Pelayaran dan Perdagangan Sebelum Tahun 1500
1. Sistem
Lalu Lintas
Sejak zaman kuno, lokasi kepulauan
Nusantara merupakan tempat persilangan jaringan lalu lintas yang menghubungkan
benua Timur dengan Benua Barat. Navigasi dengan teknologi layar mula-mula
terutama menempuh jalur menyusur pantai. Dengan dikenalnya astrobolium dan ilmu
bintang serta system angin yang berlaku di Lautan Indonesia dan Lautan Cina
pada umumnya, dan dilautan Nusantara khususnya, pelayaran samudra dapat
diselenggarakan. Meskipun demikian, tempat berlabuh dengan jarak tertentu satu
dari yang lain, masih di butuhkan, oleh karenasenantiasa diperlukan perbekalan
baru.
Sistem angin di kepulauan Nusantara yang
dikenal sebagai musim-musim memberikan kemungkinan pengemvbangan berpola tetap.
Musim Barat dan musim Timur sangat menentukan jalur pelayaran dan perdagangan
di Nusantara. Faktor itu juga turut menentukan munculnya kota-kota pelabuhan
serta pusat-pusat kerajaan sejak zaman sriwijaya sampai akhir zaman majapahit.
Hasil-hasil bumi atau barang-barang yang terutama merupakan monopoli alamiah di
Nusantara, menimbulkan perdagangan ramai ked an dari Indonesia. Daerah Maluku
sebagai penghasil rempah-rempah menjadi terminal jalur perdagangan yang
berpangkal di Teluk Parsi atau Jazirah Arab dan secara bersambun g-sambung
melewati Gujarat, Malabar, Koromandel, Benggala, sampai Ke Indonesia.
2. Sriwijaya
dan Desintegrasinya
Selama beberapa Abad Sriwijaya sebagai
pelabuhan, pusat perdagangan dan pusat kekuasaan, menguasai pelayaran dan
perdagangan di bagian Barat Indonesia. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat
Malaka, Sumatra Utara, Selat Sunda kese muanya masuk lingkungan kekuasaan Sriwijaya. Yang diperdagangkan
disana ialah tekstil, kapur barus, mutiara, kayu berharga, rempah-rempah,
gading, kain katun dan sebagainya. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan
dikunjungi oleh pedagang dari Parsi, Arab, dan Cina yang memperdagangkan
barang-barang dari negrinya atau negeri yang dilaluinya, sedang pedagang Jawa
membelinya dan menjual rempah-rempah. Sejak serangan dari Cola dalam abad XI
dan kemudian terdesak oleh kekuasaan di Jawa Timur pada akhir abad XIII, Sriwijaya
merosot sebagai pusat perdagangan dan akhirnya dikuasai oleh bajak laut.
Lokasinya kemudian pindah ke daerah Jambi. Pada masa Kerajaan Singasari di
bawah pemerintahan Kartanegara, kekuasaan kerajaan itu memasukkan kedalam
lingkungan kekuasaan ujung selatang Semenanjung Malya, San-fo-tsi seperti
disebut oleh Chau-ju-kua atau Sriwijaya dan Sunda. Dengan Pamalayu, supremasi
Kerajaan Singasari dapat diletakkan di bekas daerah pengaruh Sriwijaya di
Sumatra. Tumasik, tempat pemukiman orang Melayu dan sisa-sisa dari tentara
Kartanegara, juga dikatakan masuk dalam daerah di bawah supremasi Jawa.
Dasar-dasarbagi lingkungan hegemoni Majapahit telah diletakkan. Dalam struktur
kekuasaan dengan hirarki piramidalnya desintegrasi pusat kekuasaan yang
memegang supremasi dapat mengalihkan Supremasi atau suzerenitas kepada
kekuasaan lain, seperti disini dari Sriwijaya ke Singasari terus kemudian ke
Majapahit. Ada kemungkinan lain ialah bahwa desintegrasi kekuasaan pusat
menimbulkan profilerasi sehingga timbul kekuasaan-kekuasaan baru, satu
diantaranya dapat memegang suzerenitas
Dalam komplek historis yang tercakup
dalam lingkungan pengaruh Sriwijaya, meskipun masuk wilayah supremasi
Majapahit, perkembangan seperti tersebut diatas terjadi. Dalam pemberitaan
mengenai perjalanan, Marco Polo juga menyebut Tumasik dan Samudra Pasai sebagai
kerajaan yang mengakui suzeritas Majapahit. Juga Ibn Batuta telah menyebut kerajaan Samudra Pasai itu. Diberitakan pula bahwa sultan kerajaan itu telah berlayar
ke negeri Cina; suatu petunjuk bahwa Samudra Pasai mengakui suzerenitas Cina
dan berkewajiban member persembahan kepada raja Cina./ Muncullah di samping
Samudra Pasai, Pidea sebagai pelabuhan yang mengekspor lada dan karena itu
mulai berperan dalam abad XIII. Mengenai kedudukan politiknya, kedua kerajaan
kemudian dapat mempertahankan diri terhadap Malaka. Sebagai pusat perdagangan,
Samudra Pasai mempunyai hubungan dengan Gujarat dan Benggala dan beberapa
pelabuhan di pantai utara Jawa dalam abad XIV perdagangan di kota itu memencak.
Kedudukan ekonomis Samudra Pasai cukup kuat sehingga dapat mempertahankan
kedaulatan terhadap Malaka. Sebaliknya, suzerenitas Majapahit lebih mudah
diterima oleh karena tidak membahayakan kedudukan ekonomis itu. Hegemoni
Majapahit masih memberikan kebebasan untuk mengatur masyarakatsendiri, yang
penting ialah pemberian persembahan sebagai bukti mengakui suzereinitas
Majapahit.
Yang diutamakan oleh Majapahit ialah
menjamin keamanan perdagangan ke Maluku dan Banda, sesuatu yang sangat
mempengaruhi kedudukan kota-kota pelabuhan di Jawa yang sebagai emporium sangat
tergantung pada perdagangan transito, lagi pula ekspor beras dan bahan makanan
lain tergantung pada kelancaran pedagang tersebut. Kedudukan kota pelabuhan
seperti Tuban dan Gresik sangat stategis oleh karena terletak di tengah jalur
pelayaran dari selat Malaka ke Maluku dan Banda. Lagi pula yang memperkuat
kedudukannya ialah bahwa ada daerah pedalaman yang mempunyai produksi beras dan
bahan makanan lain, sehingga member daya tarik kepada kapal-kapal untuk singgah
disana. Ketergantungan daerah-daerah, seperti Maluku dan emporium di Pantai
Selat Malaka pada Jawa, terutama makanan, sangat memperkuat kedudukan
Majapahit.
3. Pusat
Perdagangan Abad XV
Sejak zaman kuno pelayaran dan
perdagangan dari Barat dan dari negeri Cina memerlukan pelabuhan tempat
singgah, mengambil bekal dan menumpuk barang. Selama beberapa abad fungsi
emporium telah dijalankan oleh Sriwijaya. Dengan kemerosotan pada akhir abad
XIII fungsi itu sementara terpencar, antara lain ada yang berpusat di Pidie dan
Samudra Pasdai. Selama abad berikutnya muncullah pusat-pusat kekuasaan baru
sepanjang pantai Timur Sumatra dan di seberang selat Malaka, kesemuanya
bertahan dan masih berdiri pada awal abad XVI, seperti kerajaan Aceh, Lamuri,
Arkat dan Perak di pantai Barat Semenanjung Malaya. Dalam kompetisi di antara
kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan itu akhirnya factor ekonomi dan politik
sangat menentukan mana yang muncul sebagai yang paling berpengaruh. Pada akhir
abad XIV Malaka telah berkembang menjadi pusat perdagangan yang paling ramai
tidak hanya di wilayah itu saja, tetapi menurut sumber Portugis salah satu
pusat perdagangan yang terbesar di Asia. Di situ bertemu pedagang dari tanah
Arab, Parsi, Gujarat, Benggala, Pegu, Siam, negeriI Cina pada satu pihak dan
pedagang dari Sumatra, Jawa, Maluku dan kepulauan kecil lainnya pada pihak
lain.
4. Sistem
Pelayaran
Perdagangan
ked an dari Malaka sebagai emporium besar di Indonesia sejak awal abad XII
sangat tergantung pada system angin yang berlaku di Asia Selatan, Tenggara, dan
Timur, Arah angin yang sangat menentukan jalur navigasi yang ditempuh
tergantung pada siklus musim panas dan dingin di daratan Asia, khususnya bagi
Indonesia pada siklus di Australia. Siklus yang pertama menimbulkan musim barat
daya yang menjadi musim pelayaran baik dari Asia selatan ke Malaka. Yaitu dari
Januari sampai dengan Maret. Dalam musim panas di daratan Asia angin membalik
arah menjadi angin barat daya sehingga sulit berlayar dari Malaka ke pantai
Malabar dan Gujarat. Menjelang musim panas kapal=kapal sudah kembali dari
Malaka, maka perdagangan dilakukan dalam waktu yang pendek, ialah dari Maret
sampai akhir Mei. Pelayaran yang menggunakan angin timur laut pada musim dingin
di dartan Asia, yaitu bulan-bulan terakhir tahun lama dan bulan-bulan terakhir
tahun lama dan bulan-bulan pertama tahun baru berikutnya dilakukan oleh bangsa
Cina untuk mengunjungi Malaka. Waktu cukup leluasa, yaitu kurang dari setengah
tahun.
Perkembangan
Kerajaan-kerajaan Islam Abad XVI
1. Kerajaan-kerajaan
Islam
Struktur kekuasaan feudal menunjukkan
hirarki pyramidal dengan kekuasaan puncak dipegang oleh suzurein, seorang raja
yang mempunyai hegemoni di wilayah di mana raja-raja kecil sebagai vasalnya
mengakui suzerenitasnya. Selanjutnya vassal itu sendiri masing-masing mempunyai
bawahannya atau semacam subvasal, dan seterusnya. Tribut atau upeti mengalir ke
atas sedangkan suzeritas member perliondungan terhadap bawahan. Apabila
kekuasaan pemegang suzerenitas menjadi lemah atau runtuh kerajaannya, seperti
yang terjadi dengan sriwijaya dan maja pahit, maka bekas vaalnya berdiri
sendiri dan yang kuat diantara berusanha mendesakkan kekuasaannya kepada bekas
vassal lain yang lemah. Desintegrasi kerajaan suzerain mengakibatkan suatu
poliferi kekuasaan untuk kemudian mengalami proses integrasi di bawah kekuasaan
baru.setelah sriwijaya runtuh timbullah kerajaan-kerajaan kecil, mulai dari
pedir, pasai, Tamiang, Siak, Rokan, Indragiri, Jambi, Dan Malaka. Dijawa
setelah Majapahit runtuh, berdirilah Tuban, Gresik, Panarukan, Demak, pati,
Yunawa, Jepara, Kudus. Pada kelompok pertama tampillah Malaka sebagai yang
termuka akan tetapi kemudian jatuh ketangan Portugis. Dalam kelompok
kerajaan-kerajaan di Jawa, Demak, Cirebon dan Banten tampak dapat
mengkonsolidasikan kekuasaan. Dengan kemunduran perdagangannya, kota-kota
perdagangan dan kerajaan-kerajaan tersebut di atas tidak kuat menghadapi
kekuasaan yang berpusat di pedalaman dan mempunyai basis pada pertanian
2. Kerajaan
Demak (1518-1550)
Menurut tradisi seperti tercantum dalam
historiografi tradisional jawa, pendiri Kerajaan Demak ialah Raden Patah,
seorang putra raja Majapahit dan istri dari cina yang dihadiahkan kepada raja
Palembang. Sesuai dengan polo umum historiografi babad disini ditunjukkan
adanya suatu kontinuanitas dalam genealogi sehingga peralihan kekuasaan dengan
demikian dapat disahkan. Dalam tradisi lain, seperti Sejarah Banten dan Hikayat
Hasanudin, geneologi juga dikembalikan kepada nenek moyang cina dan penguasa
Palembang. Sedangkan Tom Pires menyebutkan seseorang yang berasal dari Gresik.
Kalau nama-nama berbeda sekali, sebaliknya tempat asal tidak perlu saling
bertentangan. Kemungkinan ada daerah Cina dalam Demak tidak tertutup,
lebih-lebih kalau diingat bahwa pada abad XVI ada penghuni di kota-kota
pelabuhan yang berasal dari Cina. Berita-berita dari abad XVII dan dari tradisi
Jawa Barat memperkuat soal keturunan Cina yang memeluk agama Islam serta
berasal dari Gresik. Sebelum mendirikan kerajaan sudah manjabat patih
Majapahit.
Mengenai raja kedua, sementara ini
sumber-sumber tradisional menyebut nama Cina, cucu atau Sumangsang, sedang
pires menyebut Pate Rodin, maka sukar diindetifikasikan. Yang dapat disimpulkan
ialah bahwa pada masa penguasa kedua itu Demak sudah dapat berdiri sendiri,
bebas dari hegemoni Majapahit.
Sebagai raja Demak ketiga beberapa nama
disebut, Pate Rodin oleh Pires, Pangeran Sabrang Lor oleh Serat Kandha, dan Sumangsang
oleh tradisi Jawa Barat. Menurut teori Rouffaer, Pate Rodin Sr. adalah Pate
Unus seperti yang disebut dalam sumber beberapa Portugis. Menurut Pires, Pate
Unus berasal dari Kalimantan Barat Daya dan tergolong orang kebanyakan. Sekitar
tahun 1470 dia pindah ke Jepara serta berkedudukan sebagai pedagang. Keterangan
ini tidak bertentangan dengan cerita dari Barros yang menyebut Pate Unus
sebagai perompak yang telah berhasil dalam perdagangan dan menjadi kaya.
Rupanya lewat perkawinan dan pengumpulan pengikut dapatlah dia memperluas
pengaruhnya. Pires menyebutkan bahwa dia menggantikan ayahnya, waktu berusia 17
tahun, yaitu pada tahun 1507. Politik ekspansi membuat dia berhadapan dengan
bangsa Portugis, dengan perlawanannya berupa serangan besar-besaran terhadap
Malaka pada pergantian tahun 1512 ke 1513
3. Ekspansi
Demak
Ekspansi Demak ke Jawa Barat dimulai
dengan ekspedisi Syeh Nurullah atau kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati,
yang berhasil berturut-turut mendirikan kerajaan Cirebon dan Banten. Bersamaan
dengan ekspansi itu terjadilah proses Islamisasi daerah-daerah tersebut serta
pengmbangan kebudayaan Jawa.
Menurut Babad Pasir daerah Banyumas dan
Bagelen masuk lingkungan pengaruh Demak setelah Senapati Mangkubumi masuk
Islam, dan beberapa penguasa setempat, antara lain Carang Andul dan Binatang
Karya, dapat ditundukkan oleh tentara Demak.
Serangan terhadap Majapahit seperti
yang diceritakan dalam historiografi
tradisional belum dapat dipastikan historisitasnya tradisonal belum dapat
dipastikan historitasnya, namun secara simbolis sangat penting artinya ialah
bahwa keruntuhan Majapahit dipandang sebagai akhirnya periode penting dalam
sejarah, tidak hanya dari sudut penglihatan studi sejarah sekarang tetapi juga
oleh para historiograf tradisional. Menurut tradisi, tahun kejadian itu ialah
menurut candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (1400 A,J atau 1478 A.D.).
Kejadian ini diselubungi oleh mitos dan legenda sehingga memerlukan
interpretasi tersendiri. Yang penting bagi pengetahuan sejarah ialah bahwa
peristiwa itu menurut tradisi telah dipergunakan sebagai caesuur ( garis
pemisah) antara Jaman Kuno dan Jaman Baru dalam sejarah Indonesia.
Berturut-turut ditundukkan Wirasari
(1528), Gegelang (Madiun) pada tahun 1529. Mendangkung (Medang kamulan atau Blora)
pada tahun 1530, Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, Wirasaba,
ketiganya pada tahun 1541 dan tahun 1542. Gunung Penanggungan sebagai benteng
para elite religious Hindu-Jawa (1543), Mamenag atau Kediri(1549), sengguruh
(Malang) pada tahun 1545 dan sebagai sarana terakhir adalah Panarukan dan
Blambangan. Menurut satu tradisi disebut bahwa pada tahun 1546 Blambangan
ditaklukan, sedang tradisi lain mengatakan bahwa pada tahun itu Sultan
Trenggana gugur dalam menyerbu Panarukan.
4. Kerajaan
Cirebon.
Menurut tradisi seperti tertera dalam
historiografi tradisional pendiri Kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati.
Dalam sumber sejarah Banten namanya ialah Faletehan atau Tagaril. Menurut
Pires, ayahnya dari Pate Rodin Sr lah yang mendirikan pemukiman di Cirebon dan
Demak ada pelabuhan Losari, Tegal, dan Semarang, ketiganya mengekspor beras.
Adalah wajar apabila pada awal abad XVI ada hubungan ramai antara Demak dengan
kota-kota itu dan seterusnya pelabuhan-pelabuhan di Jawa Barat sudah mempunyai hubungan
dengan Jawa Timur. Waktu itu di Priangan ada Kerajaan Pajajaran dengan
pelabuhan Sunda Kelapa di sebelah barat dan Kerajaan Galuh di sebelah timur.
Sumber-sumber tradisional, setengahnya
menunjukkan hubungan pendiri Cirebon dengan tokoh-tokoh agama di Jawqa Timur
seperti Raden Rahmat, setengahnya hubungan dengan dinasti raja legendaries dari
Pajajaran dan Galuh, Aria Bangah, adalah saudaranya.
Dalam mengikuti tradisi Jawa Barat,
Nurullah melakukan ibadah haji dan sekembalinya (1524) dari Mekah tinggal di
Demak. Di sana ia kawin dengan seorang saudara permpuan Sultan Trenggana.
Tidak lama kemudian Nurullah bertolak ke
Banten di mana didirikan pemukiman bagi pengikutnya kaum Muslimin.
Sepeninggalan putranya, pangeran Pasareyan, Nurullah yang kemudian terkenal
dengan nama Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon, sedang pemerintahan di Banten
diserahkan kepada seorang putra lain, Hasanudin.
Sunan gunung jati diganti oleh Pangeran
Ratu atau Panembahan Ratu pada tahun 1570. Selama pemerintahannya dipeliharanya
hubungan damai dengan Mataram. Dapat ditafsirkan bahwa mereka itu
termasukpotentat local dari golongan gentry. Mereka adalah elite yang berkuasa
dan lazimnya mempunyai daerah pengaruh yang melampaui desanya. Dalam jaman
Mataram kuno mereka bergelar Rakaia tau Rakyan, dan pada jaman Mataram baru
memakai gelar Kyai Ageng tau panembahan : contohnya Kyai Ageng Sela, Kyai Ageng
Pamanahan. Rupanya para penguasa itu kemudian mengakui suzereinitas baik
Cirebon maupun Mataram, tanpa mengadakan banyak perlawanan; kekecualian dalam
hal ini ialah perlayanan Kyai Bocor dan Kyai Ageng Mangir terhadap hegemoni
Mataram.
5. Kerajaan
Banten
Pada awal abad XVI di Jawa Barat
terdapat pusat kekuasaan yang berkedudukan di Pakuan atau seperti diberitakan
oleh Portugis, Dayo, sebagai ibu kota Kerajaan Pajajaran. Hal ini disebut dalam
prasasti Sunda kuno dengan tahun 1355 Saka atau 1433 A.D Sumber Portugis
menyebut Sunda Kelapa sebagai pelabuhan yang penting, antara lain karena ekspor
lada.
Usaha Demak dalam ekspansi ke arah barat
berupa pemukiman perintis yang dipimpin oleh Nurullah tersebut di atas.
Peristiwa ini terjadi kira-kira pada tahun 1525 dan dapat dianggap sebagai
pendirian kerajaan Banten. Dari sini dilakukan ekspedisi ke pedalaman dank e
pelabuhan-pelabuhan lain, terutama Sunda Kelapa. Kota ini berhasil ditaklukkan
pada tahun 1527. Peristiwa ini menggagalkan usaha bangsa Portugis dibawah
pimpinan Henri Leme, untuk perjanjian dengan raja Sunda. Hal ini sebenarnya
merupakan tindak lanjut dari kontak yang diadakan pada tahun 1522. Kemenangan
Hasanudin di tandai oleh penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.
Dengan ditaklukkan Jayakarta, Banten memegang peranan lebih penting serta dapat
menarik perdagangan lada ke pelabuhan
Menurut historiografi Banten, Hasanudin
dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banten. Dia kawin dengan seorang putrid
Demak, Ialah putrid Sultan Trenggana, menurut dugaan perkawinan itu terjadi
pada tahun 1552. Dari perkawinan itu lahirlah dua orang putra, yang tertua
Maulana Yusufdan yang kedua Pangeran Jepara. Yang terakhir disebut demikian
karena sebagai menantu Ratu Kali Nyamat kemudian menggantikan sebagai penguasa
Jepara.
6. Peranan
Para Sufi dalam Islamisasi
Suatu factor yang turut mendukung proses
Islamisasi di Indonesia ialah aliran sufisme atau mistik yang melembaga dalam
tarekat-tarekat serta kesastraan suluk di Jawa. Beberapa wali, antara lain
Sunan Bonang, Sunan Panggung, dan syeh Siti Jenar, mencampur ajaran Islam
dengan mistik, sehingga timbul suatu sinkretisme.
Mereka bersedia memakai unsure-unsur
kultur pra-Islam dalam menyebarkan agama Islam. Ajaran Jawa dipertahankan
sedang tokoh-tokoh diberi nama Islam, seperti halnya dengan cerita Bimasuci
yang disadur menjadi Hikayat Syeh Magribi. Lewat kesastraan suluk dengan mudah
diadakan penyesuaaian tentang konsep dan gambaran mengenai hidup yang telah
berakar dalam kebudayaan pra Islam. Kalau pada tahap awal proses Islamisasi
agama Islam adalah fenomenon Kota, kemudian lewat sufisme dan tarekatnya penyebaran
meliputi daerah pedesaan juga. Tarekat-tarekat Kadiriah, Naksibandiah,
Syatariyah tersebar luas di Sumatra dan Jawa.
Dalam banyak silsilah tarekat Syatariah
terdapat nama Abdurrauf dari Singkel, sebagai salah seorang pemukanya, kemudian
termaktublah Abdulmuhlyi dari Sukapura sebagai mata-rantai pertama di Jawa.
Dengan mudah dapat dibayangkan bahwa jalan pemencaran tarekat juga mengikuti
jalan perdagangannya dan sejak pendudukan Malaka(1511) oleh portugis, sebagian
perdagangan itu berpusat di Aceh. Hal ini diperkuat oleh produksi lada dan
ekspansi perdagangan yang meliputi kota-kota pelabuhan pantai barat Sumatra.
Lewat rute ini pelayaran dilakukan untuk menghindari Malaka.
Penyebaran agama Islam ke Indonesia
Timur juga melalui hubungan perdagangan, untuk daerah Maluku khususnya ialah
melalui hubungannya dengan Jawa. Gresik dengan Sunan Girinya rupanya merupakan
pusat penyebaran itu. Sejak abad XV Sulawesi Selatan di Islamkan konon oleh
Dato’n’ Bandang dari Minangkabau. Pengaruh Lingga-Riau sangat besar di
Kalimantan Barat dan daerah Lampung, dari Makassar tersebarlah Islam ke
kepulauan Nusa Tenggara.
7. Kedatangan
Bangsa Portugis dan Perlawanan Terhadapnya
Kedatangan bangsa portugis sebagai orang
Pranggi tidak dapat dipandang terlepas dari konteks perkembangan system dunia
yang semakin meluas sebagai akibat ekspansi Barat sejak akhir abad XV. Lagi
pula hubungan ekonomis dan politik bangsa barat, khususnya bangsa Portugis, dengan
bangsa-bangsa timur, khususnya bangsa-bangsa Timur Tengah tidak terlepas p[ula
dari dampak Perang Salib.
Dipandang dari sudut penglihatan itu
bangsa barat dengan sikap religious dalam Abad Pertengahan melihat orang Moor
sebagai musuhnya maka harus diperangi (Moor adalah sebutan bagi kaum muslimin,
terutama dari timur-tengah dan afrika utara). Lagi pula persaingan perdagangan
akan mempertajam konflik. Konfrontasi itu diperhebat pula oleh usaha
Kristioanisasi yang dilakukan oleh misionaris yang mengikuti jejak ekspedisi
Portugis.
Setelah Malaka jatuh ketangan Portugis
pada bulan Agustus 1511, Sultan Mahmud tidak henti-hentinya melakukan serangan
terhadap Malaka. Untuk menghadapi Sultan Mahmud it, Albuquerque berusaha
membuat persahabatan dengan raja Kampar dan Pasai. Di dalam kota Malaka sendiri
terdapat unsure-unsur penduduk, antara lain koloni Jawa yang besar, yang
bersikap bermusuhan terhadap Portugis. Pada akhir 1512 seorang pemukanya Pate
Kadir, bersengkongkol dengan laksamana Sultan Mahmud, Hang Nadin, untuk
menyerang Malaka./ Usaha itu dapat ditahan, akan tetapi serangan yang lebih
hebat dating dari Pate Unus, penguasa Jepara yang dating dengan bala tentara
sebesar sepuluh sampai dua belas ribu orang. Tepat pada malam tahun baru
1512/1513 dilakukan serangan terhadap Malak. Oleh karena itu bantuan dari
bangsa Melayu tidak dating, Pate Unus terpukul mundur. Pada pertengahan 1514
Kampar diserang oleh Lingga yang rupanya dapat mengepungnya. Albuquerque hendak
membantu Kampar, akhirnya dapat dibebaskan. Sementara itu dikirimkan utusan
raja Siak dan Minangkabau untuk membuka hubungan perdagangan dengan Portugis
8. Perlawanan
terhadap Bangsa Portugis di Maluku
Pada akhir 1512 Albuquerque mengirim
ekspedisi ke daerah Maluku dan seanteronya, antara lain ke kepulauan Aru, Ambon
dan Banda. Ekspedisi kedua menuju ke Ternate dan Tidore, dimana oarng-orang
Portugis diterima oleh para sultan dengan ramah. Ekspedisi ketiga baru
dilakukan pada tahun 1518.
Diantara kerajaan-kerajaan di Maluku
yang menonjol ialah Ternate, Tidore, Jilolo, dan Bacan. Mengenai hubungan
antara kerajaan-kerajaan itu sejak kuno ada polarisasi yaitu kelompok Ulilima
dan Ulisiwa. Yang pertama ada dibawah Ternate, sedangkan yang kedua di bawah
Tidore. Kecuali factor itu ada factor agama yang turut menentukan corak
hubungan dengan Portugis, ialah bahwa sejak abad XV ternate sudah menjadi
kerajaan Islam. Sementara Tidore dengan Ulisiwanya tidak masuk Islam, suatu
keadaan yang sering mempertajam konflik. Karena rivalitas itu maka sejak semula
terdapat ketegangan. Bangsa Spanyol diterima dengan baik oleh sultan Almansur,
terutama karena merasa dikemudian kan oleh Portugis yang terlebih dahulu
singgah di Ternate.
Campur tangan Portugis dalam soal-soal
intern kerajaan membawa mereka terlibat dalam pertikaian politik antar
kerajaan, pada umumnya lebih merugikan dari pada menguntungkan. Lagi pula
kecurigaan dan kebencian rakyat terhadap bangsa Portugis menjadi-jadi
Pada tahun 1530 terungkapkan komplotan
untuk membinasakan bangsa Portugis. Janda Sultan Bajangullah dan Taruweh,
keduanya wali dari Pangeran Ayalo, bekerja sama untuk menumpas bangsa Portugis.
Setelah Taruwes tertangkap, permaisuri sultan tersebut melarikan diri ke
Tidore. Ayola dipenjara dan seorang bernama Kaisyal Hatu diangkat sebagai raja.
Ini menyebabkan rakyat ternate merasa tidak puas. Pada tanggal 27 mei 1531 para
pemberontal melancarkan serangan dan membunuh panglima Portugis. Kemudian Ayola
dibebaskan, tetapi rakyat menghendaki saudara lelakinya, Taburaja.
Bahwasanya Ayola mempunyai dukungan
penuh dari rakyat terbukti dari pemberontakan pada tahun 1534 yang dilakukan
oleh rakyat Ternate dibawah pimpinannya. Pemberontakan itu dimulai oleh para
raja Maluku, di antaranya raja Bacan yang menjadi salah seorang pelopornya.
Dimana-mana bangsa Portugis diserang, baru pada akhir tahun 1536 datanglah
Galvao yang berhasil memadamkan pemberontakan dan memulihkan ketertiban.
9. Struktur
Kekuasaan
Abad XVI menyaksikan munculnya
kerajaan-kerajaan baru di medan sejarah terutama di Jawa, sedang di Sumatra ada
beberapa diantaranya yang telah mengalami perkembangan dalam abad XV ataupun
XIV. Sebagian besar kerajaan-kerajaan itu lazim disebut sebagai kerajaan Islam,
sedang beberapa di daerah pedalaman masih bersifat Hindu. Perkembangan kerajaan
Islam di daerah Maluku, Sulawesi Selatan, dan lain-lain daerah mulai tampak
dalam abad XVI juga. Sementara itu masih terdapat kerajaan-kerajaan yang
bereksistensi terus dengan memeakai system tradisonal pra Islam
Pada periode tersebut diatas, waktu
proses proliferasi telah berjalan selama satu abad lebih disekitar Malaka dan
kira-kira setengah abad di Jawa, wilayah kerajaan umumnya terbatas, seperti
Pasai, Siak, Malaka, Gresik, Tuban, Demak. Di samping itu banyak terdapat
kerajaan tribal yang lebih terbatas lagi. Justru dalam abad XVI berlangsunglah
proses konsentrasi kekuasaan dengan perjuangan kekuasaan. Seperti dilihat di
atas perebutan hegemoni menjadi konpleks sifatnya dengan terlibatnya factor Portugis.
Konsep kekuasaan raja seperti tercantum
dalam beberapa Serat dilingkungan kebudayaan Jawa, menunjukkan bahwa
pribadiraja adalah sacral dan penuh charisma. Menurut Niti Sastra raja adalah
unsure mutlak untuk menjamin ketertiban dalam suatu masyarakat. Lagi pula
kedudukan raja ada diatas hokum. Di dalam Niti Praja raja diumpamakan dalang
sedangkan rakyat adalah wayangnya. Ada wewenang penuh dari raja terhadap rakyat
meskipun perlu mendapat pengarahan dari hokum. Hal ini cocok dengan ajaran
dalam Wulang Reh dimana raka berkuasa atas hidup mati dan sandang pangan rakyat.
Kedudukan raja itu telah dikehendaki Tuhan, yaitu uberkuasa diseluruh
negaranya. Tidakmengindahkan perintahnya berarti mengabaikan Tuhan.
Prinsip ini sesuai dengan ajaran dalam
Serat Sewaka yang mengatakan bahwa sesuatu perlu diterima dari raja sebagai restu.
Selanjutnya Serat Surya Ngalam
menentukan bahwa tampil dihadapan raja tanpa menerima panggilan dapat dikenakan
hukuman mati. Lebih lanjut Surya Ngalam mencantumkan kewajiban raja untuk
menegakkan keadilan, memperhatikan kepentingan rakyat, lagi pula kepentingan
raja tidak terpisag dari kepentingan mereka.
Dalam konsepsi Jawa tentang raja seperti
termuat dalam Surat Manu, raja adalah mahkluk yang lebih tinggi dari pada
rakyat, bahkan dianggap dewa berwujud manusia; kehendaknya menciptakan adat
atau hokum, namun apabila raja melalaikan kewajibannya namanya akan jatuh
dimata rakyat, bahkan juga diturunkan dari tahta.
Suatu unsur dari prinsip kerajaan yang
berakal pada tradisi kuno ialah wahyu atau palung, yang lazim digambarkan
sebagai segumpal sinar yang turun pada orang yang sebagai segumpal sinar yang
turun pada orang yang menerimanya. Di
dalam kepercayaan rakyat yang hidup sejak zaman Ken Arok dan Panembahan
Senopati, penerima pulung mendapatkan legitimasi untuk menjalankan kekuasaan
serta kepimpinannya. Otoritasnya bersifat kharismatis seperti apa yang
tercantum dalam konsep kekuasaan pada Max Weber. Selama pulung ada di keratin,
para raja berhak menjalankan pemerintahannya dan menduduki tahta kerajaan.
Kekuasaan raja sering bersumber pada
soal keturunan, maka silsilah raja berfungsi sebagai dasar legitimasi
otoritasnya. Raja-raja Mataram mengembalikan silsilahnya kepada Majapahit terus
jatuh ke masa mitis bersambungan dengan dunia mistis “ zaman purwa” dari epos
Mahabarata dan Baratayuda dan berakhir pada para nabi. Hubungan dengan
Majapahit juga dijumpai dalam Kronik Banjarmasin dan Kronik Kutai. Sejarah
Melayu melacak kembali ke zaman Iskandar
Zulkarnain. Ada pula genealogi yang kembali ke sumber mitologis,
sepert9i yang terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai, Kronik Banjar masin,
Kronik Wojo, dan Lain-lain. Beberapa kerajaan baru di Jawa seperti Demak,
Cirebon dan Banten melacak Genealogi rajanya kembali ke wali sebagai sumber
charisma baru dan khususnya sesuai dengan politik baru.
1 Kekuasaan Duniawi dan Kekuasaan Rohani
Didalam system politik kebudayaan
Melayu-Polinesia atau dari masa pra-Hindu-Jawa kekuasaan tertinggi sering
bersifat dualistis, atau unsure rohani. Di Timur pada suku Atoni dikenal
perwujudan dualism itu dengan adanya dua raja; yang seorang mempunyai kekuasaan
duniawi dan yang lain kekuasaan rohani, Dimataram setiap Raja dianggap
berpermasurikan Nyai Lara Kidul, dewi dari lautan Selatan-suatu mitos yang
berfungsi untuk melegitimasikan otoritas raja Mataram
Pada zaman Hindu-Jawa, dengan kultus
dewaraja, raja menjadi salah satu unsure dalam tritunggal dewa-puruhito-raja;
disini dewa diwujudkan oleh lingga.
Sejak Islamisasi paraq raja tidak hanya
memakai gelar sultan(1613), tetapi juga mengangkat dirinya sebagai Khalifah
atau kalipah, jadi sebagai penguasa kaum muslimin dan muslimat. Untuk Surakarta
dan Yogyakarta masih ada tambahan gelar Panatagama atau pengatur agama.
Raja-raja Melayu sering memakai gelar Syah, seperti gelar-gelar Raja Parsi.
Dari gelar-gelar tersebut di atas dijelaskan bahwa baik kekuasaan duniawi
maupun rohani dicakup dalam tangan raja. Gelar Sunan sebagai singkatan dari
Susuhunan dari para wali kemudian juga disandang raja-raja Mataram, Surakarta,
Palembang, dan Kutai. Pada umumnya di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi Selatan,
Ternate, Sumba, dan Banten, gelar-gelar Sultan-lah yang dipakai para raja.
Beberapa di antaranya juga memakai gelar Khalifatullah seperti sultan Tidore,
Kutai, Pasir. Disamping itu timbullah pula tradisi memakai gelar dan nama Arab,
kesemuanya dimaksud untuk menambah kewibawaan sultan di mata rakyat.
11. Lambang-lambang
Kekuasaan
Setiap raja memiliki sejumlah
benda-benda yang dianggap sacral atau keramat yang melambangkan kebesaran dan
kekuasaan raja. Dikerajaan Melayu disebut Alat Kerajaan atau Kebesaran. Di jawa
Upacara; di Makassar Kalompuang atau Anjang. Sebagai pusaka itu turun dari
surge. Pusaka dianggap penuh kekuatan magis yang dapat mempengaruhi keadaan
kosmos, dapat mengembalikan kleseimbangannya dengan menology berbagai bahaya,
seperti wabah, bencana alam atau gejolak mayarakat. Pusaka diwarisklan turun
temurun. Di Sulawesi Selatan ada kepercayaan, bahwa pusaka itu, ialah Gaukang,
adalah pencipta kerajaan. Raja adalah penjaganya dan harus seorang keturunan
dari pemiliknya yang semula. Pada hakekatnya pemilikan pusaka member kekuasaan
kepada raja, seperti halnya di Jambi
Di kerajaan Jambi pusakanya berupa keris
dan pucuk tombak, di Indragiri paying, tempat sirih, macam-macam benda perak,
alat cermin dan sebagainya.Upacara atau Ampilan di kerajaan Surakarta atau
Yogyakarta berjumlah 26 macam benda, diantaranya sawung-galing (ayam jantan),
kipas, tembakau, tongkat jalan dan sebagainya.
12. Hirarki
dalam Kerajaan
Raja yang berkedudukan sebagai penguasa
tertinggi (wisesa) di bantu oleh seorang (maha) mantra atau patih. Bersama
dengan panglima, bendahara, dan muhibir mereka berempat merupakan tempat tiang
yang mendukung raja. Di kejawen patih di bantu
oleh Bupati-bupati Nayaka. Mereka
lazimnya juga merupakan suatu dewan penasehat raja, di kerajaan Melayu dewan
itu disebut Rapat atau Kerapatan yang terdiri atas Mantri raja, orang besar
dalam, ialah pembesar kerajaan dan orang-orang kaya.
Dengan perkembangan system politik yang
berjalan bersama-sama dengan perluasan wilayah, maka struktur pemerintahan
serta hirerarkinya menjadi lebih konpleks seperti halnya dengan struktur
kerajaan Aceh yang tercantum dalam Adat Mangkota Alam. Tertera di dalam nya
jabatan panglima sebagai kepala segi.
Perluasan kekuasaan Aceh – Mataram – Makassar (1600 – 1700)
1. Perkembangan pedagangan sekitar tahun 1600
Dengan bangsa portugis
bercokol kokoh dimalaka dan berhasil menggagalkan semua serangan dari johor,
aceh, dan jawa. Peranan ,malaka selakupusat perdagangan pulih kembali akan
tetapi hanya sebagian, oleh karena pedagang muslimin berusaha menghindarinya.
Oleh karena itu, aceh disatu pihak dan banten di lain pihak muncul untuk
menggantikan peranan sebagai pusat perdagangan. Kecenderungan ini diperkuat
oleh pasaran produk baru yang semakin banyak permintaannya yaitu lada. Dalam
abad ke XVII perdagangan lada akan memegang peranan utama serta menjadi faktor
penentu penggeseran pusat perdagangan serta perubahan perbandingan kekuasaan di
Indonesia bagian barat.
Sejak jatuhnya malaka
pada tahun 1511 ke tangan portugis, aceh berusaha menarik perdagangan
internasional dan antar kepulauan nusantara. Salah satu jalan menghancurkan
malaka dan johor adalah mencoba menguasai pelabuhan-pelabuhan pengekspor lada
dan pelabuhan transito. Jambi adalah pelabuhan pengekspor lada yang banyak
dihasilkan di daerah pedalaman seperti di minangkabau dll, salah satu
ketergantungan jambi ialah raja pagarruyung yang berkuasa di minangkabau
sebagai penghasil lada.
2. Kedatangan belanda dan kegiatan VOC
Pada bulan maret 1602
disahkan oleh staten-generaal republik kesatuan Tujuh Provinsi berdasarkan
suatu piagam yang member hak eksklusif kepada perseroan untuk berdagang,
berlayar dan memegang kekuasaan dikawasan antara tanjung harapan dan kepulauan
salomon. Pimpinan perseroan Vereenidge Oost Indische Compaqnie terdiri atas
tujuh belas anggota yang disebut heeren zeventien. Tujuan VOC untuk menguasai
perdagangan di Indonesia dengan sendirinya membangkitkan perlawanan pedagang
pribumi yang merasa langsung terancam kepentingannya. Meskipun banyak
tantangan, belanda berhasil mendirikan faktorai di Aceh (1601), Patani (1601),
Gresik (1602), johor (1603).
Sejak awal belanda
melihat bahwa dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian barat, fungsi
suatu tempat tersimpulnya jalur-jalur perdagangan sebagai pusat pemasaran
strategis sangat penting, terbukti dari kedudukan di malaka, johor dan banten.
Alasan utama dipilihnya Jakarta karena terletak di daerah paling lemah
kedudukannya, sedang malaka belum terebut dari tangan portugis, begitu pula
johor keadaan strategisnya sangat lemah.
3. Politik perdagangan VOC
Waktu VOC mulai
kegiatannya di Indonesia dihadapinya suatu dunia perdagangan internasional
dengan sistem terbuka. Dalam menghadapi sistem itu maka VOC dalam usahanya
menguasai perdagangan rempah-rempah, menduduki kedua baris itu, Maluku dahulu
malaka kemudian dan juga ditemukan alternatif pengganti malaka yaitu Batavia.
Dari semula VOC kesusahan dalam usahanya menerobos sistem perdagangan yang
berlaku, dengan kontrak-kontrak hendak diperoleh monopoli namun selama tidak
ada dukungan kekuatan politik, tidak dapat berjalan pelaksanaannya. Dikalangan
VOC sendiri banyak yang menentang penggunaan kekerasan.
Politik monopoli VOC ternyata
tidak menjamin adanya keuntungan yang besar, sebaliknya kondisi perdagangan di
eropa pada periode awal VOC beroperasi terbukti menunjukan pasaran
rempah-rempah yang membanjir sehingga merosotkan harga penjualan disana.
Kemudian kira-kira pada pertengahan abad XVII plotik VOC di banda mengakibatkan
kemerosotan produksi rempah-rempah sehingga sangat menyusut volume
perdagangannya.
4. Peranan pedagang cina
Dalam sistem
perdagangan terbuka pada abad XVI peranan pedagang Indonesia dan pedagang asia
bersifat komplementer yaitu dimana saling bertalian erat dengan saling
ketergantungan antara perdagangan rempah-rempah, bahan makanan dan komoditi
lainnya. Meskipun perdagangan cina sebagian besar menuju ke Manila tetapi
peranannya di Indonesia pada masa itu cukup menonjol. Pengaruh cina di banten
cukup besar oleh karena ada diantaranya yang menduduki jabatan resmi dalam
kerajaan dalam administrasi, pemegang pembukuan perbendaharaan raja, tukang
timbang, juru bahasa dan sebagainya. Selain itu perdagangan cina belum dapat
diberantas sama sekali oleh VOC karena VOC masih membutuhkan komoditi yang
didatangkan dengan kapal mereka. Dalam hal ini ternyata politik VOC terhadap
perdagangan cina berubah-ubah dan disesuaikan dengan situasi tertentu.
5. Kerajaan aceh pada abad ke XVII
Iskandar muda (1607 –
1636) yang dalam tradisi aceh juga disebut marhum mahkota alam, melanjutkan
politik ekspansi raja-raja sebelumnya. Kecuali untuk memegang hegemoni politik
dan bersamaan dengan itu dominasi ekonomi dari Sumatra utara dan wilayah
sekitar selat malaka, menurut bustanussalatin, dia yang mengembangkan kehidupan
beragama islam di Aceh, antara lain dengan membangun banyak masjid serta
melakukan perang jihad terhadap kaum kafir.
Pada taun 1612 ditaklukanlah deli, pada tahu berikutnya johor diserang, dan pada tahun 1614 bintan mendapat giliran. Selanjutnya secara berurutan dengan selang waktu tertentu ditaklukan pula Pahang (1618), kedah (1619), dan nias (1624/1625). Pada masa pemerintahan iskandar muda ada pengaruh kuat dari aliran sufi yang dipimpin oleh samsudin as-samatrani yang mendapat kesempatan leluasa memencarkan ajarannya. Politik ekspansi iskandar muda tidak menyimpang dari garis yang diikuti para raja aceh sebelumnya.
6. Hubungan diplomasi dan perdagangan
Dalam hikayat aceh
telah disebutkan adanya perutusan dari dan ke negeri-negeri asia, seperti
kamboja, campa, ciangmai, lamer, pashula dan cina. Karena ekspansi aceh ke
semenanjung melayu maka pihak siam sudah barang tentu langsung berkepentingan,
mengingat bahwa di masa sebelumnya telah ada pula gerakan ekspansi siam ke
selatan. Disini kedua kekuasaan dapat saling berhadapan dalam perebutan suasana
pengaruh.
Pada tahun 1582 telah dikirim perutusan dari aceh ke Istanbul (turki) oleh sultan Alauddin Rakyat Shah. Tujuannya ialah mengadakan pertukaran perwakilan dan kerjasama. Kecuali berkali-kali kontak dengan bangsa portugis, aceh dalam abad XVII juga memperoleh kontak dengan bangsa petinggi lainnya yaitu prancis, inggris dan belanda.
Pada tahun 1582 telah dikirim perutusan dari aceh ke Istanbul (turki) oleh sultan Alauddin Rakyat Shah. Tujuannya ialah mengadakan pertukaran perwakilan dan kerjasama. Kecuali berkali-kali kontak dengan bangsa portugis, aceh dalam abad XVII juga memperoleh kontak dengan bangsa petinggi lainnya yaitu prancis, inggris dan belanda.
Iskandar thani naik
tahta pada tahun 1636 dan bernama lengkap alaudin mugayat shah. Menurut
bustanussalatin, iskandar thani sangat mendorong kehidupan beragama dan
membangun tempat beribadah, antara lain mesjid baitulmasjid. Suatu usaha
meracun dia gagal karena diketahuinya adanya rasa yang aneh. Dia terkenal
sebagai orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, seperti mengampuni
bangsa portugis yang menipunya dan mengampuni orang yang hendak melarikan
kapalnya.
Dalam politik agamanya iskandar thani melarang dan memberantas semua penyimpangan agama islam, direstorasinya kedudukan nuruddin, maka golongan mistik penganut samsuddin dari passai dan abdurrauf dari singkel ditekan. Dengan demikian ditegakkanlah ajaran ortodoks.
Dalam politik agamanya iskandar thani melarang dan memberantas semua penyimpangan agama islam, direstorasinya kedudukan nuruddin, maka golongan mistik penganut samsuddin dari passai dan abdurrauf dari singkel ditekan. Dengan demikian ditegakkanlah ajaran ortodoks.
7. Makassar : perkembangan perdagangan dan politik ekspansi
Kalau pada satu pihak
lokasi Makassar dengan pelabuhannya yang baik sangat menarik sebagai stasiun
dalam pelayaran antara Maluku dan malaka maka pada pihak lain kemunduran
pelabuhan jawa mendorong perkembangannya yang pesat pada bagian kedua abad
XVII. Pada dasawarsa kedua abad XVII pedagang prancis dan Denmark juga muncul
di Makassar.
8. Ekspansi kerajaan goa sejak tahun 1600
Antara kedudukan
kerajaan kembar goa dan tallo selaku pusat kekuasaan politik dan peranan
Makassar sebagai pusat perdagangan ada saling ketergantungan, perdamaian dan
keamanan yang ada di Sulawesi selatan dibawah hegemoni goa dan tallo
memungkinkan perkembangan perdagangan di Makassar dan sebaliknya perdagangan
internasional yang tertarik kesana membawa banyak kekayaan. Kedudukannya
sebagai pelabuhan transito sangat tergantung pada aliran rempah-rempah dari
Maluku, seram dan ambon dan pada produksi beras serta bahan makanan lain yang
dibutuhkan untuk bekal pelayaran, maka dari itu politik ekspansi Goa-Tallo dan
perkembangan sejarah kawasan Indonesia Timur sangat ditentukan oleh kedua
faktor tersebut.
9. Pertentangan antara goa dan bone
Waktu pertentangan
mengenai monopoli perdagangan antara Goa dan VOC meruncing maka sultan
hasanudin mengambil dua langkah :
1) Membuat ketat pengawasan terhadap bone
2)Mengerahkan tenaga kerja untuk memperkuat pertahanan Makassar.
Rupanya persiapan
perang dilakukan mengingat gelagatnya konfrontasi tidak akan dapat dihindari
lagi. Sejak bone untuk kesekian kalinya ditaklukan oleh goa pada tahun 1644
tobala diangkat sebagai kepala sedang banyak bangsawan dipindahkan ke goa,
antara lain la tenriaji, tosenrima, arung kung, daeng pabila, dan seorang
pemuda, arung palaka
.
10. Akhir perang hegemoni dan awal konfrontasi lawan VOC
10. Akhir perang hegemoni dan awal konfrontasi lawan VOC
Setelah bone untuk
kesekian kalinya dapat ditundukan lagi dan Sulawesi selatan dibawah hegemoni
goa dapat dipasifkasikan, perhatian goa diarahkan kepada lawan utamanya ialah
VOC. Ada beberapa faktor politik yang kurang menguntungkan goa, yaitu :
1) Faksionalisme di kalangan bangsawan Goa-Tallo
1) Faksionalisme di kalangan bangsawan Goa-Tallo
2) Persaingan ternate untuk menguasai Sulawesi utara, butung, dan beberapa kepulauan lain
3) Kontingen pengungsi bugis di Batavia
Dalam menghadapi tekanan-tekanan
politik dari luar, didalam kalangan para bangsawan sendiri timbul
kelompok-kelompok yang bertentangan. Karaeng sumanna didukung oleh empat
anggota dari bate salapang ialah galarang mamangsa, tombong, gontamannang dan
sanmata, sangat berpengaruh di istana. Dalam pertentangan yang timbul antara
karaeng tallo dan karaeng karunrung, kelompok tsb diatas mendukung karaeng
tallo. Salah satu sebabnya yaitu karaeng sumanna membenci karaeng karunrung.
Meskipun sultan hasanudin lebih menyukai karaeng karunrung tetapi tetap saja
memutuskan untuk membuangnya. Sementara faksionalisme reda. Tetapi kemudian
akan berkobar lagi waktu karaeng karunrung kembali ke goa.
11. Perang Makassar (1660 – 1669)
Hubungan Makassar
dengan VOC mau tak mau berkembang menjadi rivalitas, karena tujuan VOC untuk
memegang monopoli perdagangan langsung bertentangan dengan prinsip sistem
terbuka, suatu hal yang menjadi kepentingan Makassar selama berkedudukan
sebagai pusat perdagangan dengan hegemoni politik sebagai dukungannya. Konflik
semakin memuncak sejak tahun 1660 dengan adanya faktor-faktor lain :
1) Pendudukan benteng pa’nakkukang oleh VOC dirasakan sebagai ancaman terus-menerus terhadap Makassar.
1) Pendudukan benteng pa’nakkukang oleh VOC dirasakan sebagai ancaman terus-menerus terhadap Makassar.
2) Peristiwa de walvis pada tahun 1662, waktu meriam-meriam dan barang-barang muatannya disita oleh pasukan karaeng Tallo, sedang tuntutan VOC untuk mengembalikannya ditolak.
3) Peristiwa kapal leeuwin (1664) yang terkandas di pulau don duango dimana anak kapal dibunuh dan sejumlah uang disita.
Untuk menghadapi
kemungkinan pecahnya perang dengan belanda, sultan hasanudin pada akhir oktober
1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya.
Disamping itu para vassal, bima, Sumbawa dan butung diperintahkan mengirim
tenaga untuk pasukannya. Meskipun sultan hasanudin dan kelompok besar bangsawan
lebih suka berpolitik damai, ada partai perang dibawah pimpinan karaeng popo.
12. Jalannya perang (desember 1666 – juni 1669)
Angkatan perang VOC
yang berangkat pada tanggal 24 november 1666 dari Batavia tiba dipelabuhan
makassar pada 19 november. Berdasarkan instruksi dewan VOC di Batavia segera
dikirim ole speelman utusan untuk menyampaikan surat kepada karaeng Goa berisi
tuntutan agar diberikan penggantian dan dipenuhi tuntutan VOC secara memuaskan.
Tuntutan itu disertai ancaman bahwa sikap dendam akan dihadapi dengan
kekerasan. Tuntutan itu ditolak oleh sultan hasanudin, yang hanya bersedia
memberi ganti rugi apa yang diderita oleh VOC. Karena kegagalan itu, speelman
kemudian memerintahkan untuk melakukan pemboman terhadap Makassar, sekadar
untuk melakukan intimidasi.
Jalannya perang
dipengaruhi juga oleh faktor iklim, suatu faktor yang sejak awal diperhitungkan
oleh pihak VOC. Sehubungan dengan itu serangan terhadap Makassar ditunda sampai
musim hujan reda. Dikuatirkan bahwa dalam musim itu pelabuhan Makassar kurang
aman bagi kapal-kapal. Antara tahun 1666-1669 selama tiga musim hujan, ternyata
tidak banyak dilakukan operasi perang.
Konflik bersenjata yang
berkobar antara munculnya angkatan perang VOC dipelabuhan Makassar dan jatuhnya
somboapu ditangannya merupakan konflik besar kedua yang dialami VOC dalam
menjalankan penetrasi di nusantara. Berbeda saat konfrontasi dengan mataram
(1627-1629) kali ini peranannya lebih ofensif.
VOC tidak hanya
berhasil merebut monopoli perdagangan tetapi juga menempatkan kekuasaan
politiknya sebagai pemegang suzereinitas di kawasan nusantara. Struktur
kelembagaan politik dipertahankan tetapi pengawasan dan pembatasan hubungan ada
ditangan VOC. Tujuan pokok hegemoni tetap ekonomis, yaitu memegang monopoli
perdagangan. Semua perjanjian yang dipaksakan kepada kerajaan-kerajaan
mencerminkan tujuan tersebut.
13. Kesudahan konfrontasi : perjanjian dan pendudukan (1669)
Antara gencata senjata
6 November dan penandatanganan perjanjian diadakan pertemuan antara kedua
pihak, antara speelman dan sultan hasanudin tercapailah persetujuan bahwa dari
pihak Makassar karaeng karunrung bertindak sebagai wakilnya sedang dari pihak
VOC, speelman sendiri. Perundingan dilakukan dalam bahasa portugis. Adapun
tuntutan yang diajukan oleh speelman terdiri atas 26 butir. Ada sekitar 10
butir yang langsung menjadi kepentingan VOC, baik dibidang politik, militer
maupun ekonomi. Butir-butir tersebut mencerminkan tujuan utama VOC untuk memegang
monopoli di Makassar serta memperkuat kedudukan, politik, dan militernya baik
di Makassar maupun di Indonesia timur.
14. Kerajaan jambi
Di wilayah Indonesia
bagian barat proliferasi perdagangan selama abad XVI akhirnya menimbulkan
kecenderungan ke arah konsentrasi dibeberapa pusat lagi, yaitu aceh, johor,
jambi, Palembang dan banten. Disamping itu malaka dengan strategi portugis
masih cukup menarik perdagangan dari wilayah Indonesia bagian timur, Kalimantan
selatan dan jawa. Jambi muncul sebagai pengekspor lain yang penting karena
daerah pedalamannya sampai minangkabau adalah penghasil lada besar. Secara
politis pernah masuk suasana pengaruh demak dan kemudian mataram, suatu status
politik yang dapat berfungsi sebagai perisai terhadap ekspansi banten yang
telah sangat berpengaruh di Palembang. Disebelah utara, jambi menghadapi bahaya
ekspansi dari aceh. Setelah kedah, perak, Pahang dan johor ditaklukannya,
kemudian tiku dan priaman di pantai barat Sumatra sudah ditundukan pula, maka
ada ancaman langsung terhadap jambi. Baik pihak portugis maupun VOC sama sekali
tidak menghendaki jambi jatuh ke tangan aceh. Pada satu pihak jambi adalah
pelabuhan ekspor lada pada pihak lain menjadi pengimpor beras dan garam, maka
masih ada ketergantungan ekonomis kepada jawa (demak – mataram) masih kuat
selama bagian pertama abad XVII.
15. Perang hegemoni antara jambi dan johor
Meskipun berkali-kali
menghadapi serbuan aceh dan portugis, johor tetap berdiri tegak bahkan dalam
abad XVII masih berusaha melakukan ekspansi. Dalam hal ini peranan orang kaya
dan orang laut sangat besar, yang pertama karena kekayaannya dan pengaruhnya
dalam dunia perdagangan sedangkan yang kedua karena memiliki seni perang dan
navigasi. Dalam periode bagian pertama abad XVII kedudukan ekonomis jambi yang
kuat menempatkannya sebagai saingan utama johor. Lagipula status jambi sebagai
vassal mataram merupakan faktor penghalang ekspansi johor.
Johor mendekati VOC untuk memperoleh dukungannya apabila diserang. Selama perang terjadi serangan-serangan dan pertempuran antara lain pada tahun 1669 jambi mengalahkan johor, setahun kemudian jambi menyerang tungkal dan Indragiri, kesemuanya tidak menentukan. Kedua pihak cenderung sekali untuk mengadakan perdamaian dengan perantara belanda. Perundingan pada tahun 1673 gagal oleh karena sultan abdul jalil menuntut penyerahan jambi. Akhirnya pada bulan april 1673 angkatan perang jambi dibawah pimpinan pangeran dipati anom, menyerang johor, johor lama dihancurkannnya, dan sultan beserta keluarga istananya terpaksa melarikan diri ke Pahang.
Johor mendekati VOC untuk memperoleh dukungannya apabila diserang. Selama perang terjadi serangan-serangan dan pertempuran antara lain pada tahun 1669 jambi mengalahkan johor, setahun kemudian jambi menyerang tungkal dan Indragiri, kesemuanya tidak menentukan. Kedua pihak cenderung sekali untuk mengadakan perdamaian dengan perantara belanda. Perundingan pada tahun 1673 gagal oleh karena sultan abdul jalil menuntut penyerahan jambi. Akhirnya pada bulan april 1673 angkatan perang jambi dibawah pimpinan pangeran dipati anom, menyerang johor, johor lama dihancurkannnya, dan sultan beserta keluarga istananya terpaksa melarikan diri ke Pahang.
16. Banten dalam abad XVII
Peranan banten sebagai
pusat perdagangan yang menonjol dapat dilacak kembali ke jatuhnya malaka (1511)
ketika dalam mencari pusat baru pedagang mengalihkan kegiatannya ke aceh dan
banten. Kecuali itu ekspor ladanya cukup menjadi daya tarik kuat, sampai-sampai
portugis sendiri juga mengadakan hubungan dagang dengan banten. Pada akhir abad
XVI banten menjadi salah satu tempat pelarian pedagang dari pesisir jawa tengah
dan jawa timur yang berusaha menghindari cengkeraman mataram. Banten akhirnya
juga menghadapi ancaman ekspansi mataram dan dua kali diserang (1597-1599). Di
front lain kedua kekuatan itu juga berkonfrontasi ialah di Palembang yang
menurut tradisi adalah vassal dari mataram. Ekspansi banten lewat lampung
akhirnya juga menyerang Palembang.
Letak banten didekat
selat sunda sebagai pintu gerbang alternatif bagi pelayaran dari barat
menguntungkan perdagangannya karena menarik banyak pedagang barat sejak awal
abad XVII. Pengangkutan rempah-rempah dari Maluku ke banten terutama
diselenggarakan oleh pedagang jawa yang telah mempunyai tradisi lama dalam
pelayarannya ke daerah rempah-rempah itu.
Oleh karena banten
menjadi pelabuhan terminal pelayaran dari jurusan utara, khususnya cina maka
tidak sedikit pedagang cinanya dan mereka sangat besar pengaruhnya. Banten
tidak luput dari ancaman agresi mataram, Palembang menjadi titik pusat
pertemuan dimana kedua kekuasaan itu berbentrokan. Dalam bulan November 1633,
pecahlah perang antara banten dan VOC. Orang-orang banten beroperasi dilaut
sebagai perompak dan didaratan sebagai perampok sehingga memprovokasi VOC untuk
melakukan ekspedisi ke tanam, anyer dan lampung.
17. Pantai barat Sumatra dan minangkabau
Selama bagian pertama
abad XVII sepanjang pantai barat Sumatra sebagai penghasil lada ada dibawah
hegemoni aceh. Meskipun ada tradisi lama di Sumatra barat bahwa para raja dan
penguasa daerah mengakui suzereinitas kerajaan minangkabau. Selama masa
kerajaannya aceh dapat mendesak pengaruh johor, jambi, Palembang, banten dan
portugis. Jaatuhnya malaka ditangan belanda (1641) menghadapkan aceh langsung
bertatap muka dengan johor dan belanda, keduanya beraliansi untuk menjatuhkan
aceh. Tidak mengherankan kalau beberapa tahun kemudian belanda berhubungan
dengan aceh yaitu, waktu sultan tadjul alam memerintah. Para orang kaya di aceh
sangat berkuasa itu mempertahankan monopoli aceh dipantai barat maka menentang
setiap tuntutan VOC.
Dasar hubungan-hubungan ekonomis dan politik antara kerajaan-kerajaan dengan VOC diletakkan dalam perundingan-perundingan yang dilakukan oleh VOC dalam ekspedisinya pada tahun 1664. Ekspedisi van gruys (1666) menghadapi perlawanan indrapura dari raja adil yang menentang raja mulafarsyah dan raja sulaiman. Ekspedisi verspreet bertujuan untuk mematahkan perlawanan barisan aceh dan pendukungnya. Khususnya yang bertahan di pauh dan ulakan.
Dasar hubungan-hubungan ekonomis dan politik antara kerajaan-kerajaan dengan VOC diletakkan dalam perundingan-perundingan yang dilakukan oleh VOC dalam ekspedisinya pada tahun 1664. Ekspedisi van gruys (1666) menghadapi perlawanan indrapura dari raja adil yang menentang raja mulafarsyah dan raja sulaiman. Ekspedisi verspreet bertujuan untuk mematahkan perlawanan barisan aceh dan pendukungnya. Khususnya yang bertahan di pauh dan ulakan.
18. Banjarmasin dalam abad XVII
Ekspansi jawa dalam
abad XVI meliputi juga kelimantan selatan dan barat daya. Suzereinitasnya
diakui di Banjarmasin beserta vasal-vasalnya, ialah kotawaringin, sukadana dan
lawe. Pada tahun 1636 kerajaan Banjarmasin mempunyai suzereinitas atas landak,
sambas, sukadana, kotawaringin, mendawai, pulau laut, dan seluruh pantai timur
termasuk kutai pasir dan berau. Pada awal abad XVII Banjarmasin mengalami
banyak perpecahan intern yang disebabkan oleh konflik dinasti. Golongan
pro-inggris, yang terdiri atas pangeran adipati anom, raja itam dan raja
mempawa, bertentangan dengan raja Banjarmasin yang bersikap pro-belanda. Karena
kekuasaan pusat lemah maka gerakan memusuhi belanda tidak dapat dikendalikan,
praktis timbul situasi perang melawan VOC.
Setelah utusan VOC terbunuh pada tahun 1606, empat tahun kemudian (1610) terjadi lagi pembunuhan di sambas. Sebagai tindakan balasan Banjarmasin dihancurkan oleh ekspedisi VOC, sehingga pusat kekuasaan pindah ke martapura.
Setelah utusan VOC terbunuh pada tahun 1606, empat tahun kemudian (1610) terjadi lagi pembunuhan di sambas. Sebagai tindakan balasan Banjarmasin dihancurkan oleh ekspedisi VOC, sehingga pusat kekuasaan pindah ke martapura.
Oleh Karena perdagangan
lada menjadi lebih ramai. Lagi pula pedagang inggris memindahkan kegiatannya
dari banten ke Banjarmasin antara lain dengan mendirikan factory disana pada
tahun 1615, lagi pula kemunduran banten Karena berperang terus-menerus dengan
Batavia, mendorong kemajuan perdagangan di Banjarmasin. Lebih-lebih setelah ada
perdamaian dengan mataram pada tahun 1637.
19. Mataram dalam bagian pertama abad XVII
Politik ekspansi
mataram menggunakan strategi menghancurkan kota-kota pesisir sebagai lawan
utama, suatu strategi yang menjadi boomerang karena kelumpuhan perdagangan
meniadakan sumber daya ekonomi yang menjadi dasar suatu struktur kekuasaan
kerajaan sebelumnya dan yang sejaman seperti majapahit, sriwijaya, aceh,
malaka, Makassar dan sebagainya. Akibat lain ialah bahwa banyak pedagang dari
jawa mengungsi ke pusat-pusat perdagangan baru, seperti Makassar, Banjarmasin,
banten sehingga timbul kompetisi dan oposisi politik terhadap mataram.
20. Perebutan hegemoni antara pajang dan mataram
Selama zaman demak dan
pajang peranan pesisir dengan perdagangannya merupakan faktor yang tidak dapat
diabaikan. Terutama gresik dan Surabaya dengan perdagangannya yang ramai,
mempunyai kewibawaan besar, baik dijawa maupun luar jawa. Lebih-lebih pengaruh
religious sunan giri menambah pengaruh politik yang terasa dari Maluku sampai
malaka. Meskipun pajang terletak dipedalaman, dijalankannya “ostpolitik”
seperti politik demak. Dalam menghadapi mataram, pajang mempererat aliansinya
dengan vasal-vasal dari pesisir antara lain tumenggung Demak dan Tuban.
Setelah senopati tiga
tahun berturut-turut menolak untuk pergi kekeraton pajang akhirnya sultan
pajang memutuskan untuk menundukan senopati. Pertempuran terjadi di prambanan,
sultan pajang terpaksa melarikan diri ketembayat dan pasukannya cerai-berai
dikejar oleh tentara mataram. kemudian meskipun mataram memperoleh kemenangan,
pergolakan untuk merebut hegemoni berjalan terus. Muncullah lagi demak, tuban,
kudus, jipang sebagai tandingan yang hendak menarik pusat kekuasaan dari
pajang.
Senopati mulai bergelar panembahan senopati ingalaga karena telah memperoleh kemenangan tersebut. Program politiknya serta strateginya memang terarah kepada ekspansi ke jawa timur tidak hanya karena kekayaan pesisirnya, tetapi juga karena tradisi majapahit, juga dalam politik, masih kuat, bahkan boleh dikata keagungannya akan menambah kewibawaan kekuasannya.
Senopati mulai bergelar panembahan senopati ingalaga karena telah memperoleh kemenangan tersebut. Program politiknya serta strateginya memang terarah kepada ekspansi ke jawa timur tidak hanya karena kekayaan pesisirnya, tetapi juga karena tradisi majapahit, juga dalam politik, masih kuat, bahkan boleh dikata keagungannya akan menambah kewibawaan kekuasannya.
21. Politik ekspansi mataram
Polarisasi antara
kekuasaan di pesisir dan di pedalaman yang sejak desintegrasi majapahit
berkembang, sangat mempengaruhi gerakan ekspansi mataram dengan ostpolitiknya.
Pada akhir abad XVI gresik dan Surabaya mempunyai perdagangan yang maju,
sehingga setiap pusat kekuasaan di jawa tengah, demak, pajang dan mataram
hendak menaklukannya agar dapat dihilangkan setiap usaha perlawanan politik dan
dikuasai segala kekayaan yang diperoleh dari perdagangannya.
Ofensif pertama
senopati ditujukan kepada Surabaya pada tahun 1589. Waktu itu dimajakerta kedua
pasukan yang bermusuhan berhadapan, suatu utusan dari giri berhasil menengahi
kedua pihak sehingga pertempuran dapat dielakkan dan meraka damai.
22. Puncak konfrontasi mataram – Surabaya (1620 – 1625)
Kekuatan posisi
Surabaya berdasarkan atas beberapa faktor. Faktor utama ialah kedudukannya
sebagai pusat perdagangan serta segala kekayaan dan hubungan yang
dihasilkannya, faktor kedua adalah kepentingan ekonomis bersama di antara
kota-kota pelabuhann jawa timur membentuk solidaritas yang terwujud sebagai
aliansi pesisir. Faktor kedua itu diperkuat oleh ideologi religious yang
mempertajam pebedaan dengan mataram. Faktor ketiga ialah daerah pedalaman yang
subur dan maju pertaniannya sehingga hasil berasnya dapat menopang fungsi
Surabaya sebagai entrepot. Untuk mematahkan kekuatan Surabaya maka strategi
mataram tampak jelas bahwa faktor-faktor di atas diperhitungkan dan satu per
satu ditanganinya. Ekspedisi-ekspedisi sebelum tahun 1620 kesemuannya bertujuan
menguasai daerah pedalaman Surabaya dan menghancurkan sekutu-sekutunya. Invasi
mataram di Madura tertuju lebih ke bagian barat dan petempuran terjadi dalam
bulan juli 1624.
23. Konfrontasi mataram lawan VOC
Sistem perdagangan
serta jaringan-jaringannya dalam kaitannya dengan proses politik dan pengaruh
timbal-baliknya merupakan kompleks historis tersendiri yang terdiri atas
unsur-unsur mataram, Surabaya, dan pesisir, Banten dan VOC. Antara mataram dan
VOC timbul pendekatan antara lain terbukti dari utusan-utusan VOC yang sejak
tahun 1610 hampir setiap tahun pergi menghadap raja mataram. Seperti
dimana-mana, VOC hendak mendirikan factorij sebagai basis untuk beroperasi,
khususnya di jepara. Satu faktor yang pada suatu waktu pasti menimbulkan
bentrokan yaitu tujuan VOC memegang monopoli pada satu pihak dan politik
ekspansi mataram pada pihak lain.
Tahun 1628 merupakan
tahun ofensif mataram terhadap Batavia. Sebelum meningkat ke tindakan itu
mataram bersikap menunda, antara lain karena masih menghadapi operasi besar
terhadap Surabaya. Gerakan banten untuk membantu Surabaya cukup menggelisahkan
mataram sehingga pada tahun 1622 mengirim utusan ke VOC dengan ajakan bersekutu
menyerang banten.
Pada tahun 1628 sudah
dapat disiapkan suatu angkatan laut ke Batavia. Dalam serangan pertama pasukan
berhasil masuk pasar dan benteng tetapi sebelum mencapai karsteel terpukul
mundur.
Utusan mataram, warga
menawarkan perdamaian dengan VOC, tetapi setelah diketahui maksud mataram yang
sebenarnya, dia dihukum mati. Angkatan perang mataram berangkat dalam dua
gelombang, yang pertama terdiri atas artileri dan amunisi pada pertengahan mei
1629, gelombang kedua ialah pasukan infanteri, pada tanggal 20 juni 1629.
Pasukan itu dipimpin oleh kyai adipati juminah, K.A Purbaya dan K.A Puger.
24. Politik dalam dan luar kerajaan mataram
Perang ekspansi yang
terus menerus berkobar tidak hanya menguras sumber daya alamiah dan manusiawi
akan tetapi juga menimbulkan ketegangan politik dalam kerajaan, disertai
kekuatan-kekuatan desintegratif. Lapisan masyarakat, golongan atau unsur etnis serta
kontra-elite yang tertekan dan menderita dibawah dominasi dinasti mataram
menggunakan kesempatan yang terluang untuk melancarkan gerakan memprotes,
menentang, ataupun memberontak terhadap mataram. Pemberontakan pati pada tahun
1627 perlu dilacak pada golongan pesisir dan pedalaman (mataram) dan antara
wangsa demak dan wangsa mataram.
Sebagai akibat perang
ekspansi, daerah pedesaan mengalami depopulasi dan penduduk pedalaman mengalami
suatu dislokasi, sehingga dengan timbulnya kemiskinan, kelaparan, dan kematian,
ada semacam kegelisahan sosial. Kecuali meningkatnya kriminalitas dan
perbanditan, juga sangat mencolok adanya banyak pengemis dan gelandangan,
pendeknya orang-orang kehilangan akar, dilenyahkan dari kampung halamannya atau
melarikan diri untuk menghindari cengkeraman alat-alat kerajaan yang memaksa
penduduk untuk masuk pasukan atau dipekerjakan sebagai setengah budak.
Pada tahun 1636 pasukan mataram menyerbu gresik di bawah pimpinan P.pekik dan ratu pandan sari. Pertahanan yang gigih memukul mundur pasukan mataram itu tetapi akhirnya gresik menyerah.
Pada tahun 1636 pasukan mataram menyerbu gresik di bawah pimpinan P.pekik dan ratu pandan sari. Pertahanan yang gigih memukul mundur pasukan mataram itu tetapi akhirnya gresik menyerah.
25. Pemberontakan di sumedang dan ukur (1628 – 1635)
Kalau selama bagian
pertama dari periode pemerintahannya sultan agung mengarahkan ekspansi mataram
ke timur, maka dalam bagian kedua lebih mengarah ke barat. Banten dan VOC
merupakan dua kekuatan yang melawan ekspansi tersebut. Kekuatan angkatan laut
mataram tidak lagi memadai untuk menyerang kedua lawan itu, maka angkatan
daratlah yang dipergunakan untuk mengadakan ofensif ke Batavia. Dalam operasi
itu juga dikerahkan pasuka priangan, namun waktu penyerbuan gagal, pasukan itu
mundur dan tercerai-berai, banyak diantara anggotanya melarikan diri ke banten.
Kegagalan mataram itu mempunyai akibat buruk bagi kedudukan hegemoni mataram.
Kewibawaannya di mata rakyat daerah-daerah yang didudukinya sangat merosot.
Pada akhir tahun 1628
di sumedang dan ukur, rakyat mulai bergerak menjauhkan diri dari mataram,
antara lain dengan langkah-langkah mendekati VOC untuk minta semacam proteksi.
Baru dua tahun kemudian sultan agung mengirim ekspedisi untuk memadamkan
pemberontakan itu. Untuk menghadapi ekspedisi itu banyak penduduk meninggalkan
kampung halaman untuk mengungsi ke pegunungan. Rupanya rencana membuat
pemukiman dibawah naungan VOC tidak menarik bagi kedua pihak maka tidak
terlaksana.
Ekspedisi mulai
bergerak pada tanggal 27 agustus 1631, yaitu suatu pasukan berjumlah 40 ribu
orang dibawah pimpinan raja Cirebon terhadap Sumedang dilakukan pengepungan:
pasukan pesisir menyerang dari utara, pasukan banyumas dari barat kemudian
pasukan bagelen dan bumija dari selatan. T. Singaranu diserahi pucuk pimpinan
dan dibantu oleh raja Cirebon. Adipati sumedang beserta seribu pengikutnya
tertawan dan dihukum mati. Kira-kira pertengahan 1632 operasi selesai, penduduk
terpaksa mengungsi dan banyak pemimpin gugur. Perlawanan dibawah pimpinan kyai
demang dari ukur berjalan terus sampai tokoh itu ditawan dan dihukum mati pada
tahun 1635. Banyak pejuang kemudian menyelamatkan diri dari pengejaran pasukan
mataram mengungsi ke banten. Akhirnya mereka diserahkan kepada mataram atas
tuntutan raja Cirebon.
26. Konsolidasi dalam kerajaan mataram
Sebagai hasil ekspansi
sejak panembahan senopati sampai jatuhnya Surabaya, wilayah mataram sudah
berlipat ganda luasnya maka kebesaran kedudukan raja mataram sudah tidak lagi
dicerminkan oleh gelar panembahan. Suatu gelar yang pantas bagi seorang
penguasa lokal diatas seorang kyai ageng. Gelar yang melambangkan kebesaran
tersebut ialah susuhunan atau sunan, suatu gelar yang pada waktu itu lazim
disandang oleh para wali. Pada tahun 1624 dapat ditafsirkan disini bahwa
tindakan penyamaan gelar raja mataram dengan gelar wali mempunyai tujuan member
charisma (kewibawaan kesaktian) sejajar dengan para wali, yang dimata rakyat
kedudukannya lebih tinggi daripada raja mataram sebagai homo novus (orang
baru). Kebesaran kerajaan dan kewibawaan raja lazim dicerminkan juga oleh
keratin sebagai kompleks bangunan kediaman raja.
Dengan perluasan daerah pemerintahan dan hubungan-hubungan politik keluar, sistem pratrimonialistis seperti yang terdapat pada zaman kyai ageng mataram tidak dapat berfungsi lagi apabila tidak disertai perkembangan alat-alat pemerintahannya, ialah birokrasi, militer dan diplomasi. Orang pertama yang dalam kedudukan hirarkis langsung ada dibawah raja ialah tumenggung mataram, suatu kedudukan yang kemudian lebih dikenal sebagai patih. Pelaksanaan pemerintah raja dan pimpinan pemerintahan kerajaan ditugaskan kepadanya.
Dengan perluasan daerah pemerintahan dan hubungan-hubungan politik keluar, sistem pratrimonialistis seperti yang terdapat pada zaman kyai ageng mataram tidak dapat berfungsi lagi apabila tidak disertai perkembangan alat-alat pemerintahannya, ialah birokrasi, militer dan diplomasi. Orang pertama yang dalam kedudukan hirarkis langsung ada dibawah raja ialah tumenggung mataram, suatu kedudukan yang kemudian lebih dikenal sebagai patih. Pelaksanaan pemerintah raja dan pimpinan pemerintahan kerajaan ditugaskan kepadanya.
27. Priangan sebelum dan selama dominasi mataram
Pakuawan sebagai tempat
kedudukan raja pajajaran didirikan pada tahun 1433. Kemudian ditaklukan oleh
sultan hasanudin dari banten sebelum tahun 1570.
Pengaruh mataram masuk priangan melalui sungai-sungai besar cimanuk dan citandui, kemudian penetrasi efektif politik terjadi dalam pemerintahan sultan agung, pada bagian kedua tahun 1620an dan berakhirlah hegemoni mataram pada tahun 1677 waktu daerah priangan sampai sungai pamanukan diserahkan kepada VOC (19-20 oktober 1677). Kemudian pada tahun 1705 oleh pakubuwana I diserahkan tambahan sebelah timur sampai cilosari.
Pengaruh mataram masuk priangan melalui sungai-sungai besar cimanuk dan citandui, kemudian penetrasi efektif politik terjadi dalam pemerintahan sultan agung, pada bagian kedua tahun 1620an dan berakhirlah hegemoni mataram pada tahun 1677 waktu daerah priangan sampai sungai pamanukan diserahkan kepada VOC (19-20 oktober 1677). Kemudian pada tahun 1705 oleh pakubuwana I diserahkan tambahan sebelah timur sampai cilosari.
Salah satu tindakan
utama yang dilakukan mataram adalah mendirikan koloni-koloni atau pemukiman
baru. Diadakan pula organisasi pemerintahan serta mendistribusi penduduk di
antara daerah tersebut. Empat kabupaten didirikan ialah sumedang, bandung,
parakanmuncang dan sukapura.
DAFTAR PUSTAKA
Karodirdjo,Sartono.1987.
Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid
1.Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
1 Comments
nggak jelas bingit
BalasHapus