“Sebelum seseorang melakukan studi tentang suatu
organisme, mengestimasi nilainya, atau bahkan memahaminya, ia harus tahu untuk
apa segalanya itu.”
(A.D. Sertillanges)
(A.D. Sertillanges)
Tidak ada institusi pada abad pertengahan yang
pengaruhnya sebesar pengaruh gereja Kristen. Semua orang yang dibabtis dengan sendirinya
menjadi jemaah gereja, dan hampir semua orang yang telah dibabtis terlahir
karena orang tuanya yang telah memeluk agama Kristen. Gereja senantiasa
mengumandangkan kepastian kehidupan absolut tetang kehidupan abadi manusia.
Gereja mengajarkan suatu sistem moral yang mengikat dalam setiap relasi
manusia. Aktifitas intelektual tidak dapat dilepaskan dari kehidupan gereja
karena, gerejalah yang mengembangkan teologi, filsafat, etika, kesusastraan dan
seni.
Apakah gereja itu?
Gereja adalah persekutuan
semua umat manusia yang mengakui Kristus, mengikuti sakramen, dan yang berada
di bawah gembala para pendeta, yang secara sah menjadi wakil san pemimpin di
dunia, yakni Paus.
Organisasi Gereja
Organisasi gereja pada
dasarnya bersifat monarkhis. Gereja bereda di dalam uslup Roma, yang memiliki
otoritas begitu besar kerena dialah pemegang kuasa kunci-kunci. Organisasi
gereja juga bersifat hierarkhis, dengan Paus sebagai pucuk pimpinan dan pendeta
jemaah atau pendeta lokal sebagai pimpinan yang paling bawah.
Kata papacy (kepausan) biasanya
diterapkan pada Paus dan pembantu-pembantunya, para kardinal dan pejabat didepartemen
–departemen istana kepausan Roma. Pemerintahan, gereja yang mencangkup wilayah
Eropa barat dan beberapa bagian di Asia dan Afrika serta Greenland,
mengharuskan adanya aktifitas administratuf yang luas.
Berbagai persoalan yang muncul dari aktivitas gereja yang benar-benar bersifat keagamaan diselesaikan dalam tiga tribunal (pengadilan) berikut ini:
Berbagai persoalan yang muncul dari aktivitas gereja yang benar-benar bersifat keagamaan diselesaikan dalam tiga tribunal (pengadilan) berikut ini:
1. Pengadilan Suci, yang bertugas menangani
persoalan-persoalan disipliner seperti pengucilan, pemegatan, dan pemberian
dispensasi.
2. Pengadilan Tinggi Roma, yang bertugas menangani
pelanggaran-pelanggaran hukum agama serta kasus-kasus naik banding
dipengadilan-pengadilan keuskupan.
3. Apostolus Signatura ( Pengadilan Kerasulan), yang
menangani kasus-kasus naik banding yang muncul dalam Pengadilan Tinggi Roma.
Persoalan lain yang muncul dari aktivitas praktis gereja yang begitu luas
diselesaikan dibeberapa departemen.
misalnya:
1. Dataria
(Departemen Personalia), yang menangani rekruitmen calon pemimpin gereja.
2. Apostolus
Chancellaria (Kanselir Kerasulan), yang menerbitkan dokumen-dokumen resmi
kepausan sehubungan dengan pengangkatan pejabat gereja dan hal-hal yang
berkaitan dengannya.
3. Apostolus
Camera (Kubah Kerasulan), yang menagani keuangan kepausan. Pada abad XIV
organisasi ini dibuat lebih sempurna lagi.
Wilayah seorang uskup disebut diocese (keuskupan). Luas wilayah
keuskupan sangat beragam. Di kawasan Mediterania misalnya, luas wilayah
keuskupan relatif lebih kecil dari pada
di kawasan Eropa Utara. Masing-masing
keuskupan dibagi kedalam beberapa archdeacon
(diakon utama) yang menangani persolan-persolan keuskupan yang menyangkut
anggota jemaah gereja diwilayahnya. Tempat tinggal uskup yakni diwilayah gereja
utama di sebut catedral berasal dari
bahasa Latin cathedra yang atinya kursi kata lain yang ledih halus dari mahkota
keuskupan. Uskup membawahi para pendeta lokal, dan bertanggung jawab atas semua
masalah yang berkaitan bengan persoalan keagamaan anggota jemaah gereja
diwilayahnya. seorang uskup memakai cincin, simbol dari perkawinan spiritual
dengan gereja, dan membawa tongkat yang merupakan simbol dari karyanya sebagai
pastor (penggembala umat).
Parish ( Kongregasi atau jemaah gereja) adalah unit terkecil dalam
administrasi gereja. Wilayah Kongregasi ini pun sangat bervariasi. Para pendeta
memperolah penghasilan dari tanah gereja serta potongan sepuluh persen dari setiap
penduduk manorial. Tugas keagamaan mereka adalah mengatus sakramen, memberikan
khotbah-khotbah keagamaan, dan merawat gereja serta rumah mereka sendiri.
Sakramen
Kebesaran kekuasaan gereja
itu antara lain ditunjukkan dalam sakramen, yang adalah media pedagosis dimana
khotbah-khotnah dan perintah-perintah keagamaan disampaikan, sakramen bukan
sekedar media penyampai perintah keagamaan, tetapi lebih jauh adalah perwujudan
dari persekutuan orang-orang yang beriman.
Kemujaraban sakramen sudah
dianggap pasti, agar mendapatkan kemujaraban sakramen seseorang agar memiliki
sikap metal yang benar.
Ada tujuh sekramen yakni:
1. Pembaptisan
2. Pengesahan
3. Penebusan dosa
4. Ekaristi Suci
5. Matrimoni (ikatan perkawinan)
6. Pemberian minyak suci
7. Orde-orde suci
Pengertian - Pengertian Sakramen:
·
Pembaptisan adalah sakramen pertama dalam kehidupan setiap umat Kristen. Dilakukan beberapa
hari sesudah kelahiran, dan lebih awal jika terancam kematian.
·
Sakramen konfirmasi (pengesahan) di ikuti ketika seorang anak telah cukup dewasa untuk
memahami ajaran gereja. Untuk menanamkan Roh Kudus, memberikan kekuatan agar si
penerima Roh Kudus itu menjadi umat Kristen yang saleh.
·
Sakramen penebusan dosa atau lazim disebut
konfensi, merupakan pengujian
terhadap suara hati seseorang. Di uji apakah ia benar-benar merasa menyesal
atas dosa yang telah ia perbuat. Sakramen penebusan dosa ini merupakan momentum
yang strategis dalam pengaturan kehidupan moral dan keagamaan seseorang
.
·
Ekaristi suci adalah sakramen yang menghadirkan tubuh dan darah kristus, yang disimbolisasikan
dengan roti dan anggur. Tujuannya adalah untuk membangun persekutuan spiritual
dengan kristus.
·
Matrimoni adalah
juga sebuah sakramen. Perkawinan sepasang umat Kristen dianggap tidak sah jika
tidak dilaksanakan di dalam gereja.
·
Pemberian minyak suci adalah sakramen terakhir dalam kehidupan setiap umat
Kristen. Sudah termasuk konfesi atau penebusan dosa jika yang bersangkutan
tidak terlalu sakit.
·
Orde-orde suci adalah sakramen pentahbisan seorang pendeta atau pastor, yang dengan
demikian ia memiliki wewenang untuk menyelanggarakan sakramen-sakramen.
Disiplin Gereja
Gereja sangat menyentuh semua aspek
kehidupan di abad pertengahan. Apa yang terjadi pada orang yang menolak disiplin
gereja? Ia dikucilkan, dikeluarkan dari persekutuan kaum beriman. Ini merupakan
hal yang serius, sebab jika ia meninggal dengan membawa dosa-dosa yang berat
sekali, jiwanya akan lenyap. Ini dianggap sebagai hukuman berat, karena anggota
keluarganya tidak dapat membantu berbuat apa-apa.
Kependetaan: Sekuler dan Reguler
Kependetaan dibagi kedalam dua
kelompok, yakni sekuler dan reguler. Yang pertama, berasal dari bahasa Latin seculum, yang artinya bertugas
memberikan kebaktian-kebaktian di dunia, bukan di biara. Mereka inilah yang
mengatur penyelenggaraan sakramen, mengelola organisasi gereja, dan
mendisiplinkan umat. Pendeta jemaat, uskup uskup agung, kardinal dan Paus
adalah termasuk kelompok yang pertama. Sedangkan yang termasuk kelompok yang
kedua, yang reguler – bersal dari bahasa Latin regula, yang artinya rule – adalah para biarawan, seperti biarawan
ordo St. Benedictus. Mereka inilah para poendeta yang menarik diri dari dunia
ramai, yang menjalani suatu kehidupan damai, dan mencurahkan diri hampir
sepenuhnya untuk menghayati kehidupan.
Gereja dan Feodalisme
Organisasi gereja yang begitu rumit, yang memiliki otoritas
khusus dalam keimanan, moralitas dan disiplin, dalam abad X dan XI dihadapkan pada suatu krisis yang gawat ketika masyarakat
masih terfeodalisasikan. Hubungan feodal merupakan hubungan yang rumit dan membingungkan hal ini
berakibat pada menggejalanya korupsi, yang merendahkan moralitas para pendeta
dan kaum awam, dan mengancam misi keagamaan gereja. Para tuan manor sering
melakukan simony, yakni menjual atau
membeli jabatan kegerejaan sekedar sebagai kesempatan untuk mencari uang.
Penyalahgunaan hal lainnya terjadi
dalam hal pentahbisan, para bangsawan feodal atau raja selalu berusaha
mempengaruhi jalannya pemilihan uskup dan kepala biara. Setelah, pemilihan usai, para bangsawan
feodal atau raja “menobatkan” uskup itu dengan memakaikan cincin dan tongkat
sebagai simbol jabatan keuskupan. Dengan munculnya penyimpangan ini, kehidupan
keagamaan dan disiplin gereja lalu berada dibawah kontrol raja atau para
bangsawan feodal. Hal ini mendapat tantangan keras dari orang yang masih
menaruh kepedulian terhadap kemurnian gereja.
Perkawinan pendeta juga merupakan
ancaman yang serius bagi gereja, sejak awal pendeta memang sudah kawin, tetapi
sebenarnya gereja menganjurkan kehidupan selibat,
agar mereka mencapai kehidupan yang lebih sempurna.
Kongregasi Cluny
Biara induk cluny di Burgundia didirikan pada tahun 910.
Duke William dari Aquitane dan istrinya menyisihkan beberapa bidang tanah untuk
membangun biara dan menetapkan bahwa biara itu sepenuhnya dan selamanya berada
di bawah perlindungan Kepausan Suci, dan kepala biaranya dipilih secara bebas.
Biara baru ini tidak untuk diperjual belikan, dan kepala biaranya tidak
ditasbihkan oleh raja. Dari sinilah Cluny menjadi pusat perlawanan yang keras
terhadap kebobrokan-kebobrokan masyarakat feodal.
Pendiri kongregasi ini senantiasa
berpesan agar para biarawan itu selalu menjalankan kebajikan lama yang penuh
dengan keramah tamahan. Hal ini rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi
sejumlah orang besar untuk mengunjungi Cluny. Tujuan Cluny adalah memuliakan
ajaran gereja dalam setiap langkah kehidupan.
Abad XI menyaksikan kembali awal
kehidupan keagamaan, hal ini jelas tidak dapat dipisahkan dari suntikan energi
spiritual baru gereja.
Para biarawan Cluny memang gigih
dalam mendorong Truce of God (genjatan
Senjata atas Nama Allah) yang melengkapi perdamaian Al-lah. Dengan ketentuan ini dileluarkan larangan berperang mulai
dari kamis sore hingga senin pagi. Bagi siapa yang melanggarnya akan mendapat
hukuman dikucilkan dan interdiksi.
Pengaruh biarawan Cluny mulai terasa
di banyak daerah, bahkan hingga kepausan Roma. Dari Cluny ini juga muncul pendirian
yang tegas bahwa harus dipilih secara bebas, lepas dari para pengaruh penguasa
politik. Para kaisar Jermanlah yang sering mencampurtangani pemilihan Paus, dan
mendiktekan pilihan mereka. Akhirnya, pada 1059, dikeluarkan dekrit yang
mengatur pemilihan paus. Dekrit ini dikeluarkan oleh dewan gereja Roma tanpa
berkonsultasi pada dengan kaisar.
Mencegah adanya korupsi dan kekerasan. Dokumen ini ditandatangani oleh delapan
uskup dan diaken, menetapkan kolese
kardinal, yakni sebuah badan kependetaan yang sejak saat itu hingga kini
berperan dalam pemilihan paus.
Perjuangan Pentahbisan
Kebrobokan-kebrokan yang dapat
menghancurkan gereja, misalnya seperti praktek-praktek jual beli jabatan
kegerejaan, pentahbisan awam, dan perkawinan para pendeta. Menjadi sasaran
kritik serangan Gregorius VII, Paus dari 1073 hingga 1085 berselisih sengit
tentang pentahbisan ini dengan kaisar Jerma Henry IV, yang memrintah dari 1056
hingga 1106. Diduga bahwa Gregorius pernah hidup membiara di Cluny. Ia banyak
terpengaruh oleh gagasan para biarawan Cluny. Gregorius mendesak agar Henry
meninggalkan praktek jual beli jabatan, dan berhenti mencampurtangani pemilihan
uskup. Dilain pihak, Henry bersikeras mempertahankan pendapatnya bahwa adalah
haknya untuk menjual jabatan, mempengaruhi pemilihan uskup dan mentasbihkan
uskup dengan memakaikan cincin serta tongkat yang berfungsi sebagai lambang
kekuasaan.
Gregorius mengungkapkan ide-idenya
tentang hubungan antara gereja dan negara, serta asal-usul dari kedua kekuasaan
tersebut. Teorinya ini banyak di anut oleh para pemikir abad pertengahan. Di
katakan bahwa ada dua kekuasaan di bumi yakni negara dan gereja. Keduanya sama-sama
diciptakan oleh Tuhan. Gereja yang dibangun oleh kristus didirikan untuk mengajarkan
tentang keselamatan, karena didrikan untuk melindungi kesejahteraan abadi umat
manusia, gereja lebih penting dari pada negara.
Negara,
menurut Gregorius diciptakan karena manusia telah terjatuh dari
kesepurnaannya. Negara memang juga diciptakan Tuhan tapi hanya untuk urusan
duniawi, yakni mengawasi manusia yang telah bejat akhlaknya. Negara
mengandalikan kejahatan manusia, sementara gereja mengembangkan kehidupan akal
manusia. Oleh karena itu kehidupan gereja lebih penting dari pada negara, dan
kaisar salah besar jika memperjualbelikan jabatan kegerejaan dan melakukan pentahbisan
awam.
Pertikaian merupakan krisis serius
dalam bidang politik dan agama. Pertikaian tetap berlanjut setelah kematian
Henry IV. Anaknya Henry V (1125) membuat perjanjian dengan Paus Calixtus II,
perjanjian ini kemudian dikenal dengan nama “Concordat of Worms of 1122”. Henry
menghentikan praktek simoni dan pentahbisan awam. Dilain pihak paus tidak
keberatan akan kehadiran kaisar dalam pemilihan uskup dan kepala biara.
Pemilihan tiidak boleh siwarnai dengan simoni dan kekerasan. Selanjutnya, setelah
pemilihan uskup dan kepala biara menerima tongkat lambang kekuasaan politis dan
kekaisaran.
Skisma Yunani
Gereja dalam perkembangan
selanjutnya pecah dalam kedua bagian; di Barat: Latin, Kelt, dan Jerman. Di
Timur: Yunani dan Slav. Perpecahan ini dikenal dengan istilah Skisma Yunani.
Terjadi pada tahun 1054.
Telah lama terdapat kesalingpahaman dan
perbedaan pendapat antara Roma dan Konstatinopel. Yang disebutkan pertama mewarisi
kebudayaan yang bercorak Latin, sedangkan yang kedua bercorak Yunani. Patriarkh
Konstatinopel, yang iri kepada Paus di Roma, menyangkal klaim-klaim St. Petrus.
Selain itu, antara kedua gereja itu juga terdapat perbedaan-perbedaan dogma.
Kesalingpahaman terus menerus terus meningkat, sampai akhirnya datang utusan
paus di Konstatinopel dan meletakkan dekrit pengucilan diatas altar gereja
Khatolik Roma di Barat, dan gereja Yunani (atau Khatolik Ortodoks) di Timur.
Ordo Carthusian
Monarkisme tetap populer sepanjang
Abad Pertengahan. Banyak ordo baru bermunculan, yang satu dengan yang lainnya
ada perbedaan yang besar. Ordo baru yang pertama adalah ordo Carthusian yang
didirikan pada 1084. Gagasan dasarnya adalah adalah penyangkalan diri secara
aksetis, yang tampaknya berbeda dari ide dasar ordo Benedictus dan kongregasi
Cluny. Pendirinya adalah St. Bruno dari Cologne, yang dengan sekelompok kecil
pengikutnya membangun biara di daerah yang sulit dijangkau orang disuatu tempat
di Burgundia yang disebut Chartreuse.
Para biarawan Ordo Cathusian ini
bermata pencarian antara lain dengan menggembalakan ternak dihutan. Dengan uang
yang mereka peroleh dari penjualan kulit ternak itulah mereka membeli makanan
dan barang-barang keperluan lainnya. Berbeda dari kongregasi Cluny mereka
sangat tidak suka pada kemegahan dan kemewahan misa-misa keagamaan. Secara
persisten mereka mampu mempertahankan jalan hidup yang sangat asketis ini
selama abad enam.
Ordo Cistercian
Ordo ini didirikan pada 1098. Sekelompok kecil orang,
yang muak dengan kemewahan para biarawan Cluny. Membuka calon komplek
persemedian di hutan Citeaux dekat Dijon, Burgundia. Mereka melatih diri mereka
untuk hidup miskin dan sederhana.
Meskipun pada awalnya menentang
kemewahan hidup Cluny tapi pada perkembangannya Ordo Cistercian mengalami
kemakmuran. Tokoh terbesar ordo ini adalah St. Bernard dari Clairvaux (1153).
Nama ordo ini terkenal luas pada 1152, ordo ini memiliki 330 biara yang
terdsebar di Prancis, Spanyol, Italia, Jerman, Inggris, dan Belanda.
Ordo Premonstratensian
Ordo ini didirikan pada 1120. Ordo
ini berbeda dari ordo-ordo Benecditus, Carthusian, dan Cistercian. Ordo ini
beranggotakan para pendeta yang sekaligus biarawan. Sedangkan kebanyakan
ordo-ordo lainya beranggotakan para biarawan yang tidak pernah menjadi pendeta.
St. Norbert mendirikan biara
premonstratensian yang pertama didekat Leon, Prancis. Karena para pendeta
anggota ordo ini mempunyai tugas untuk berkhotbah, mengajar, mendengarkan
pengakua-pengakuan dosa dan tugas-tugas kependetaan lainya, biara-biara ordo
ini dibangun didekat kota-kota, dimana mereka bisa melakukan layanan kepada
setiap umat. Ordo ini menarik, karena inilah institusi kebiaraan pertama dalam
Abad Pertengahan yang mengadabtasikan model kehidupan keagamaannya sesuai
dengan kebutuhan warga kota. Model ini kemudian banyak ditiru ordo-ordo
lainnya, seperti Franciscan dan Dominican.
Ordo Kariatif
Di pusat-pusat industri dan perdagangan baru tumbuhlah
ordo-ordo yang melayani kaum miskin. Karitas merupakan kebijakan nilai
kristiani yang terus menerus ditanamkan sejak semula. Pada Abad pertengahan
penyakit kusta memeng merupan gejala yang endemis, terutama sebelum kebiasaan
mandi secara teratur di praktekan para warga kota-kota yang baru bermunculan.
Satu hal yang khas dalam ordo-ordo kariatif ini adalah
bahwa sebagian besar anggotanya bukan para biarawan atau pendeta, tetapi justru
kaum awam. Namun, beberapa ciri kebiaraannya tetap bertahan. Artinya, beberapa
aturan yang lazim berlaku dalam kehidupan di biara-biara wajib dipatuhi
anggota-anggotanya, termasuk yang awam. Misalnya seperti hidup secara sederhana
dan saleh tetapi tidak harus selibat.
Sekte
Albigenses
Sekte Albigenses ini boleh dikatakan merupakan semacam
penjelmaan dari kelompok bid’ad manikhea kuno- yang dulu secara tak
henti-hentinya diburu-buru oleh St, agustinus. Ajarannya merupakan campur aduk
tak karuan antara pandangan-pandangan paganisme dan kristen. Sekte ini
mengajarkan bahwa di dunia ini terdapa pertarungan abadi antara kekuatan baik
dan kekuatan jahat. Kekuatan baik berkaitan dengan roh, sedangkan kekuatan
jahat berkaitan dengan materi. Kreasi material adalah hasil dari pertarungan
antara kedua kekuatan tersebut. Oleh karena itu Sang Pencipta alam semesta ini
tak mungkin Tuhan Yang Maha pemurah. Tuhan dalam perjanjian lama adalah jahat.
Kristus tidak mungkin menampakkan diri secara fisik dalam tubuh manusia.
Perkawinan adalah suatu kejahatan, karena perkawinan mengekelkan wadaq fisik
manusia. Pokoknya, agama khatolik itu jahat, sakramen-sakramennya itu palsu,
dan ajaran-ajaranya tak perlu dipatuhi. Sekte albigenses ini kmengenal satu
sakramen inisiasi, yakni consolamentum. Di dalam sakramen ini mereka
mengucapkan kata-kata yang menolak segala ajaran khatolik. Sebagian besar
ajaran sekte ini berkaitan dengan seks, satu hal yang sungguh mereka benci.
Adalah dosa besar bagi seorang leleki menyentuh seorang wanita, bahkan dengan
cara yang tidak ofensif sekalipun. Jalan keluar dari kesulitan ini, bagi yang
mempercayai ajaran sekte ini, adalah endura atau bunuh diri. Hal ini mereka
percayai sebagai suatu yang terpuji, karena dengan bunuh diri ini jiwa mereka akan
terbebaskan dari segala hal yang bersifat material.
Mereka merupakan ancaman yang serius bagi gereja. Mereka
menentang praktek pengambilan sumpah didepan pengadilan atau dalam
seremoni-seremoni di depan publik. Para pengikut sekte albigenses itu menolak
pengambilan sumpah dengan mendasarkan diri pada injil Matius 5:36 kuadrat.
Ajaran-ajaran semacam itu tidak munkin diterima dalam masyarakat abad
pertengahan yang mendasarkan diri pada kepatuhan, dan dimana kesatriaan merupakan suatu yang diidealisasikan. Maka,
pada abad XIII masyrakat Eropa Kristen bersatu dipihak gereja dan negara untuk
membasmi sekte atau kelompok bid’ah albigenses ini. Dari sinilah lalu muncul
inkuisisi yakni suatu pengadilan yang mencabut semua ajaran sekte albigenses.
Inkuisisi
Hukuman utamanya berupa penyitaan harta benda mereka atau pembuangan. Hukuman ini masih lebih manusiawi dari pada hukuman yang di jatuhkan oleh masa fanatik, yakni membakar mereka hidup-hidup.
Dibawah kaisar Frederick II, yang
berkuasa dari 1212 sampai dengan 1250, sifat inkuisisi ini banyak berubah. Pada tahun 1224 ia mengeluarkan suatu
undang-undang yang menyatakan bahwa pengikat gerakan bid’ah dijatuhi hukuman
bakar atau potong lidah. Inkuisisi dipindahkan dari tangan para uskup ke tangan
dua ordo yang baru saja muncul, yakni Dominican dan Fransiscan. Akhirnya,
Innocentius IV, Paus dari 1243 hingga 1254, mengesahkan penggunaan penyiksaan
atas para bid’ah, seperti yang sering diterapkan dalam pengadilan negara.
St. Franciscus dari Assisi
Ordo
Biarawan Minor didirikan oleh St. Fransiscus (sekitar 1181-1226), seorang
biarawan yang benar-benar tulus hati. Ia berasal dari keluarga pedagang kaya di
Assisi, sebuah kota kecil di Italia tengah tempat ia menjalani hidup dengan
penuh kegembiraan, tidak memikirkan masalah-masalah kehidupan. Akhirnya, ia
benar-benar tampak tergugah oleh kata-kata Yesus sebagaimana ditulis dalam
injil Matius dan kemudian mencurahkan dirinya untuk berkhotbah terhadap kaum
miskin dan papa di daerah Umbria.
Kejeniusan
St. Franciscus terungkap dalam Little
Flowers of St. Francis yang
merupakan kumpulan cerita tentang kesalehan sang santo ini kumpulan cerita ini,
yang di susun setelah kematiannya. Dengan dua belas muridnya ia pergi ke Roma,
memohon kepada Paus Innocentius III untuk mendirikan sebuah ordo.
Tujuan
ordo Francisus yang pertama ini, yang terdiri dari para Biarawan Kecil, adalah
untuk menirukan teladan Yesus. Para anggotanya disebut bruder atau frater secara
berpasang-pasangan menjelajahi seluruh negeri, berkhotbah dan membantu kaum
miskin. Mereka itu sebenarnya adalah kaum awam yang hidup dalam aturan,
kebiaraan, tetapi tetap bukan atau belum betul-betul menjadi biarawan atau
pendeta tetapi tetap bukan atau belum betul-betul menjadi biarawan atau pendeta.
Jadi ordo yang pertama ini merupakan perpaduan antara idealisasi hidup
kebiaraan dan kehidupan kaum awam.
Prinsip utama mereka tampak paradoksal dengan manusia modern, yang selalu
berpikir bahwa tanpa benda-benda material hidup adalah hampa. “Kemiskinan” kata
para murid Franciscus itu, “tercapai dalam ketidakpunyaan dan ketidakinginan ,
kecuali dalam keinginan akan semangat pembebasan. “dalam” “kebebasan” inilah
manusia mereguk kemerdekaan spiritual yang merupakan jalan ajaran-ajaran Yesus.
Ordo
kedua dibentuk pada tahun 1212. Ordo ini terdiri dari kaum wanita, yang
merupakan pasangan kerja para murid St. Franciscus. Ordo ini didirikan oleh St.
Klara- putri dari sebuah keluarga kaya di Assisi yang sejak muda terpesona pada
kesalehan St. Franciscus.
Ordo
ketiga: para Bruder dan suster penubusan dosa. Ordo-ordo fransiscan ini, yang
menaruh kepedulian yang dalam terhadap tatanan masyarakat kota, cukup mendorong
gereja untuk menyesuaikan dirinya untuk dengan kondisi-kondisi sosial yang
tengah berubah.
Ordo Dominican
Ordo ini didirikan oleh seorang
Spanyol yang bernama St. Dominica (1170-1121) pada 1216. Ia adalah seorang anggota
yang berhasrat kuat untuk mengendalikan para pengikut kelompok bid’ah Albigenses
kedalam gereja. Seperti para anggota ordo Francicscus, anggota ordo juga
menjalani hidup dalam kemiskinan. Mereka hidup dari sedekah orang lain. Itulah
sebabnya mereka disebut biarawan peminta-minta.
Para anggota ordo ini sangat
berminat pada ilmu pengetahuan. Hal ini didorong oleh hasrat untuk membantah
pandangan-pandangan yang berbau bid’ah. Banyak anggota ordo Dominican yang
terpelajar yang kemudian menjadi guru besar teologi di universitas-universitas
yang mulai bermunculan dimasa itu.
Makna Sosial Remisi Hukuman
Remisi ini diberikan untuk menghapus
hukuman dosa, bukan untuk menghapus kesalahan dosa itu yang adalah wewenang
adalah Tuhan untuk menganpuninya, dan hanya efektif jika yang bersangkutan telah
benar-benar mengakui dosa-dosanya. Penerima remisi hukuman itu biasanya lalu
diwajibkan memberikan jaminan yang berupa uang atau tenaga kerja. Satu hal yang
harus digaris bawahi adalah bahwa yang terpenting dalam pemberian remisi ini
bukan jaminanya, tetapi kedisiplinan moral dan religius orang yang menerima
penebusan tersebut. Uang jaminan atau tenaga kerja yang diberikan oleh penerima
hukuman remisi itu biasanya diberikan untuk membangun atau merawat gereja. Uang
jaminan itu juga digunakan untuk memberikan semacam pensiunan bagi para veteran
perang salib. Selain itu juga digunakan untuk mebiayai proyek-proyek sosial
yang berguna, seperti pembangunan jalan, parit, bendungan, tanggul, pelabuhan,
bendungan, benteng, serta pendayaagunaan tanah-tanah kosong.
Kalender
Pengaruh agama sedemikian kuatnya sehingga
orang menyusun penanggalan didasarkan atas orang hari-hari suci. Mereka tidak
menulis “24 Juni 1330”, tetapi “Hari Raya St.Yohannes Pembabtis, 1330”. Bahkan
mereka sering menyusun penanggalan peristiwa-peristiwa berdasarkan hari-hari
besar gereja, yang tidak jarang berubah-ubah, sehingga memperumit perhitungan.
Jelaslah kini agama merupakan sumber inspirasi bagi basis-basis peradaban abad
pertengahan. Sejak semula gereja kristen telah mengajarkan pandangan hidup yang
konsisten, dan mengilhami konsepsi ideal tentang perilaku etis melalui sakramen-sakramen.
Reformasi, dalam sejarah gereja adalah gerakan yang dimulai oleh Martin Luther
pada abad XVI, yang bertujuan untuk mereformasi, gereja Khatolik Roma dan
kemudian menghasilkan protestanismepent.
0 komentar:
Posting Komentar
Kalau udah dibaca mohon sisipkan komentar ea :D
untuk kemajuan blog saya
terimakasih :D