha lebih kecil ketimbang Muhammad atau Isa. Akan tetapi, beda jumlah penganut -jika dijadikan ukuran yang keliwat ketat- bisa juga menyesatkan. Misalnya, matinya atau merosotnya Agama Buddha di India bukan merosot sembarang merosot melainkan karena Agama Hindu sudah menyerap banyak ajaran dan prinsip-prinsip Buddha ke dalam tubuhnya. Di Cina pun, sejumlah besar penduduk yang tidak lagi terang-terangan menyebut dirinya penganut Buddha dalam praktek kehidupan sehari-hari sebenarnya amat di pengaruhi oleh filosofi agama.
Agama Buddha, jauh mengungguli baik Islam maupun Nasrani, punya anasir pacifis yang amat menonjol. Pandangan yang berpangkal pada tanpa kekerasan ini memainkan peranan penting dalam sejarah politik negara-negara berpenganut Buddha.
Banyak orang bilang bila suatu saat kelak Isa turun kembali ke bumi dia akan melongo kaget melihat segala apa yang dilakukan orang atas namanya, dan akan cemas atas pertumpahan darah yang terjadi dalam pertentangan antar sekte yang saling berbeda pendapat yang sama-sama mengaku jadi pengikutnya. Begitu juga akan terjadi pada diri Buddha. Dia tak bisa tidak akan ternganga-nganga menyaksikan begitu banyaknya sekte-sekte Agama Buddha yang bertumbuhan di mana-mana, saling berbeda satu sama lain walau semuanya mengaku pemeluk Buddha. Narnun, bagaimanapun semrawutnya sekte-sekte yang saling berbeda itu tidaklah sarnpai menimbulkan perang agama berdarah seperti terjadi di dunia Kristen Eropa. Dalam hubungan ini, paling sedikit berarti ajaran Buddha tampak jauh mendalam dihayati oleh pemeluknya ketimbang ajaran-ajaran Isa dalarn kaitan yang sama.
Buddha dan Kong Hu-Cu kira-kira punya pengaruh setaraf terhadap dunia. Keduanya hidup di kurun waktu yang hampir bersamaan, dan jumlah pengikutnya pun tak jauh beda. Pilihan saya menempatkan nama Buddha lebih dulu daripada Kong Hu-Cu dalam urutan disandarkan atas dua pertimbangan: pertama, perkembangan Komunisme di Cina nyaris menyapu habis pengaruh Kong Hu -Cu, sedangkan tampaknya masa depan Buddha masih lebih banyak celah dan pengaruh ketimbang dalam Kong Hu-Cu; kedua, kegagalan ajaran Kong Hu-Cu menyebar luas ke luar batas Cina menunjukkan betapa erat taut bertautnya ajaran Kong Hu-Cu dengan sikap dan tata cara jaman Cina lama. Sebaliknya, ajaran Buddha tak ada mengandung pernyataan ulangan atau mengunyah-ngunyah filosofi India terdahulu, dan Agama Buddha menyebar melangkah batas pekarangan negerinya -India- bersandarkan gagasan tulen Gautama serta jangkauan luas filosofinya.
--------------------------------------------------------------------------------
Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah
Michael H. Hart, 1978
Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, 1982
PT. Dunia Pustaka Jaya
Jln. Kramat II, No. 31A
Jakarta Pusat